Matinya Raja Anwar

Edisi: 15/15 / Tanggal : 1985-06-08 / Halaman : 29 / Rubrik : SEL / Penulis :


NEGERI aneh, memang. Terletak di Benua Eropa - wilayah yang kemilau dengan berbagai kemajuan - tanah air yang satu ini terkungkung bagai daerah suku terasing di kawasan reservasi. Rakyatnya hidup terpisah dari dunia luar, di balik tembok politik isolasi yang tebal, dan papa - walau tak diwajibkan membayar pajak. Rasa tertekan dan ketakutan, ibarat kata, adalah udara yang mereka hirup sehari-hari.

Toh negeri itu bernama "negara rakyat". Komunisme, dengan semangat internasionalisme yang terkenal itu? Bukan. Komunisme mereka dari jenis yang tertutup - jauh lebih menguncup dari sikap introver RRC zaman Mao. Mereka nyata tak suka pada internasionalisme - bahkan bersemangat antiasing dengan pengertian paling harfiah. Rasialisme, dan ketegangan etnis yang menekan kaum minoritas dalam negeri, adalah angin kericuhan sehari-hari yang sah.

Komunisme di sana, yang tak purlya kiblat, adalah paham yang justru benci Uni Soviet dan benci Cina. Mereka bilang, merekalah komunis paling murni. Paham materialisme memang telah mereka lengkapkan pula: agama bukan cuma bahan nistaan, tapi sekaligus larangan.

Negeri garang itu, yang - dikatakan - kaya dengan gagasan puisi, terletak di pesisir Laut Adriatik yang paling teduh. Dan itulah Albania, Albania yang dikenal jelita.

Albania? Ya, kawan lama yang puluhan tahun tak melayangkan berita. Sejarah bangsa-bangsa pernah memperkenalkannya sebagai sebuah tonggak. Di sana bermukim bangsa Illyria, bangsa tertua di Eropa. Juga sejarah kebudayaan Islam mencatatnya sebagai anggota warganya. Dan Karl May, lewat novel petualangan tentang Kara ben Nemsi, mengakrabkannya dengan para remaja. Tetapi pada zaman akhir, kawan lama itu menutup diri. Tiada wartawan yang pernah mampu menyingkapkan tabir untuk menjual berita. "Tak ada apa-apa yang bisa kaulihat," jawaban biasanya datang dari seberang dalam. Itu bukan saran, tapi kalimat lain dari: "Tak usah kau kemari." Dan orang pun kemudian memang tidak ke sana.

Sampai kemudian, negeri yang luasnya hanya 28.748 km2 dan berpenduduk kurang dari tiga juta jiwa itu tiba-tiba menarik perhatian kembali. Yakni ketika pemimpin besarnya, Enver Hoxha namanya, meninggal akibat penyakit jantung dan gula, April yang lewat. Enver Hoxha, yang namanya susah diucapkan (dan ternyata cuma Anwar Hoja), penguasa selama 42 tahun - masa yang lebih panjang dari usia Republik Rakyat Albania sendiri - dan berusia 76 tahun ketika mati, memang pokok pangkal segala yang khas di sana.

Ia suka mondar-mandir dalam politik - tidak dalam arti berdiplomasi ke sana ke sini, tapi mencari-cari tempat parkir yang cocok. Pada masa awal kemerdekaan, waktu Republik Rakyat baru diproklamasikan, Hoja membawa Albania dalam suasana bersahabat dengan Yugoslavia, negara tetangganya yang dipimpin Joseph Broz Tito. Kerja sama ekonomi dikuatkan, politik diselaraskan, dan kesatuan-kesatuan militer menjalani masa bulan madu. Pada masa pra-kemerdekaan keduanya memang berjuang bahu-membahu.

Namun, masih di sekitar masa awal republik komunis, ketika Stalin menuding Tito bersama Yugoslavianya sebagai "revisionis", Hoja banting setir: dengan sadar ia menyundut sumbu permusuhan dengan negara tetangganya.

Ketahuan, Hoja sebenarnya memang umat Stalin - yang kaku pula. Itulah sebabnya ketika orang kuat Uni Soviet Khrushchev menjalankan destalinisasi pada 1961, ia berang - dan serta merta mengikrarkan permusuhannya dengan Rusia, kawan sejak 1948. Dan sebagai gantinya ia berpaling ke Republik Rakyat Cina, negara musuh Rusia yang ketika itu lagi garang-garangnya di bawah Mao Zedong. Tapi kisah cinta dua negara komunis ini pun tidak langgeng bisa ditebak. Menjelang akhir Perang Vietnam, ketika Cina bersengketa dengan negeri terakhir itu, Hoja jatuh simpati kepada negara yang lagi berusaha mempersatukan bagian-bagiannya yang di utara dan selatan itu. Maka, ia pun membenci RRC, dan seluruh Albania jadi anti-Cina. Persahabatan 10 tahun lebih bubar dalam sekejap.

Ini belum bagian akhir. Menambal kerusakan ekonomi dalam negerinya akibat pemutusan hubungan dengan Cina, tiba-tiba ia merasa perlu membuka beberapa celah Albania: angin Barat bisa masuk, sedikit. Pada masa akhir hidupnya malah ia kelihatan bermain mata dengan Italia, Yunani - yang juga tetangganya - dan Prancis. Yugoslavia, "kawan-musuh" lama, termasuk pula yang didekati. Siapa yang tahu selera si Anwar.

* * *

Nama Anwar itu sendiri menunjukkan bahwa si Anwar punya latar belakang Islam. Dan Islam, harap diketahui, adalah agama mayoritas di kalangan orang Albania yang hanya separuhnya berada di Albania - sisanya menetap di Yugoslavia, negeri yang juga punya jumlah besar penduduk Muslim, Yunani, atau Italia. Pada awal sejarah modern, pun kawasan ini tercatat dikuasai para bey, kepala suku dan pemilik tanah dengan gelar model Turki. Pada tahun 1925 Ahmed Bey Zogu, dengan bantuan Amerika Serikat, berhasil menancapkan kekuasaan di wilayah itu: ia diangkat sebagai presiden.

Lima tahun kemudian ia menobatkan dirinya menjadi raja. Bey yang satu ini mengharapkan bisa membentuk dinasti, rupanya, maka jauh-jauh hari ia sudah menyebut dirinya Raja Zog I.

Nyatanya, tak sampai satu dasawarsa ia bisa bermain raja-rajaan. Pada Perang Dunia II, ketika pada 1939 Italia menyerbu dan mencaplok Albania, Raja Zog lari lintang pukang. Dan kaum komunis, yang mengambil alih perlawanan terhadap agresi Mussolini itu, memecatnya - sebagai presiden, bukan sebagai raja.

Pada 7 April 1939 Mussolini resmi menguasai Albania. Dengan backing Nazi Jerman, Italia menyatakan kawasan itu sebagai bagian dari negaranya, seperti juga sejumlah negara Eropa di bawah Jerman. Perlawanan menghadapi penjajahan tentunya muncul di mana-mana, tapi yang dicatat adalah kelompok cendekiawan komunis, yang umumnya mendapat pendidikan di luar negeri, yang segera membentuk kesatuan-kesatuan perlawanan. Merekalah yang kemudian membangun Partai Komunis Albania, November 1941.

Bahu-membahu dengan partisan komunis Yugoslavia dan Yunani, para pejuang Albania menentang fasisme. Dan September 1942 ketiga kelompok besar itu membentuk Front Pembebasan Nasional (LNC). Kemudian, dari awal sampai pertengahan 1943, Italia terpukul di mana-mana - juga di Albania. Saat itu kelompok partisan di bawah bendera LNC, yang untuk mudahnya saja dianggap seluruhnya komunis, berhasil membebaskan sebagian besar wilayah Albania dan mendapat dukungan sangat luas di seluruh negeri.

Tapi September 1943 Jerman masuk Albania. Sebagian besar kota jatuh. Dan Albania kini beroleh giliran menjadi bagian dari Jerman Raya. Tak seluruh Albania, tapi. Di kawasan pedalaman, para pejuang punya kekuatan yang memang berakar dari rakyat, hingga praktis tak ada tentara Jerman berani menjarah sampai ke…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…