TUMPUAN HARAPAN : EKSPOR NONMIGAS

Edisi: 16/18 / Tanggal : 1988-06-18 / Halaman : 87 / Rubrik : EB / Penulis :


SITUASI pasar minyak yang serba tidak pasti, ditambah kelesuan yang melanda ekonomi dunia sejak tahun 1980, yang kemudian dipertajam oleh merosotnya nilai dolar Amerika, semua itu adalah faktor-faktor eksternal yang mengguncang, bahkan mengancam kesinambungan pembangunan Indonesia. Banyak pengamat meramalkan bahwa masa depan negara-negara berkembang begitu suram, dan sejauh yang menyangkut Indonesia masalahnya kian terasa berat, karena beban utang menumpuk akibat menguatnya mata uang yen (yendaka).

Kini laju roda pembangunan serta-merta berpindah ke gigi tiga, kalau tidak mau dikatakan beringsut-ingsut. Ketika beberapa negara nonminyak seperti Muangthai dan India memanfaatkan semaksimal mungkin kejatuhan harga emas hitam itu, maka Indonesia gelagapan mencari pegangan baru.

Dalam ikhtiar ini, pemerintah berbulat tekad untuk menyukseskan bidang lain, yaitu ekspor nonmigas. Dari sini diharapkan penerimaan negara bisa ditingkatkan -- satu hal yang tidak mudah karena beberapa kendala yang sering disebut-sebut: inefisiensi, birokratisasi, cative market, monopoli, yang semuanya bermuara ke ekonomi biaya tinggi.

Harus diakui, situasi perekonomian Indonesia saat ini memerlukan perhatian ekstraserius, Soal pembayaran utang memang sudah bikin ruwet -- akhir tahun ini membengkak menjadi US$ 45,7 milyar -- tapi yang juga sangat mendesak adalah bagaimana mengatasi kendala-kendala tersebut di atas. Jawabannya pun tersedia: deregulasi dimulai sejak 1983 -- namun penjabarannya masih perlu waktu, ketekunan, juga political will.

Dari sana diharapkan bahwa mekanisme pasar akan lebih berperan, hingga pembentukan harga tidak sewenang-wenang, dan kemudian secara pelahan tapi pasti menuju ke iklim berusaha yang sehat. Dimulai dengan strategi menggebrak keluar dengan ekspor nonmigas -- tapi yang menuntut persyaratan tertentu: Industrialisasi dan daya saing yang tinggi. Dalam proses ini muncul berbagai tantangan, tapi titik-titik terang mulai kelihatan.

Pertumbuhan ekspor nonmigas tahun lalu mencapai 35%, malah kini sudah melewati ekspor migas. Dalam periode 1987/88 migas hanya menghasilkan 8,9 milyar dolar AS, sementara nonmigas mencapai 9,5 milyar. Terakhir Menteri Keuangan Sumarlin berani memperkirakan: tahun ini ekspor nonmigas akan mencapai sekitar 11,3 milyar dolar.

Kiatnya bisa dicari pada tindakan deregulasi yang mengelegar-gelegar, sekaligus memperlicin jalur ekspor. Paket 6 Mei 1986, misalnya, yang membebaskan bea masuk atas komponen-komponen impor yang digunakan oleh produsen eksportr. Disusul oleh tindakan deregulasi lainnya, seperti penghapusan izin untuk pembaruan lisensi investasi, dan perluasan kapasitas produksi. Kemudian pembagian kuota tekstil yang dipercepat, dan secara terbuka. Dan Paket Desember 1987, yang mencabut beberapa kuota bahan baku Impor, plus penghapusan Angka Pengenal Ekspor.

Jelas, ada pemangkasan, hingga proses yang dilalui jadi lebih pendek. Para eksportir juga bisa berjalan dengan langkah yang lebih lebar. Tapi rupanya tidak cukup sampai di situ. Ketika empat menteri muda (Perindustrian, Perdagangan, Pertanian. dan Keuangan) melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah, ternyata, masih banyak pengusaha yang mengeluh.

Nada mereka hampir…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14

Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…

S
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14

Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…

S
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14

Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…