Nyaman Di Celah Kantung Pemerintah
Edisi: 39/16 / Tanggal : 1986-11-22 / Halaman : 74 / Rubrik : EB / Penulis :
HADIAH ulang tahun ke-40 bagi Aburizal Bakrie sekali ini cukup istimewa. Manajer puncak kelompok Bakrie & Brothers itu, pekan lalu, mendapat trofi Orang Muda Berkarya Internasional (The Outstanding Young Persons of the World 1986) dari Junior Chambers (Jaycees) International. Sebuah trofi berupa bola dunia disanggah dua telapak tangan keemasan itu diterimanya dalam sebuah upacara meriah di Nagoya, Jepang, ribuan kilometer jauhnya dari tempatnya merintis usaha.
Jaycess memang tak dikenal di sini. Bobot pemilihannya atas Ical -- begitu Aburizal disapa -- dan enam anak muda berusia di bawah 40 tahun lainnya, barangkali, bisa dilihat dari nama-nama tim jurinya. Di situ duduk, antara lain, Reijiro Hattori (Presiden Hattori Seiko Ltd., penghasil komputer dan iam Seiko) dan Valery Giscard d'Estain (bekas presiden Prancis). Juri memilih Ical, tentu, bukan karena dia anak sulung Achmad Bakrie, pengusaha dan pendiri Bakrie & Brothers. Dia dipilih karena setidaknya dianggap bisa menunjukkan kewirausahaannya yang jauh dari bayang-bayang sang ayah.
Tapi harus diakui, kharisma dan lingkungan berusaha yang diletakkan Bakrie senior cukup besar peranannya. Ical, yang bisa dianggap sebagai salah satu penerus kelompok usaha Bakrie, tentu, tak harus mengulang saat-saat perintisan sang ayah, 40 tahun lalu, sebagai komisioner perdagangan kopi dan lada. Dasar-dasar bakal munculnya sebuah perusahaan besar dari kelompok itu, yang kini menaungi 14 suku usaha dan memberi hidup 10.000 orang, memang sudah diletakkan Achmad Bakrie -- kini 70 tahun. Orang kini bisa melihat dari kelompok Bakrie, selain pipa dihasilkan pula cokelat dan karet.
Dari industri pipanya, tahun lalu, perputaran uang kelompok Bakrie mencapai Rp 40 milyar. Perkebunan karetnya di Sumatera (cokelat dan kelapa belum menghasilkan) perputarannya Rp 32 milyar. Bakrie & Brothers sendiri Rp 20 milyar. Tulang punggung bisnis kelompok ini, sekarang, memang berada di sektor perkebunan dan pipa. "Karena pelbagai alasan, perputaran usaha di pipa turun banyak. Kalau tahun ini bisa mencapai Rp 30 milyar saja bagus," ujar Aburizal, Executive Vice President Bakrie & Brothers.
Industri pipa memang jadi kebanggaan Bakrie, karena sudah dirintis sejak 1959 dengan menghasilkan pipa ukuran 1,5 inci. Dari situ usahanya terus berkembang hingga bisa menghasilkan pipa 16 inci. Jarang orang pribumi yang mulai merintis usaha di masa penuh pergolakan bisa bertahan seperti Achmad Bakrie. Yang kini masih bisa bertahan dan tetap aktif mengendalikan usaha, di antaranya, tinggal Soedarpo Sastrosatomo, Fritz Eman, Hasjim Ning, dan Eddy Kowara. Nama besar pengusaha macam Rahman Tamin dan Sidi Tando, mungkin karena kurang menyiapkan generasi penerus, seperti tercoret dari percaturan bisnis para raksasa di sini.
Kini, setelah 20 tahun usia Orde Baru, orang berkenalan dengan sejumlah raksasa baru, seperti Liem Sioe Liong, Tan Siong Kie (grup Roda Mas), Go Swie Kie (Gunung Sewu), William Soeryadjaya (Astra), Go Ka Him (Dharmala), Eka Wijaya (Sinar Mas), Agus Nursalim (Kedaung), Djuhar Sutanto (Indocement), maupun Mochtar Riady (grup Lippo). Skala usaha mereka umumnya sudah ratusan milyar rupiah. Bidang usaha mereka ada di hilir sampai hulu. Bahkan pengusaha seperti Liem Sioe Liong, kini, juga sudah melebarkan sayap ke luar negeri.
Selain mereka, muncul pula kelompok usaha seperti Tri Usaha Bakti, Propelat, maupun Dharma Putra Kostrad. Minyak, yang harganya melesat terus sejak tahun 1974, harus diakui, banyak berperanan dalam mendorong pertumbuhan usaha mereka. Tak banyak orang membayangkan migas, yang di 1973-1974 hanya memberikan sumbangan Rp 344 milyar, dua belas tahun kemudian memberikan andil hingga Rp 11 trilyun lebih untuk APBN. Wajar bila pengusaha yang memperoleh banyak proyek pemerintah -- setidaknya yang mendapat fasilitas dan proteksi -- tumbuh dengan cepat. Dan dengan cepat pula mereka melakukan diversifikasi.
Apakah mereka pengusaha tangguh? Menurut Kwik Kian Gie, Ketua Dewan Direktur Institut Manajemen Prasetiya Mulya, pengusaha hakikatnya adalah orang yang menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhl kebutuhan masyarakat dengan mendapat imbalan. Di sini, kata dia, kebanyakan mereka bukan berasal dari kekuatan bisnis murni. Singkat kata, mereka bisa besar, "Karena mereka menyuplai barang dan jasa kepada pemerintah," ujarnya.
Selama cara mereka mengadakan barang dan jasa dilakukan dengan persaingan sehat, Kwik beranggapan kehadiran pengusaha jenis ini tidak akan mengganggu. Tapi kalau mereka sudah menjadi sekadar pemburu rente, denan menjadi importir atau distributor tunggal, soalnya bisa lain. "Saya banyak mendengar proses seperti itu tapi belum menemukan buktinya," katanya.
Memang, pemerintah bisa saja beralasan beleid penunjukan importir, distributor tunggal, atau membatasi masuknya barang impor itu dilakukan untuk melindungi industri lokal. Dalam soal mengendalikan tata niaga besi baja, misalnya, pemerintah menunjuk Giwang Selogam sebagai importir tunggal. Repotnya, ikhtiar proteksi semacam itu sering dituduh jadi penyebab ekonomi biaya…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…