Tantangan Menjelang Tinggal Landas

Edisi: 26/19 / Tanggal : 1989-08-26 / Halaman : 90 / Rubrik : EB / Penulis :


STRUKTUR ekonomi Indonesia, menurut Presiden Soeharto, kini semakin seimbang pada tingkat yang tinggi. Bahkan, "Siap menghadapi tantangan-tantangan masa depan," kata Presiden dalam Pidato Kenegaraan yang disampaikannya di depan Sidang DPR, 16 Agustus lalu. Kesiapan Indonesia, menurut Pak Harto, merupakan hikmah dari kemajuan-kemajuan yang diperoleh dengan ujian berat pada Repelita IV yang baru berakhir 31 Maret lalu.

Pada waktu kita memasuki Repelita IV (dimulai 1 April 1984), perekonomian dunia penuh ketidakpastian, dan prospeknya tak terlalu cerah.Sebelum itu - pada tahun 1982 - Indonesia mengalami hantaman keras karena turunnya harga minyak. Padahal, GBHN dalam Repelita IV membawa amanat ganda. Pertama, peningkatan taraf hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan rakyat. Kedua, Repelita IV perlu membangun kerangka landasan yang kuat untuk menuju tahap tinggal landas.

Menurut Presiden, swasembada pangan sudah beberapa tahun dapat dipertahankan secara mantap. Sektor pertanian, dengan laju pertumbuhan rata-rata 3,5% tiap tahun selama Repelita IV, benarbenar dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk. Indonesia juga berhasil meningkatkan kesejahteraanrakyat di sektor seperti pendidikan, kesehatan, gizi, keluarga berencana, permukiman, dan transmigrasi.

Tapi, dari semua sektor, industri mencatat perkembangan yang mencolok. Semula, pada Repelita I dan II, banyak investasi ditanamkan pada industri hilir, untuk menghasilkan barang pengganti impor. Memasuki Repelita III, mulai lahir industri penghasil barang-barang modal, bahan baku, dan penolong. Sedangkan pada Repelita IV, muncul industri yang membuat barang-barang untuk pasaran ekspor.

Alhamdullilah, pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan dalam Repelita IV tercapai, bahkan sedikit di atas sasaran. Dalam Repelita IV, Pemerintah menargetkan sasaran laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 5% per tahun. Hasilnya ternyata 5,1%. Yang disebut PDB, alias GDP (Gross Domestic Product), adalah nilai tambah dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan di dalam negeri.

Namun laju pertumbuhan itu sangat berbeda jika dilihat sektor per sektor. Sementara pertanian mencatat laju pertumbuhan hanya 3,5%, sektor industri menderu dengan 13,2% - jauh di atas sasaran yang 9,5% per tahun. "Perkembangan ini membuktikan, sektor industri mampu berkembang pesat dalam iklim usaha yang wajar, tanpa harus dimanjakan," kata Presiden.

Tapi angka-angka yang dikemukakan Presiden telah menimbulkan tanda tanya di kalangan beberapa pakar ekonomi. Termasuk angka laju pertumbuhan industri dan PDB 1988-89 yang 5,7% setahun. Hal itu terungkap dalam diskusi ekonomi yang diselenggarakan TEMPO di Hotel Hyatt Aryaduta, Jakarta, Jumat pekan lalu. Di situ hadir pakar…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…