SINTERKLAS INI MEMANG KESAL

Edisi: 43/15 / Tanggal : 1985-12-21 / Halaman : 67 / Rubrik : MS / Penulis :


BOB Geldof kini terbilang sebangsa sinterklas, tapi tanpa janggut putih dan kereta salju. Ia, yang membawa sekarung besar hadiah untuk orang lapar di Afrika, tahun ini berusia 32. Mukanya dihiasai anak rambut yang siap menyembulkan bewok manakala malas mencukurnya. Rambutnya yang kecokelatan dibiarkan tumbuh menyentuh tengkuk, tak tersisir. Buatnya, baju lusuh dan celana jeans, plus sepatu olah raga butut, sudah cukup.

Karena itu, ia tidak merasa perlu mematut diri lagi saat mengantarkan Putra Mahkota Pangeran Charles dan Lady Diana ke tribun kehormatan di Stadion Wembley, London, 13 Juli lalu. Di sanalah kedua tamu penting itu, bersama 72 ribu penonton yang sudah histeris, melihat perjingkrakan bintang-bintang panggung kaliber dunia. Ini belum termasuk 90 ribu penonton lainnya di Stadion John F. Kennedy, Philadelphia, Amerika Serikat.

Geldof menamakan konsernya kali ini Live Aid. Sebuah pertunjukan antar benua. Dimulai dari London dan berakhir di Philadelphia. Empat belas satelit komunikasi yang mengelilingi bumi dipakai untuk meneruskan acara sepanjang 16 jam nonstop itu ke jutaan penonton teve di mancanegara - meskipun, menurut catatan yang ada, di Soviet cuma 150 orang yang menyaksikan acara itu.

Konser ini seakan jadi festival kegembiraan, bagi kaum muda yang sebelumnya tak mimpi akan dapat menonton sekaligus hampir semua idola mereka. Dengan uang Rp 35 ribu - lebih murah dari umumnya konser - ditambah embel-embel "sambil beramal", mereka bisa melihat seronoknya Mick Jagger berduet dengan Tina Turner. Atau ikut menyanyikan refrain Radio Gaga bersama Freddy Mercury, vokalis Queen yang terpaksa melanggar larangan dokter untuk tidak tarik suara, demi acara ini. Bahkan penonton bisa menyaksikan kembali para anggota The Who manggung bersama, setelah empat tahun berpisah, dan khusus bergabung lagi demi Geldof. Begitu pula Jimmy Page dan Robert Plant, biang-biang Led Zeppelin yang dikabarkan tidak mau sepanggung lagi sebelumnya. Untuk bisa memuaskan penonton di Amerika, Phil Collins khusus diterbangkan dengan pesawat Concorde ke sana begitu usai dengan bagiannya di London.

Di balik gemerlapannya galaksi bintang-bintang itu, sebenarnya banyak pengamat musik terkemuka datang mengharapkan sebuah tontonan musik yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Skandal Bapindo dalam Irama Jazz
1994-05-14

Harry roesli dan kelompoknya mengetengahkan empat komponis muda, dan kembali menggarap masalah sosial. dihadirkan juga…

N
Ngeng atau Sebuah Renungan Sosial
1994-05-21

Djaduk ferianto, yang banyak membuat ilustrasi musik untuk film, mementaskan karya terbarunya. sebuah perpaduan musik…

A
Aida di Podium yang Sumpek
1994-05-21

Inilah karya kolosal giuseppe verdi. tapi london opera concert company membawakannya hanya dengan enam penyanyi,…