MOSI DARI VILA CIPAYUNG

Edisi: 04/15 / Tanggal : 1985-03-23 / Halaman : 14 / Rubrik : NAS / Penulis :


RENCANA "pemberontakan" itu digodok di Cipayung, Bogor. Pada 10 Maret malam pekan lalu, berangkatlah mereka 18 orang tokoh pembangkang -- ke sebuah vila di Cipayung. Tujuan pertemuan:bagaimana cara terbaik, dan "teraman", menggulingkan kepemimpinan ketua umum DPP PPP J. Naro.

Pemrakarsa pertemuan: Syarifwddin Harahap, anggota Majelis Pertimbangan Pwsat (MPP) PPP, yang pertama mengibarkan bendera perlawanan menentang Naro. "Kami berhubungan lewat telepon, lalu sepakat untuk berkumpul di Cipayung, sambil memperingati hari keramat lahirnya Swpersemar," kata Mwzaini Ramly, bekas ketwa DPW PPP Jakarta yang ikut dalam kelompok 18 tersebut pada Musthafa Helmy dari TEMPO.

Tampaknya ke-18 orang itu ingin menumpang wibawa Supersemar. "Kalau 11 Maret 1966 melahirkan Orde Baru, pada 11 Maret 1985 kami bertekad untuk melahirkan PPP yang baru," kata Mwzaini, pemimpin sebwah pesantren di kediamannya, di Jalan Anyer, Jakarta Pusat. Sudardji, Achda, dan 16 tokoh yang mewakili - atau pernah mewakili beberapa DPW (dewan pimpinan wilayah) PPP dari beberapa daerah merupakan anggota kelompok 18 tersebut. Syah Manaf, ketua DPW Jakarta, didaulat memimpin pertemuan.

Setelah menginap semalam di Cipayung, 11 Maret sore mereka semua kembali ke Jakarta. Esoknya, Sudardji menjemput Syah Manaf di rumahnya di Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, untuk diajak ke DPR. Di sana telah menunggu para anggota kelompok 18 yang lain.

Karena sedang reses, gedung DPR waktu itu agak sepi. Siang itu belasan wartawan yang biasa bertugas di DPR diajak ke ruang sidang F-PP di lantai IV gedung DPR, dan ditraktir makan siang oleh Sudardji. Agak lain dari biasanya, enam anggota satpam DPR. menjaga pintu ruang nomor 425 itu.

Usai makan, konperensi pers dimulailah. Syah Manaf, 55, yang tampaknya dijagokan sebagai pimpinan oleh kelompok 18 orang itu, membuka acara. Pimpinan umum harian Pelita yang rambut dan kumisnya sudahmulai memutih ini dikenal aktif di NU Jakarta sejak 1950-an, dan dalam muktamar NU tahun lalu masuk dalam PB NU sebagai salah seorang ketua.

Tiga keputusan pertemuan Cipayung dibacakan Sudardji. Pertama, tidak mempercayai lagi kepemimpinan J. Naro sebagai ketua umum DPP PPP. Kedua, dipandang perlu adanya suatu "pelaksana kepemimpinan" yang menjalankan tugas orgamsasi agar tubuh partai tidak mandek. Ketiga, mendesak diadakannya muktamar luar biasani PPP, "Sebagai sarana untuk melakukan perbaikan menyeluruh dan mendasar terhadap konstitusi, program, dan kepemimpinan partai."

Sudardji, ketua fraksi PP yang dikenal suka bolak-balik menyeberang dari kubu Naro ke kubu Syarifuddin, mengakui bahwa tindakan mengeluarkan pernyataan sikap itu tidak ada dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. "Memang ini merupakan ekstrakonstitusi," katanya. "Namun, tubuh PPP sekarang ini 'kan semrawut," tuturnya.

Alasan keluarnya mosi tak percaya kepada Naro, antara lain, karena kepemimpinan Naro dianggap "tidak sesuai dengan demokrasi Pancasila". Selain itu, "mengabaikan prinsip musyawarah untuk mufakat", dan mencerminkan kepemimpinan sewenang-wenang serta otoriter. Semua ini tercakup dalam apa yang oleh 18 orang itu disebut sebagai "kesepakatan DPP dan DPW PPP tentang Pembangunan politik".

Setumpuk kecaman juga ditudingkan ke muka Naro. Ke-18 penanda tangan pernyataan ItU, misalnya, menuduh muktamar PPP Agustus 1984 telah menghasilkan keputusan yang bertentangan dengan undangundang. Naro dinilai telah memberi tempat pada "oknum-oknum yang berwawasan dan bersikap fundamentalis".

Sepuluh menit setelah konperensi pers usai, kubu Naro mengeluarkan tanggapan. Cepatnya reaksi itu, tampaknya, karena bersebelahan dengan kamar nomor 425 adalah ruangan sejumlah pendukung Naro. Beberapa pendukung Naro malahan ikut berdiri di pintu waktu konperensi pers berlangsung. Menurut pernyataan tertulis itu, acara Sudardji dkk. di luar tanggung jawab F-PP. "Pimpinan PPP tidak membenarkan penggunaan fasilitas fraksi untuk keperluan pribadi Sudardji yang tidak jelas itu," kata wakil ketua F-PP Effendi Somad dan wakil sekrctaris F-PP Ramli Nurhapi.

Kutukan pun beramai-ramai dilontarkan ke kubu pemberontak. "Mereka itu orangorang frustrasi," kata sekjen DPP PPP Mardinsyah. Syarifuddin Harahap, kata Mardinsyah, kecewa karena dalam muktamar I PPP tidak memperoleh kursi wakil ketua bidang ekuin yang diharapkannya. Sedangkan Achda mendongkol karena cuma memperoleh pos wakil ketua departemen luar negeri, padahal yang diharapkannya kedudukan sekjen.

Kepemimpinan Naro, kata Mardinsyah, mantap. Seluruh wilayah dan cabang telah memberikan dukungan kepada kepemimpinan Naro. Hingga pekan lalu telah ada 17 wilayah yang telah melakukan konperwil (konperensi-wilayah).

Sikap Ridwan Saidi, ketua Departemen Organisasi, Keanggotaan, dan Pemilu DPP PPP, lebih keras. Menurut dia, ke-18 orang penandatangan kesepakatan itu tak berhak berbicara mengenai muktamar luar biasa karena bukan dari unsur DPC (dewan pimpinan cabang). Menurut anggaran dasar partai, yang berhak meminta musyawarah luar biasa memang DPC. Ridwan menilai Sudardji "orang yang bermuka tebal" karena tidak malu-malu setiap kali minta maaf. "Tapi kali ini dia sudah tak akan dimaafkan lagi. Pasti dia akan out, keluar seperti Syarifuddin dan Achda." Kalaupun diadakan muktamar luar biasa, kata Ridwan, "Naro pasti menang lagi." Ridwan tak lupa menyindir "hubungan erat".

Syarifuddin, Achda, dan Sudardji dengan ketua SOKSI Suhardiman. "Silakan Sudardji masuk SOKSI," katanya ketus.

Ridwan rupanya sangat gusar…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?