PENGUASA SEBAGAI PENGUSAHA DI ...

Edisi: 11/17 / Tanggal : 1987-05-16 / Halaman : 13 / Rubrik : REF / Penulis :


SEMUA negara yang maju industrinya, yang melakukan proses modernisasi, berangkat dari masyarakat agraris dan feodal. Menurut para peneliti sejarah kini, antara lain B. Moore, peranan dan orientasi komersial para bangsawan tuan tanah sangat penting dalam menumbuhkan suatu evolusi damai - bukan revolusi sosial - yang dapat mencapai industrialisasi dan demokrasi. Contoh utama adalah Inggris, dan mungkin Amerika Serikat - biarpun negara terakhir itu, sebagai "dunia baru", sama sekali berlainan dengan "dunia lama" (Eropa, Asia, dan lain-lain).

Toh, di Amerika pun harus terjadi perang saudara (1860-an) antara kepentingan komersial dan industri di Utara dan para pemilik perkebunan yang dikerjakan para budak di Selatan. Hanya saja, seperti juga di Inggris (1648), konflik antara kepentingan agraria dan kepentingan perdagangan atau industri hanya berlangsung di kalangan atas.

Revolusi kedua negara itu berbeda sekali dengan revolusi Prancis (1789), revolusi sosial yang menggulingkan kelas bangsawan dan raja. Demikian juga dengan revolusi-revolusi sesudahnya - seperti di Rusia dan Cina. Di ketiga negara yang tersebut terdahulu itu, biarpun golongan masyarakat yang berbeda-beda merebut kekuasaan, mereka masingmasing mempunyai kelas penguasa tradisional yang tidak memiliki visi ekonomi dan berorientasi ke perdagangan.

Tentang Indonesia (dan Asia Tenggara, yang akan kami singgung sedikit), biarpun tidak dapat dibandingkan struktur masyarakatnya dengan struktur di negara-negara di atas, orientasi elite-elite penguasa lama sebagai usahawan - dalam hubungan dengan tanah dan para petani atau sumber-sumber ekonomi yang lain - dapat kita persoalkan. Masalah-masalah itu demikian menentukan dalam perkembangan masyarakat-masyarakat ini.

Elite Penguasa
Membicarakan struktur politik di Indonesia, orang biasanya membedakan dua tipe atau pola kesatuan politik: kerajaan maritim dan kerajaan agraria. Yang pertama berpusat di pesisir kepulauan: Aceh, Serdang, Deli, Padang, Makassar, Goa, Ternate, Tidore, Banten, Demak, Kudus, Surabaya, dan lain-lain. Di kepulauan ini, kerajaan maritimlah yang dominan dalam sejarah.

Kerajaan agraria, sebaliknya, hanya berpusat di pedalaman Jawa Tengah (sekitar YogyakartaSurakarta), dalam bentuk seperti Mataram I dan II, dan di Jawa Timur dalam bentuk Kadiri, Singasari, Majapahit, dan sebagainya, serta mungkin di Bali Selatan, Kurinci, dan lain-lain. Namun, kerajaan tipe kedualah yang mendominasi Indonesia kini, dan karena itu akan mendapat sorotan khusus.

Ada berbagai perbedaan dan persamaan antara elite kerajaan maritim dan yang di kerajaan agraria. Elite di kerajaan maritim disebut para orang kaya berasal dari orang jaya alias pembesar. Di kerajaan agraria, mereka disebut kaum priyayi (yayi: adik raja dalam arti abstrak), atau feodal -- sebab, sering, feodalisme melihat hubungan atasan dan bawahan dalam istilah-istilah kekeluargaan.

Kerajaan-kerajaan tradisional masa itu, baik maritim maupun agraris, malah juga VOC (Belanda), EIC (Inggris), dan lain-lain, berpolitik dengan prinsip monopoli terhadap produksi maupun perdagangannya. Persamaan antara elite orang kaya dan elite priyayi adalah monopoli sumber-sumber kekayaan ini. Raja dan elite orang kaya di kerajaan maritim memiliki hak monopoli atas perdagangan sumber kekayaan mereka.

Kedudukan ekonomi itu berkaitan dengan kedudukan politik-militer, dalam arti dipakai untuk menjamin kedudukan itu dan tidak semata-mata bagi kedudukan ekonomi. Juga kadang kala ada saudagar kaya yang diberi jabatan dalam kerajaan, bahkan dikawinkan dengan keluarga raja.

KALAU rajanya berkedudukan kuat, seperti Sultan Mahmud dari Malaka (1488-1511) atau Iskandar Muda dari Aceh (1607-1636), saham terbesar perdagangan berada di tangannya. Tetapi jauh lebih sering kekuasaan praktis berada di tangan elite -- para orang kaya, yang tentunya menguasai perdagangan pula. Istilah orang kaya sendiri ("pembesar") sudah menunjukkan struktur kurang hierarkis antara raja dan elite; berlainan dengan istilah priyayi yang adalah "adik raja" bagi elite kerajaan agraris.

Perbedaan dua tipe elite itu disebabkan oleh perbedaar dasar ekonomis mereka. Kekayaan dan sumber penghasilan perdagangan para orang kaya, di kerajaan maritim, jauh lebih mobil dibanding kekayaan yang diperoleh dari tanah dan upeti petani. Uang dan harta selalu, bila perlu, dapat dipindahkan ke luar atau disembunyikan, sedangkan tanah atau upeti lebih mudah berada di bawah pengawasan raja di kerajaan agraris.

Ketidakberdayaan raja dan elite kerajaan maritim, terhadap pengawasan harta mobil, itu terungkap dari kenyataan…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

R
REVOLUSI INDONESIA DALAM FILM-FILM
1990-11-10

Salim said mengupas perkembangan film indonesia. dikupas berbagai jenis film yang berkaitan dengan sejarah revolusi…

D
DARI RAMAYANA SAMPAI RENDRA
1990-11-10

Sejarah dan perkembangan taman ismail marzuki. muncul aktor dan aktris, sejumlah sutradara dan kelompok-kelompok teaternya.…

P
PERISTIWA "MANIKEBU": KESUSASTRAAN
1988-05-21

Kesaksian goenawan mohamad tentang peristiwa manifes kebudayaan (manikebu) di tahun 1960-an. manikebu kemudian diserang pki…