Siapa Yang Melahirkan Penjahat ?

Edisi: 28/15 / Tanggal : 1985-09-07 / Halaman : 46 / Rubrik : SEL / Penulis :


PEMAHAMAN kita tentang kejahatan diam-diam menyerimpung beberapa doktrin yang sudah mapan. Belum lama ini, para kriminolog masih beranggapan bahwa sebab musabab timbulnya tindak kejahatan hampir seluruhnya akibat sikap lingkungan sosial yang keliru. Selalu ada cela lingkungan untuk dituding: keluarga yang tidak serasi, yang retak atau porak peranda, sekolah yang tak efektif, gang antisosial, dan pengangguran.

Para kriminolog dengan kening berkerut, sama seriusnya dengan para mahasiswa ilmu sosial, berpegang kukuh pada diktum sosiolog-Prancis terkenal Emile Durkheim: fakta sosial tentunya harus ada penjabaran sosial. Teori atau pandangan sosiologis terhadap kejahatan sah dan tak tersangkal mendukung sikap para pembuat editorial, komentator, politisi, dan sebagian besar khalayak yang merasa dirinya terkait dengan permasalahan tersebut.

Saat ini, jurnal dan karya ilmiah yang berkali-kali diulang kaji memberikan gambaran yang berbeda. Berbagai faktor sosiologis tetap tak dilepas, tapi perkaranya semakin jelas bagi para ahli bahwa kejahatan adalah hasil interaksi antara faktor sosial dan faktor biologis tertentu, khususnya pada para pelaku yang - karena berulang - kali melakukan tindak kejahatan - menjadi gangguan tetap bagi keamanan umum.

Pandangan itu masih tetap kontroversial jawaban terhadap pertanyaan "apakah penjahat itu dilahirkan atau diciptakan" semakin menjurus pada kedua-duanya. Sebab musabab kejahatan terletak pada kombinasi ciri atau perangai yang cenderung bersifat biologis, yang disalurkan oleh lingkungan sosial ke kebiasaan atau tindakan kriminalitas. Ciri perwatakan itu sendiri tidak langsung menjurus ke tindak kejahatan. Lingkungan juga tidak membuat setiap orang jadi penjahat. Tetapi keduanya secara bersama menjadikan tiap penduduk bertanggung jawab terhadap guncangan kejahatan di jalan-jalan dan tempat-tempat umum.

Upaya pembuktian tentang "kerja sama" faktor biologis dan sosiologis dalam melahirkan seorang penjahat bisa disimak lebih mendalam dalam buku Crime and Human Nature karangan Richard J. Herrstein dan James Q. Wilson, yang akan terbit September ini. Keduanya dari Universitas Harvard, masing -masing guru besar sosiologi dan ilmu pemerintahan. Bagian yang kami turunkan di sini adalah hasil adaptasi The New York Times Magazine atas buku tersebut.

Bukti-bukti bahwa bakat kriminal memiliki akar lebih dalam ketimbang faktor lingkungan sosial acap kali mendapatkan pembenaran. Tapi ilmu sosial, sampai tahun-tahun terakhir, mengabaikan implikasi-implikasinya. Sejauh yang ditunjukkan oleh catatan-catatan yang ada, kejahatan, di mana saja dan sepanjang sejarah, menjadi tempat pelarian kaum lelaki muda. Apakah kemungkinan ditangkapnya laki-laki 20 kali lebih besar ketimbang rekannya yang wanita, seperti yang terjadi di Malawi atau Brunei, atau hanya empat berbanding enam kali, seperti di AS atau Prancis. Perbedaan jenis kelamin di dalam statistik kejahatan bersifat universal - kurang lebih sama. Dalam segi perbedaan umur, usia 18 tahun kadang-kadang empat kali lebih banyak melakukan tindak kejahatan ketimbang usia 40 tahun. Di AS, sekitar separuh dari pelaku kejahatan serius yang tertangkap tangan terdiri dari mereka yang berusia 20 tahun atau lebih muda.

Mudah melakukan penjabaran sosial sepenuhnya tentang pengaruh usia dan jenis kelamin bagi tindak kejahatan. Anak laki-laki biasanya dilatih oleh ayahnya dan masyarakat melakukan permainan lebih kasar dan agresif ketimbang anak perempuan. Si buyung diharapkan mengambil tindakan balasan, dan bukannya pulang sambil menangis terkaing-kaing. Anak laki-laki dari berbagai latar belakang budaya dituntut memikul tanggung jawab orang dewasa, menanamkan kepercayaan dan memantapkan kewibawaan, atau menghabiskan usia di bangku sekolah sampai ia menganggapnya bukan lagi suatu berkah. Untuk waktu yang lama, berbagai faktor ini dianggap keseluruhan kisah.

Toh akhirnya, universalitas perbedaan usia dan jenis kelamin dalam kejahatan menyadarkan sejumlah ilmuwan sosial tentang tidak masuk akalnya teori yang tak mau menjangkau peristiwa kemasyarakatan tertentu. Jika di dalam berbagai kebudayaan yang berbeda, Jepang dan Swedia, Inggris dan Meksiko ditemui perbedaan jenis kelamin dan usia, barangkali kita sudah sejak awal harus curiga ada hal mendasar yang terjadi sebelum orang tua memperlakukan si buyung dan si upik secara berbeda.

Ada apa dengan para bujang, para gadis, dan orang-orang tua dari berbagai jenis masyarakat, yang mendorong mereka menekankan, ketimbang memaksakan, perbedaan jenis kelamin? Kita yakin bahwa setiap masyarakat dengan tidak semena-mena menanamkan sikap agresif pada anak lelaki. Sehingga dari sini bisa dijelaskan mengapa jenis kelamin ini seperti dipersiapkan melakukan lebih banyak tindakan kriminalitas, kelak. Toh, dalam sejumlah kebudayaan, lelaki usia muda tidak menolak tanggung jawab orang dewasa. Akibatnya, mereka meninggalkan sekolah, membajak sawah dan ladang, dan tanpa kecuali mengabdikan diri kepada masyarakat.

Tapi itu tidak lagi diperlukan untuk menjawab pertanyaan tentang asal muasal bakat kriminal dengan argumen dan dugaan saja. Ada pembuktian. Tindak kejahatan pada umumnya, diakui, memiliki apa yang disebut komponen agresif. Eleanor Emmons…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…