MENENTANG KOLONIALISME DARI RANTAU

Edisi: 47/17 / Tanggal : 1988-01-23 / Halaman : 105 / Rubrik : BK / Penulis :


JAUH sebelum Indonesi merdeka, Tan Malaka telah menulis gagasan besar dalam pamfletnya yang terkenal, Naar De Republik Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Dan ia tidak sekadar mencetuskan gagasan, tapi juga secara ikhlas dan tabah mengabdikan seluruh hidupnya demi terwujudnya cita-cita tersebut.

Hampir separuh masa perjuangan Tan Malaka dilewatkan di luar negeri. Maka, namanya tak asing bagi tokoh-tokoh pergerakan maupun intel, di Singapura, Hong Kong, Cina, Filipina, dan Negeri Belanda. Bahkan ia mendirikan Partai Republik Indonesia (Pari) di Bangkok.

Maka, tatkala Tan Malaka muncul di Jakarta pada hari-hari sekitar proklamasi, banyak orang yang ditemuinya tidak menyangka bahwa mereka berhadapan dengan tokoh misterius itu. Bekas pejabat Jepang, Nishijima Shigetada, menuliskan pengalamannya dalam buku The Japanese Experience in Indonesia: Selected Memoirs of 1942-1945 sebagai berikut:

"Saya sangat terkesan oleh argumen-argumennya, karena didasarkan pada suatu analisa mengenai situasi internasional. Saya berpikir, 'Bagaimana bisa seorang yang tampak menyerupai petani bisa melakukan analisa begitu tajam?' Dia bukan orang biasa. Sesudah kami berbincang lebih dari dua jam, Subardjo berkata, 'Tuan Nishijima! Inilah Tan Malaka yang benar.' Tidak perlu dijelaskan bahwa semula saya sangat terperanjat ...."

Sejak pertemuan itu, Shigetada, pembina "kolone V" Jepang di Indonesia, sering mengunjungi Tan Malaka. Ia bahkan berencana memprakarsai Tan Malaka melakukan perang gerilya di sekitar Banten, dengan memberinya sebuah kendaraan senjata, fasilitas radio, dan sejumlah bahan makanan.

Itulah sekadar ilustrasi untuk menunjukkan kemisteriusan Tan Malaka. Buku Tan Malaka karya Harry A. Poeze, yang kami nukilkan ini, boleh dikatakan berhasil mencairkan misteri yang menyelubungi sang tokoh. Edisi bahasa Indonesia karya Poeze ini, yang akan segera beredar, diterbitkan oleh Pustaka Utama Grafiti.

Mendirikan Partai di Kuil Budha

DENGAN mulainya tindakan-tindakan kekerasan di Jawa, keadaan bagi Tan Malaka dan kawan-kawan di Singapura , menjadi tidak lebih mudah. Pertengahan Desember, Tamim mendesak supaya mereka meninggalkan Singapura, tapi Tan Malaka ingin menunggu sampai akhir bulan agar dapat membayar ongkos perjalanan dengan upahnya sebulan yang pertama.

Pada 10 Desember 1926, Tan Malaka Tamim, dan Subakat bertemu di pantai Diputuskan Tan Malaka dan Subakat secepatnya berangkat menuju Bangkok.

Sepuluh hari kemudian, Subakat berangkat ke Penang, dan selang empat hari Tan Malaka menyusul. Setelah seminggu Tamim mengirimkan uang untuk perjalanan selanjutnya. Tan Malaka dan Subakat bertemu kembali di perbatasan Muangthai dan Malaka, lalu bersama-sama melanjutkan perjalanan ke Bangkok. Sementara, Tamim tetap tinggal di Singapura.

Pertengahan Januari, Tan Malaka mengirim Subakat ke Kanton. Tiga bulan kemudian, Subakat berjumpa Alimin dan Muso di Kanton. Ia didesak mereka untuk pergi ke Moskow. Subakat menolak. Ia ingin kembali ke Bangkok.

Dengan persetujuan orang-orang Komintern di Shanghai, Subakat mengambil keputusan bergabung dengan Tan Malaka, yang akan mengembangkan kegiatan-kegiatannya dari Manila. Setelah itu, Mei 1927, Subakat mengirimkan kawat kepada Tan Malaka. Ia menyatakan akan cepat kembali ke Bangkok, dan minta Tan Malaka memanggil Tamim ke Bangkok.

Tamim, setelah menerima kawat Tan Malaka, pertengahan Mei tiba di Bangkok. Seminggu kemudian Subakat bergabung dengan mereka. Mereka menginap di hotel. Tapi keadaan keuangan yang semakin menipis tidak mengizinkan mereka lama-lama tinggal di hotel.

Untung saja, Tamim dapat mengadakan hubungan dengan guru agama Syekh Achmad Wahab, yang bersikap anti-Belanda dan sudah tinggal di sana dalam pembuangan sejak 1908. Syekh Wahab mengenal Tamim dari tulisan-tulisannya di harian-harlan Minangkabau. Mereka dengan cepat menjadi akrab. Kemudian Tan Malaka dan kedua kawannya tinggal di rumah salah seorang murid dari Siam di Tha Chang Wangna, sebelah utara Bangkok.

Di Bangkok, ketiga pelarian politik Hindia Belanda itu mengambil keputusan mendirikan suatu partai baru. Pada 2 Juni 1927, di taman Istana Prachatipak, disaksikan puluhan patung Budha, mereka secara resmi mendirikan Partai Republik Indonesia (Pari).

Adalah penting sekali, kata mereka, suatu partai baru demi kepentingan Indonesia. Karena itu, mereka mendirikan Pari. "Hindia mempunyai masalah sendiri yang mendesak, yang minta suatu penyelesaian. Pari adalah suatu alat yang mencoba menurut pandangannya sendiri menyelesaikan masalah-masalah itu," kata Tan Malaka.

Tan Malaka dan kawan-kawan menjelaskan bahwa mereka tetap termasuk golongan orang-orang internasionalis, tetapi mempunyai pendapat lain dari Komintern (gabungan partai-partai komunis) tentang cara-cara yang harus dipakai untuk mencapai tujuan terakhir. Bukan dari atas ke bawah, tetapi sebaliknya.

Pari, menurut anggaran dasarnya, "suatu partai yang berdiri sendiri dan tidak terikat pada partai lain, dan bebas dari pimpinan atau pengaruh partai atau kekuasaan lain."

Tujuan Pari: memperjuangkan kemerdekaan Indonesia secepat-cepatnya. Untuk itu, Pari akan mengikuti suatu politik revolusioner berdasarkan manifesto dan program. Untuk itu, anggota-anggotanya harus memenuhi syarat-syarat yang kuat. Mereka baru diterima setelah melewati masa ujian yang ditetapkan partai.

Apabila seorang anggota tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya, membocorkan rahasia Pari, melakukan pengkhianatan atau tidak melindungi Pari, maka ia akan dikeluarkan dari partai.

Ketika Tan Malaka dan kedua kawannya masih di Bangkok, sampailah berita pada mereka bahwa orang-orang nasionalis telah mendirikan Perserikatan (kemudian Partai) Nasional Indonesia (PNI) pada 4 Juli 1927.

PNI dipimpin Soekarno, dan mencita-citakan kemerdekaan Indonesia. Untuk itu, partai ingin memperkuat kesadaran nasional atas dasar prinsip nonkooperasi dengan pemerintah. Tan Malaka sangat gembira mendengar gagasan tersebut.

Mengenai hal itu, Tan Malaka menulis sebuah brosur berjudul Pari dan Kaum Intelektual Indonesia. Dalam brosur itu ia mengusulkan untuk berjuang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

T
Tamparan untuk Pengingkar Hadis
1994-04-16

Penulis: m.m. azami penerjemah: h. ali mustafa yakub jakarta: pustaka firdaus, 1994. resensi oleh: syu'bah…

U
Upah Buruh dan Pertumbuhan
1994-04-16

Editor: chris manning dan joan hardjono. canberra: department of political and social change, australian national…

K
Kisah Petualangan Wartawan Perang
1994-04-16

Nukilan buku "live from battlefield: from vietnam to bagdad" karya peter arnett, wartawan tv cnn.…