Dua Tokoh Dengan Gelar Pahlawan
Edisi: 38/16 / Tanggal : 1986-11-15 / Halaman : 21 / Rubrik : NAS / Penulis :
SEBETULNYA tak ada yang luar biasa: Soekarno -- Hatta proklamator kemerdekaan Republik Indonesia. Kendati demikian, keluarga bekas Presiden Soekarno tetap tidak sanggup menyembunyikan rasa haru yang meliputi mereka ketika, hari Sabtu pekan silam, Presiden Soeharto menganugerahkan gelar Pahlawan Proklamator kepada Almarhum Soekarno dan Almarhum Mohammad Hatta. "Tidak ada kata-kata yang dapat melukiskan rasa penghargaan saya yang tinggi kepada pemerintah, khususnya kepada Pak Harto atas pemberian gelar Pahlawan Proklamator untuk Bung Karno," kata Nyonya Hartini, salah satu janda almarhum presiden pertama Indonesia yang hari itu mewakili keluarga besar Soekarno. Di luar Istana, lewat berbagai media, kawan maupun bekas lawan politik Soekarno semua sepakat melihat penghargaan itu sebagai hal yang amat wajar serta sudah pada tempatnya. "Gelar ini pantas bagi Bung Karno sebagai simbol pemersatu bangsa," kata Mohammad Natsir, bekas ketua partai Islam Masyumi, sebuah partai yang di tahun 1960 dibubarkan oleh Soekarno.
Di Istana Negara, keluarga Soekarno ternyata bukan cuma terharu dan berterima kasih, tapi juga mengeluhkan sesuatu. Rachmawati, putri Bung Karno, yang terus berusaha menyebarkan ajaran-ajaran ayahandanya, secara terus terang mengemukakan bahwa masih banyak soal di sekitar Bung Karno yang "belum jelas". Salah satunya, menurut Rachma, ialah ajaran Bung Karno sebagai "penyambung lidah rakyat". Atas nama keluarga, Rachma juga meminta Keputusan Presiden 081/1986, tentang penganugerahan gelar Pahlawan Proklamator kepada Soekarno-Hatta, dikukuhkan dengan Tap MPR. "Agar sebanding dengan Tap MPRS Nomor 32/1967 yang mengoreksi kepemimpinan Soekarno sebagai presiden," kata Rachmawati.
Belum diperoleh komentar pihak pemerintah, baik mengenai ajaran Bung Karno maupun mengenai kemungkinan diperkuatnya Kepres 081/1986 oleh MPR. Bisa diduga bahwa tidak bakal muncul tanggapan pemerintah mengenai kedua hal tersebut. Tapi ini sama sekali bukan berarti bahwa soal belum jelas di sekitar Soekarno, sebagai yang dikeluhkan Rachmawati. Bahwa gelar kehormatan bekas Presiden Soekarno adalah Pahlawan Proklamator, berarti pemerintahan Presiden Soeharto menganugerahkan gelar kehormatan kepada Soekarno bukan sebagai presiden, atau sebagai seorang yang mempunyai ajaran-ajaran yang isinya, menurut Ketetapan MPRS, masih harus diteliti, tapi ya sebagai pencetus proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Tapi Rachmawati tidaklah seluruhnya salah jika mengatakan bahwa masih banyak soal yang belum terjawab tentang Bung Karno. Dalam sejarah modern Indonesia tidak syak lagi, Ir. Soekarno adalah tokoh yang sangat, mungkin paling, kontroversial. Banyak soal di sekitar dirinya yang hingga kini masih menunggu tangan ahli sejarah untuk meluruskannya.
Yang paling akhir dari rentetan kontroversl itu terletak di seputar peranan Bung Karno dalam Peristiwa "Gerakan 30 September" di tahun 1965. Ketika Bung Karno baru saja meninggal dunia di bulan Juni 1970, Kolonel Durmawel Achmad, Sekretaris Kopkamtib, menjelaskan, "Soekarno memang benar terlibat secara sadar dengan Gerakan 30 September." Durmawel juga menjelaskan waktu itu, "Soekarno tidak mendapat gelar pahlawan karena masih dalam proses pemeriksaan hukum seperti yang dinyatakan dalam Surat Keputusan Presiden No. 44/1970." Sejarah kemudian tidak bisa membenarkan atau membantah pernyataan Durmawel, karena Soekarno meninggal dunia sebelum berkas perkaranya diajukan ke depan hakim.
Yang juga menimbulkan debat di kalangan para ahli sejarah adalah ditemukannya salinan surat-surat Soekarno kepada pemerintah kolonial Belanda yang dikirim dari penjara Sukamiskin ketika Soekarno ditahan sebagai pimpinan Partai Indonesia (Partindo). John Ingleson, sejarawan Australia yang menulis buku Road to Exile, menemukan salinan surat-surat Soekarno di arsip Belanda yang isinya memohon maaf atas kegiatan politiknya, serta janjinya untuk mengundurkan diri dari politik jika ia bisa dibebaskan dan diberi kesempatan untuk bebas dan bergiat hanya untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Sebagai jaminan bagi janjinya itu, surat-surat tersebut boleh diumumkan jika janji dilanggar. "Jika saya sedikit saja mengingkari janji, maka umumkanlah surat ini, dan segeralah asingkan saya, atau biarlah saya merasakan akibat pengingkaran janji itu. Mengingkari janji hanya akan merugikan saya. Surat ini, jika diumumkan, berarti kematian saya di kehidupan masyarakat." Begitu antara lain surat Soekarno sebagai yang terbaca salinannya dalam arsip Belanda.
Surat yang konon diberi kode confidential oleh Soekarno itu ternyata tidak berhasil membujuk pemerintah kolonial Belanda untuk membebaskannya. Dan justru karena itulah maka puluhan tahun kemudian orang meragukan keabasahan surat tersebut. Yang menarik ialah bahwa pada periode surat itu ditulis, pada saat Soekarno berada di penjara, Soekarno memang mengirimkan surat kepada pimpinan Partindo yang menyatakan dirinya keluar dari partai yang dipimpinnya tersebut. Kejadian itu menyebabkan timbulnya heboh serta meluasnya kekecewaan terhadap Bung Karno. Pada saat itulah Bung Hatta menyiarkan sebuah tulisannya yang berjudul "Tragedi Soekarno".
Tapi betulkah Soekarno menulis surat itu? Bisa diduga, muncul dua jawaban. John Ingleson yakin akan adanya surat itu. Rosihan Anwar juga berpendapat demikian. Rosihan mendukung pembenarannya dengan menghubungkan isi surat tersebut dengan watak sehari-hari…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?