Dokter-pasien-apoteker
Edisi: 52/18 / Tanggal : 1989-02-25 / Halaman : 89 / Rubrik : KL / Penulis : MOHAMAD, KARTONO
INI kisah yang benar-benar terjadi. Seorang penderita asma mendapat resep obat dari dokternya, berisikan bricasma inhaler, lalu puyer yang terdiri dari zaditen, ventolin, euphyllin, celestamin, ampiclox, luminal, ephedrin, dan beberapa unsur lainnya lagi sebagai "pelengkap". Untuk semua itu si pasien harus mengeluarkan uang sebesar lebih dari seratus ribu rupiah, untuk persediaan obat selama dua minggu.
Kejadian ini merupakan contoh betapa dokter memang besar peranannya dalam menentukan besar kecilnya uang yang harus dikeluarkan oleh pasiennya untuk menebus obat meskipun dalam hal harga obat, bukan dokter, melainkan pabrik yang menentukan penetapan harga yang lebih didasarkan kepada perhitungan ekonomi itu.
Bagi yang mengetahui obat-obatan, kejadian di atas juga menunjukkan betapa dokter tersebut telah mencampurkan bermacam jenis obat secara "irasional". Obat yang secara satu per satu memang diindikasikan untuk asma itu telah dicampurkan begitu saja tanpa memikirkan yang mana untuk mencegah, dan yang mana untuk mengatasi serangan. Tampaknya tidak pula dipikirkan kemungkinan terjadinya efek yang saling menghambat atau saling memperkuat.
Harus diakui, kebiasaan menuliskan resep secara polifarmasi (berbagai obat sekali makan), masih banyak dijumpai di kalangan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
OPEC, Produksi dan Harga Minyak
1994-05-14Pertemuan anggota opec telah berakhir. keputusannya: memberlakukan kembali kuota produksi sebesar 24,53 juta barel per…
Kekerasan Polisi
1994-05-14Beberapa tindak kekerasan yang dilakukan anggota polisi perlu dicermati. terutama mengenai pembinaan sumber daya manusia…
Bicaralah tentang Kebenaran
1994-04-16Kasus restitusi pajak di surabaya bermula dari rasa curiga jaksa tentang suap menyuap antara hakim…