Antara Pki Dan Abri

Edisi: 30/18 / Tanggal : 1988-09-24 / Halaman : 25 / Rubrik : NAS / Penulis :


PADA mulanya adalah sebuah demokrasi yang kacau. Orang kini menamakannya "demokrasi liberal", dan yang terjadi di tahun 1950-an itu memang sebuah imitasi dari demokrasi parlementer gaya Negeri Belanda. Kabinet bisa cuma berumur beberapa hari, lalu dijatuhkan dan diganti. Program tak ada yang berjalan. Lalu orang pun kesal. Dan lahirlah "Demokrasi Terpimpin".

Ketika Presiden Soekarno memaklumkan sistem demokrasi baru itu di tahun 1959 dengan sebuah dekrit, ada seorang yang mengecamnya. Ia menulis sebuah brosur kecil, berjudul Demokrasi Ktta, terbit di tahun 1960.

Di dalamnya tertulis, antara lain, bahwa ia tak meragukan Soekarno sebagai "seorang patriot", yang ingin melihat Indonesia jadi adil dan makmur "selekas-lekasnya". Bung Hatta tahu itulah yang mendorong Bung Karno memaklumkan sistem "demokrasi terpimpin". Tapi ia memperingatkan tabiat Bung Karno yang hanya suka "memandang garis besarnya saja". Sebab itu, kata Hatta, Soekarno "sering mencapai yang sebaliknya dari yang ditujunya".

Hatta kini mungkin terbukti benar. "Demokrasi terpimpin", yang bagi Hatta adalah sebuah kediktaturan, tak menghasilkan keadilan dan kemakmuran. Bahkan cita-cita Bung Karno sendiri, untuk menggalang persatuan nasional -- sebuah obsesi lamanya -- berakhir dengan tragis.

Soal pokok yang dihadapi Bung Karno dalam bidang politik ialah bagaimana mengelola hubungan antara ABRI dan PKI. Ia sendiri tak pernah merumuskan bagaimana peran ABRI di dalam suatu struktur politik yang dicita-citakannya. Pada sisi lain, ia juga tidak jelas mempunyai konsepsi, bagaimana meletakkan PKI dalam front persatuan nasional yang diinginkannya: sebagai partai pelopor atau bukan.

Di masa itu, memang akhirnya dua kekuatan besar itu yang berhadapan frontal meskipun dengan sedikit pura-pura di sana-sini. Hanya tujuh tahun setelah "Peristiwa Madiun" (lihat Madiun 40 Tahun Silam) PKI telah tumbuh lagi. Setelah Pemilu 1955, PKI muncul sebagai si No. 4 dalam mengumpulkan suara. Dengan meraih 6,1 juta lebih pemilih, partai ini memperoleh 39 kursi, di bawah PNI, Masyumi, dan NU.

Sepuluh tahun kemudian, raksasa itu jadi gergasi. 24 Mei 1965, dalam perayaan ulang tahunnya ke-45 di Stadion Utama Senayan, PKI muncul memamerkan kekuatannya sebagai partai politik terkuat di Indonesia. Hari itu Jakarta menjadi kota…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?