Jalan Pki Ke Kehancuran

Edisi: 31/18 / Tanggal : 1988-10-01 / Halaman : 22 / Rubrik : NAS / Penulis :


PKI adalah sebuah ikhtiar yang gagal. Di tahun 1930-an, Bapak Komunisme Cina, Mao Zedong, telah berkata, "Kekuasaan politik keluar dari laras bedil." Tapi sampai di tahun 1965, Partai Komunis Indonesia belum juga punya bedil.

PKI dengan demikian terlambat mengikuti teladan revolusi-revolusi komunis, terutama di Rusia dan Cina. Berdirinya negara Uni Soviet dan RRC merupakan hasil perjuangan bersenjata kaum komunis di sana. Di Indonesia, yang ada hanyalah "Gerakan 30 September", 23 tahun yang lalu, yang pekan ini dikenang lagi oleh bangsa Indonesia dengan rasa ngeri dan jera.

Betapapun berdarahnya "Gerakan" itu, pusat gerakan itu, di Jakarta, ternyata dengan mudah dapat dibabat hanya dalam satu hari. Memang benar para anggota komplotan berhasil menculik dan membunuh enam perwira teras pimpinan Angkatan Darat yang selama ini dikenal menentang usaha PKI untuk lebih unggul secara politik. Tapi segera "G-30-S" itu buyar. Bahkan tokohnya, Letkol. Untung, seorang prajurit berpengalaman, tertangkap waktu mencoba melarikan dlri.

Banyak bukti dan petunjuk bahwa "G-30S" adalah usaha Ketua PKI, D.N. Aidit, dengan dukungan pimpinan PKI yang lain, untuk mengenyahkan rintangan politik terhadap PKI yang berpusat dalam tubuh pimpinan TNI-AD. Tapi apa sebenarnya yang dicari pimpinan PKI?

Pada perayaan ulang tahun PKI ke-45, pada Mei 1965, Aidit memaklumkan bahwa PKI yang diketuainya punya 3 juta anggota dengan 20 juta simpatisan. Malah, hanya beberapa hari sebelum 30 September 1965, koran resmi PKI, Harian Rakjat, menyebut angka 27 juta. Namun, itu semua bagaikan tak berarti: tak lama kemudian PKI dengan mudah jadi partai terlarang.

Tak ayal serentetan pertanyaan pun muncul. Kenapa bila PKI begitu kuat, Aidit tak cukup diam saja dan menunggu kemenangan politik datang? Dan kemudian mengapa PKI -- yang dikenal sebagai partai komunis terbesar di luar Soviet dan Cina -- dengan mudah dikalahkan?

Pada mulanya adalah Dekrit Presiden Soekarno pada 5 Juli 1959. Meskipun para pendukung dekrit itu banyak yang antikomunis, terutama kalangan tentara, keadaan politik setelah dekrit akhirnya sangat menguntungkan PKI.

Dengan dekrit itu Bung Karno mengumumkan pembubaran Konstituante sebagai hasil pemilu 1955. Bung Karno kembali memberlakukan UUD 1945, yang meletakkan posisi presiden sebagai posisi yang sangat menentukan. Ini terbukti dengan pembentukan sebuah kabinet presidensiil di bawah Bung Karno sendiri, pada 12 Juli 1959.

Tak kurang penting, pidato tahunan Bung Karno pada 17 Agustus tahun itu, tentang "ditemukannya kembali revolusi kita", yang kemudian disebut Manifesto Politik (Manipol), akhirnya dijadikan ajaran tunggal yang tak boleh dibantah. Ini memperteguh suatu sistem -- disebut sebagai "Demokrasi Terpimpin" -- yang segalanya terpusat pada pribadi Soekarno sendiri, yang juga disebut Paduka Yang Mulia Pemimpin Besar Revolusi.

Dalam perkembangannya kemudian, pemujaan terhadap pribadi Bung Karno bahkan tumbuh ketika pelbagai pihak memberinya gelar tertentu dengan predikat "Agung", dan masyarakat harus menjalani "indoktrinasi" atau pelajaran tentang pikiran-pikiran Soekarno.

Dalam kabinet inilah untuk pertama kalinya masuk tokoh-tokoh yang, walaupun bukan komunis, bersimpati kepada PKI Atau paling tidak beraliran "kiri". "Kiri" atau "revolusioner" merupakan sebutan yang paling diterima dalam periode ini. Dapat disebut misalnya Priyono (Menteri P & K) dan Sudibyo (Menteri Penghubung Organisasi-Organisasi Rakyat yang kemudiaan menjadi Front Nasional), dua…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?