HARI-HARI DI BAWAH TANAH ...

Edisi: 24/17 / Tanggal : 1987-08-15 / Halaman : 03 / Rubrik : REF / Penulis :


TIDAK terlalu lama sebelum Jepang menyerah, ada beberapa kelompok yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Adam Malik, dalam bukunya Riwayatdan Perjuangan Sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, menyebutnya sebagai "kekuatan-kekuatan revolusioner".

Di antara kelompok-kelompok itu, yang diakui sejarah ialah grup Sukarni, yang berbasis di Sendembu (Bagian Propaganda) Angkatan Darat ke-16, grup Sutan Sjahrir, grup mahasiswa yang diwakili Chaerul Saleh, dan grup Angkatan Laut. Angkatan Laut ini angkatan laut Jepang -- terutama yang di Bukanfu, tempat kami bekerja, yang terdiri dari orang-orang Indonesia, dan yang para anggota utamanya merupakan lulusan Dokoritsu Juku (Sekolah Kemerdekaan). Dengan kata lain, Dokoritsu Juku adalah cikal-bakal kelompok ini, dan memainkan peranan penting dalam mewujudkan cita-cita kemeldekaan ke arah proklamasi.

Dokoritsu Juku dibentuk di masa krisis. Di saat posisi perang Jepang memburuk, pemerintah pendudukan makin memerlukan kerja sama orang Indonesia. Di waktu yang bersamaan, mereka tak dapat lagi mengabaikan soal kemerdekaan. Sampai waktu itu, Jepang masih mempertahankan desain besar: wilayah-wilayah berpenduduk jarang, seperti Sulawesi dan Sumatera, dikuasai secara permanen dan penduduknya dijadikan komin ("rakyat Kaisar"), sementara wilayah-wilayah berpenduduk rapat, seperti Jawa dan Madura, diberi otonomi yang tinggi. Dalam desain itu, kemerdekaan tidak dipertimbangkan secara resmi. Orang Indonesia boleh saja membicarakannya di kalangan sendiri, asal tidak secara terbuka. Tetapi posisi perang Jepang yang terus-menerus merosot memaksanya mengubah sikap, seperti yang dicerminkan dalam pernyataan Koiso pada 17 September 1944.

Statemen Koiso itu menyebabkan reaksi yang luas. Memang, umumnya orang Indonesia menganggapnya hanya menunjukkan sedikit kemajuan lantaran, paling tidak, Jepang sudah menjanjikan kemerdekaan Indonesia "di masa datang yang dekat". Tetapi setelah keluarnya pernyataan itu, bukan saja orang-orang terkemuka seperti Soekarno dan Hatta, tapi juga para pemuda, mulai bicara tentang kemerdekaan secara terus terang -- dan itu tentu saja mempertinggi semangat mereka. Statemen Koiso memuat lima anjuran:

1. Saat pemberian kemerdekaan tidak boleh dibicarakan. 2. Walau pemerintah Jepang mengizinkan persiapan tak resmi untuk mempelajari masalah kemerdekaan di kalangan penduduk, kegiatan resmi untuk kemerdekaan sendiri tidak diperbolehkan. 3. Partisipasi politik di kalangan orang Indonesia harus didorong. 4. Semangat kemerdekaan mesti dipupuk di antara penduduk, dan propaganda untuk itu harus dilaksanakan. 5. Penggunaan bendera dan lagu kebangsaan nasional akan diakui.

Alih-alih dari adanya petunjuk Pemerintah Pusat, pelaksanaan ketentuan itu mencerminkan kenyataan yang berbeda-beda dalam karakteristik dan gagasan. di kalangan pemerintah militer di stiap daerah Angkatan Darat ke-25 di Sumatera, Angkatan Darat ke-16 di Jawa dan Madura, dan Angkatan Laut di bagian-bagian lain Indonesia. Di samping itu, di Tokyo sendiri Angkatan Darat dan Angkatan Laut sedang berada dalam konflik, dan itu lebih jauh mempengaruhi elaksanaan ketentuan itu di Indonesia.

Ada pula kenyataan bahwa orang Jepang. baik di Tokyo maupun di Indonesia. umumnya cenderung mengangga rendah orang Indonesia, khususnya orang Borneo (Kalimantan), Celebes (Sulawesi), dan Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara). Sebagian kekuasaan militer di Indonesia, dalam pada itu, menginginkan konsentrasi pikiran kepada perang tanpa diganggu keruwetan politik. Jadi, mereka cenderung mengelak sejauh mungkin dari soal kemerdekaan.

Walau begitu, orang-orang Jepang di Indonesia merasa mempunyai kewajiban melakukan sesuatu mengenai kemerdekaan, sehubungan dengan pernyataan Kosio dan sernangat yang semakin meluap dari penduduk yang menginginkannya. Di Jawa, perluasan partisipasi politik sudah dilaksanakan. Ini, sudah dapat diduga. dianggap pihak Indonesia sebagai kesengajaan orang Jepang untuk mengganti pengakuan kemerdekaan. Promosi partisipasi dalam politik memang mudah bagi pihak Jepang sudah merupakan kebijaksanaan, dan karenanya kebijaksanaan baru ini hanya berarti penambahan jumlah orang Indonesia yang berpartisipasi dalam administrasi -- misalnya dengan memperbanyak jumlah residen dan anggota Dewan Penasihat dari orang Indonesia, dan menunjuk orang-orang Indonesia untuk membantu semua direktur di setiap departemen Guisenkambu. Kebijaksanaan untuk meluaskan Chuo-Sangi-in (Dewan Penasihat Lokal) cocok pula dengan konsep yang baru. Juga tidak sukar untuk mempropagandakan aspirasi kemerdekaan melalui radio dan publikasi.

Dalam pada itu, peluasan Giyugun (Barisan Sukarela) diharapkan tidak hanya efektif bagi keperluan propaganda Jepang. tapi juga berguna bagi kekuatan perang -- baik langsung maupun tidak seandainya Sekutu menyerang. Lalu ada pula barisan sukarelawan Islam, Hizbullah yang merupakan hasil pemberian pedoman Jepang, dan yang nanti terbukti gagah berani dalam berjuang melawan Belanda.

Di samping itu. Jepang juga memperalat diri dengan beberapa tindakan -- seperti pembentukan asosiasi suporter untuk Giyugun dan Heiho dan sistem bantuan untuk romusha (kerja paksa). Dalam kenyataan, hanya itulah yang dapat dilakukan Jepang. Sewajarnyalah, karena itu, bila orang-orang Indonesia menunjukkan ketidakpuasannya dalam beberapa cara. Misalnya saja keluhan, Jepang menyanggupi akan memberi kemerdekaan bagi Indonesia. Kapan?" Padahal, seperti sudah disebut, Jepang tidak punya maksud untuk menjelaskan waktunya. Ketidakpuasan semacam ini secara terbuka dikemukakan orang-orang Indonesia. Karena itulah kami berpikir, Sesuatu harus dilakukan.

Di saat kecurigaan Indonesia terhadap sikap ragu Jepang berubah menjadi sikap kritis, Maeda memberi tahu kami. Katanya Jepang berjanji mengakui kemerdekaan Indonesia di kemudian hari. Dan ini akan terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Secara konsekuen kami harus secara tergesa-gesa membenahi para pemimpin Indonesia yang dapat menjadi inti bangsa ini setelah kemerdekaan. Maeda tidak sependapat bahwa kami harus mendirikan sekolah untuk mendidik anak-anak muda bagi persiapan kemerdekaan. Ia menyampaikan pendapatnya itu ke Sato, Yoshizumi, dan saya sendiri sebelumnya.

Akhirnya, tiba juga waktunya. Seperti biasanya, Maeda tidak menyebut secara terinci pelaksanaannya tapi kami secepatnya mengerjakan persiapan-persiapan. Pertama-tama kami menghubungi Subardjo, orang yang paling dekat dengan kami. Ia menyetujui rencana kami, dan mengatakan. "Ini ide yang baik. Kami akan mencari anak-anak muda yang cakap. Dengan cepat Subardjo menemukan beberapa pemuda melalui koneksinya dan membawanya kepada kami.

Kaigun Bukanfu, tidak seperti Gunseikambunya dalam Angkatan Bersenjata, tidak punya kekuasaan di Jawa -- jadi tidak dapat merekrut orang melalui aparatur administrasinya. Karena Subardjo meminta kepada para pemimpin Indonesia, siapa-siapa yang pantas direkrut, saudara-saudara dan teman-teman para pemimpin inilah yang terpilih di antaranya. Saya ingat, remaja yang terkumpul berjumlah 30-an.

Maeda memberi nama sekolah itu Yosei Juku. Bila ditanyakan asal-usul nama itu, dia menjelaskan bahwa yosei adalah kata pertama dari instruksi Kaisar Jimmu. Menurut Kojien (kamus), yang diterbitkan oleh Iwanami Shoten, yosei berarti "untuk mengusahakan keadilan". Memang mungkin Maeda memilih nama ini, karena ucapannya sama seperti ucapan yosei yang artinya 'mendidik'.

Apa pun alasannya, kurang masuk akal untuk menuntut orang-orang Indonesia mempergunakan nama Jepang seperti itu. Waktu itu, Jepang memang memaksakan pemakaian bahasa mereka oleh orang Indonesia. di samping pemberian hormat dengan membungkuk ke arah istana di Tokyo. Itu menyebabkan banyak kebencian. Indonesia mau saja mengambil apa yang baik dari cara hidup Jepang, dan mau meminta pertolongan orang Jepang, tetapi mereka menunjukkan rasa kontra yang kuat terhadap Japanisasi.

Demikian juga dalam hal sekolah. Walau Jepang mendirikannya sebagai tindak kebaikan kepada orang Indonesia. sekolah itu tidak akan menarik penduduk bila menyandang nama Jepang. Yoshizumi, orang aktif dan pemberani mengusulkan, "Bila Maeda menyukai nama Yosei Juku, biarkan saja. Tetapi selama menyangkut kita, marilah kita pakai nama Indonesia. Saya setuju. Lagi-lagi kami menghubungi Subardjo -- yang akhirnya menyarankan nama Sekolah untuk Kemerdekaan Indonesia atau Asrama Indonesia Merdeka. Ini bisa disingkat menjadi Dokuritsu Juku dalam bahasa Jepang.

Sebelum pernyataan Koiso dikeluarkan, orang Jepang tidak memakai ungkapan dokuritsu dalam bahasa Jepang ataupun merdeka dalam bahasa Indonesia. Sedang kata Indonesia merupakan tabu resmi. Bagi orang asing mungkin tidak begitu penting apakah indonesia dipakai atau tidak, tetapi ini sangat penting bagi orang Indonesia. Walau orang Jepang sudah memakai kata resmi the East Indies. para pemimpin Indonesia masih sering meminta mereka menggantinya dengan Indonesia. Waktu perkumpulam-perkumpulan Putera dan Jawa Hokokai dilembagakan, para pemimpin meminta agar Indonesia ditambahkan pada nama organisasi-organisasi itu. Itu ditolak secara teguh. Seperti telah diduga, nama Asrama Indonesia Merdeka sangat menarik penduduk. Lembaga ini berhasil merekrut banyak kaum muda yang cakap.

Masalah berikutnya: bagaimana mengurus asrama itu. Karena persoalan ini dipercayakan kepada Yoshizumi dan saya, kami membahasnya bersama-sama dan setuju untuK menyerahkan pengelolaannya kepada orang Indonesia sendiri, dengan Subardjo sebagai penanggung jawab. Tetapi waktu hal itu kami katakan kepada Subardjo, dia menganjurkan kami memilih orang yang lebih muda, yang tidak terlalu dekat dengan Jepang seperti dia, dan yang dapat menghubungi para pelajar dengan langsung. Alasannya: dia bekerja di kantor cabang Lembaga Riset Bekanfu, di samping sudah agak tua.

Akhirnya kami menunjuk Wikana -- yang pernah bekerja di kantor cabang -- sebagai kepala sekolah. Wikana, dengan memakai nama Sunoto, pernah ditangkap Belanda sebelum Perang, dengan tuduhan memimpin gerakan kaum muda.

George Kanahele menyebutkan, dalam tesis doktoralnya, The Japanese Occupation of Indonesia: Prelude to Independence, bahwa Subardjo tidak mengetahui backgroud Wikana. Ini tidak benar. Subardjo-lah yang menceritakan kepada saya latar belakang Wikana dan waktu dia sedang bekerja di kantor cabang bagian riset Bukanfu, saya minta dia membikin suatu tulisan mengenai gerakan-gerakan pemuda, dengan referensi Wikana.

Saya bersimpati kepada Wikana karena punya pengalaman sama: ditahan polisi. Memang, Wikana mempunyai peranan dalam mengorganisasi kelompok-kelompok pemuda, mengambil alih sarana-sarana umum, dan membangun basis Republik Indonesia, segera setelah deklarasi kemerdekaan. Beberapa waktu kemudian, dia menjadi anggota senior Partai Komunis. Belum diketahui benar apakah ia masih hidup ataukah sudah terbunuh/menghilang setelah Peristiwa 30 September.

Kalau kita melihat ke belakang, saya anggap memang terlalu gegabah menggunakan Wikana dilihat dari karier sebelumnya. Tetapi saat itu, bagaimanapun, saya hanya berpikir. "Para sesepuh kita tidak akan tahu karier Wikana kalau kita tidak dengan sengaja memberi tahu mereka. Kita hanya akan melihat…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

R
REVOLUSI INDONESIA DALAM FILM-FILM
1990-11-10

Salim said mengupas perkembangan film indonesia. dikupas berbagai jenis film yang berkaitan dengan sejarah revolusi…

D
DARI RAMAYANA SAMPAI RENDRA
1990-11-10

Sejarah dan perkembangan taman ismail marzuki. muncul aktor dan aktris, sejumlah sutradara dan kelompok-kelompok teaternya.…

P
PERISTIWA "MANIKEBU": KESUSASTRAAN
1988-05-21

Kesaksian goenawan mohamad tentang peristiwa manifes kebudayaan (manikebu) di tahun 1960-an. manikebu kemudian diserang pki…