Hari Depan Sebuah Puri

Edisi: 18/19 / Tanggal : 1989-07-01 / Halaman : 62 / Rubrik : SEL / Penulis :


KISAH puri yang terbaring sekitar 9 km dari Kota Tabanan itu bermula pada dua abad silam. Menurut catatan, tahun 1750-1770. Puri itu kemudian dikenal sebagai Puri Ageng Kerambitan. Ida Cokorda Gde Banjar yang membangunnya, setelah berselisih dengan saudaranya seayah yang menjadi raja -- Ida Cokorda Di-Sekar. Begini:

Titik pangkalnya adalah Kerajaan Tabanan. Pada abad ke-18, bertahtalah Ida Cokorda Mur Pamade sebagai raja ke-13. Hingga usia lanjut sang raja tak juga punya anak laki-laki buat mewarisi kerajaannya. Maka, ia "bertitah": jika istrinya -- baik yang permaisuri maupun selir -- melahirkan anak lelaki, anak lelaki itulah yang akan menjadi raja.

Ternyata, istri penawing (selir) Si Mekar Sekar melahirkan anak lelaki. Bayi itu dinamai Sirarya Ngurah Sekar. Tak lama kemudian Permaisuri Gusti Luh Wayan pun melahirkan bayi laki-laki pula, yang diberinya nama Sirarya Ngurah Gde. Ketika kemudian sang raja wafat Sirarya Ngurah Sekar yang diangkat menjadi raja Tabanan bergelar Ida Cokorda Di-Sekar. Dasarnya adalah janji sang ayah terdahulu.

Namun, Ngurah Gde ngambek. Ia juga merasa berhak menjadi raja, sebab aturan lazimnya yang berhak menjadi raja adalah anak laki-laki tertua dari pemmaisuri. Ngurah Gde mengasingkan diri ke griya Brahmana Kamenuh. Ternyata, saudaranya bijaksana. Ia dapat dibujuk untuk kembali ke Tabanan. Segala permintaannya pun dipenuhi: diberi separuh tanah dan rakyat Tabanan. Juga dibuatkan puri yang sama lengkap dengan di Tabanan. Maka, dibangunlah Puri Kerambitan dengan wilayah kekuasaan Kerambitan hingga Tabanan Timur. Sirarya Ngurah Gde pun menjadi raja dengan nama Ida Cokorda Gde Banjar.

Puri Kerambitan berdiri di tanah seluas 1,85 hektar. "Puri kami inilah satu-satunya puri yang masih lengkap syarat bangunannya, sejak didirikan," kata Anak Agung Ngurah Anom Mayun, Anglurah (penguasa) Puri Kerambitan, bangga. Di sana terdapat sarean agung -- pusat puri yang berupa bangunan tempat tinggal raja, dan tempat pengantin putri saat perkawinan dipestakan; tandakan lengkap dengan empat pintu; dan bale kembar -- tempat upacara seperti halnya untuk kematian, untuk potong gigi. "Puri lain sekarang terisi bangunan lain," kata Mayun.

Mungkin karena disebut "paling asli", maka puri itu nampak menyedihkan. Tembok-tembok pun muram digelut oleh lumut. Warna dan garis lukisan-lukisan pudar dimakan usia. Porselen lantai mengguratkan ketuaan serupa. Sebagian lukisan itu, menurut Mayun, memang dibiarkan apa adanya sengaja untuk mempertahankan keaslian. Namun "sebagian besar rusak karena tak ada biaya perawatan."

Suasana puri itu makin menyedihkan bila hari hujan. Lantai amblong, tembok runtuh, dan air mengucur dari atap di sana-sini. Seharusnya, kata Mayun, pihaknya punya dana khusus buat perawatan lebih dari Rp 5 juta setahun. "Tapi dari mana kami uang sekian itu? Untuk membiayai keluarga puri saja sudah pas-pasan. Apalagi buat membayar tenaga perawatan dan pembersihan," kata Mayun seperti mengeluh. Untuk sesaji saja…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…