MEMBURU PASAR BARU

Edisi: 33/23 / Tanggal : 1993-10-16 / Halaman : I / Rubrik : PDA / Penulis :


Trend dan Siklus

Industri properti di Indonesia kembali pada siklus yang naik. Perubahan dalam segmentasi pasar, perkembangan dalam teknik pemasarn dan penjualan, serta makin turunnya suku bunga akan mempercepat pertumbuhannya.

Nirwan Bakrie tidak menduga bahwa antrian calon pembeli Apartemen Taman Rasuna akan begitu panjang, dipertengahan Agustus kemarin. Juga tak diduganya bahwa yang ikut antri banyak yang datang dari luar Jakarta dan pagi pagi sekali mereka sudah datang . Sebuah pemandangan yang jarang kelihatan: orang orang berdasi dan wanita dengan rok mewah membentuk antrian panjang. Mereka memang golongan kelas menengah. yang masih mencari tempat tinggal, yang tak terlalu jauh dari tempat bekerja. Mereka juga tulang punggung konsumen developer apartemen , segmen pasar industri properti yang tumbuh cepat akhir akhir ini.

Kelompok Bakrie Investindo, developer yang membangun Apartemen Taman Rasuna Jakarta, berhasil mengumpulkan dana Rp 15 miliar dari uang muka para calon pembeli, yang apartemennya baru akan dibangun Januari 1994. Mereka mesti menunggu satu setengah sampai dua tahun lagi, sebelum apartemen yang dipesannya selesai dan ditempati.

Sebuah era baru buat properti di Indonesia ? Atau sebuah "marketing trick" yang berhasil ? Atau sebuah fakta bisnis biasa, dimana harga apartemen Taman Rasuna lebih rendah dibanding dengan apartemen lain yang setaraf, karena Pemda DKI menjual tanah dengan harga yang agak miring kepada Kelompok Bakrie ? Apapun yang anda sebutkan, industri properti di Indonesia kelihatannya memasuki babak baru, memperkenalkan beberapa terobosan, ditengah masih menggebunya permintaan untuk tempat tinggal, disebuah kota mega, seperti Jakarta, yang pertambahan penduduknya, dua kali lipat pertambahan secara nasional.

Industri properti adalah industri yang peka terhadap suhu perekonomian. Dia menghangat, bersamaan dengan panasnya suhu perekonomian, seperti yang terjadi di Indonesia pada 1990-1991, dan di Cina sekarang ini. Sebaliknya, bila terjadi resesi ekonomi seperti di AS dan Jepang, dimana resesi masih berlangsung, yang paling parah terpukul adalah sektor properti. Dimanapun juga , industri properti banyak mengandung unsur spekulasi. Karena itu lonjakan jatuh bangunnya, lebih tajam dibanding industri lain.

Pada 1990-91, ekonomi Indonesia mengalami "boom", dimana kegiatan investasi meningkat pesat, dan pertumbuhan ekonomi mencapai puncaknya. Industri perbankan, yang baru saja mendapat tambahan deregulasi melakukan ekspansi besar besaran, dan berhasil meningkatkan mobilisasi dana dari masyarakat. Konsekwensinya, mereka harus bisa menyalurkan dana dananya, dan dalam situasi yang penuh persaingan, bank-bank banyak yang terpaksa mengobral kredit. Melonjaknya permintaan akan gedung perkantoran, menyebabkan tingkat hunian gedung-gedung kantor di Jakarta hampir mencapai 100%. Melihat keadaan ini, para developer didorong oleh dana dana lebih bank-bank memborong tanah-tanah yang masih kosong, teruma dilokasi yang strategis.

Di Indonesia, dimana banyak sektor industri masih tertutup, dan praktek monopoli masih meluas, industri properti relatif terbuka untuk siapa saja, bagi yang punya nyali untuk memasukinya. Disini persaingan berjalan lebih wajar. Para pemain, harus lebih banyak mengandalkan kepintarannya dalam bersaing. Peran pasar sangat dominan. Sekali masuk, anda harus berani bertarung dengan kekuatan sendiri. Tak ada yang bisa menolong, dan anda tak bisa mengharapkan proteksi, fasilitas dan beking, yang mungkin bisa anda dapatkan untuk industri lain. Kekuasaan pemerintah, yang di industri lain bisa merusak persaingan, dalam industri properti terbatas pada pemberian ijin. Lewat dari situ, pemerintah tak bisa berbuat banyak untuk campur tangan dalam industri properti.

Industri properti di Indonesia masih terus melaju, sekalipun tidak secepat dua tahun lalu. Wajah Jakarta dan kota-kota besar lain, masih terus berobah tiap hari dari kegiatan industri properti. Perumahan, dari rumah paling sederhana sampai rumah mewah masih terus bermunculan. Dan sebuah fenomena baru telah muncul. Melonjaknya pembangunan apartemen mewah terutama di Jakarta. Ini sebuah segmen baru, yang ikut meramaikan industri properti. Tanpa maraknya sektor apartemen mewah, industri properti mungkin akan terhuyung huyung seperti ruang perkantoran yang masih sarat dengan ruang yang masih kosong , yang belum laku.

Dari satu segi, ramainya bisnis apartemen dan perumahan, menunjukkan masih besarnya daya beli kelas menengah keatas. Kebutuhan mereka terhadap rumah kedua, yang terletak diluar kota, apalagi dekat lapangan golf, dengan cepat bisa dipenuhi oleh developer yang memang jeli melihat adanya hasrat yang tertekan selama ini. Meningkatnya jumlah tenaga ekspatriat, yang kurang senang tinggal di hotel, atau yang kurang senang kontrak rumah di Kebayoran atau Menteng, telah mendorong pembangunan apartemen mewah, dimana mereka bisa tinggal dengan nyaman, dan dengan fasilitas yang tak kalah dengan rumah biasa yang mereka kontrak selama ini.

Dilain pihak, sektor gedung perkantoran dan hotel, umumnya masih menghadapi masalah kelebihan supplai. Tarip sewa kantor di daerah Segi Tiga Emas di Jakarta (Jl. Sudirman, Gatot Subroto, Thamrin ) saat ini turun 20% dari tarip dua tahun lalu. Dengan tarip serendah itupun, masih banyak gedung yang kosong. Developer gedung ini harus menunggu samapai 1996, saat diperkirakan akan terjadinya keseimbangan antara supplai dan permintaan. Sementara itu, sebuah terobosan dilakukan beberapa developer untuk menjaring konsumen. Mereka menjual ruang gedung perkantoran. Satu kiat yang didasari oleh satu undang undang yang mulanya diperuntukkan untuk penjualan rumah susun, satu program pemerintah untuk mengurangi daerah kumuh di kota kota.

Industri properti boleh jatuh bangun, tapi supplai yang tidak elastis akan mengakibatkan permintaan akan selalu lebih tinggi dari persediaan. Dalam jangka panjang, industri ini, khususnya di Jakarta akan tetap menarik. Jumlah rumah yang dibangun developer, terus ketinggalan dari yang diminta. Permintaan tak hanya datang dari pertambahan penduduk. Yang sudah mempunyai rumah juga masih ingin punya rumah lagi, kalau bisa diluar kota. Kelebihan daya beli, dan makin sumpeknya Jakarta, telah menciptakan sebuah gaya hidup dan selera.

***

Model Rumah dan Gaya Hidup

Kondisi fisik kota-kota dan munculnya gaya hidup yang baru, menimbulkan peningkatan permintaan terhadap rumah yang khas.

Ketika berlangsung pameran perumahan di ruang sidang Hilton beberapa waktu lalu di Jakarta, dalam waktu seminggu terjual 2000 unit yang terdiri dari meliputi rumah, rukjo, apartemen, dan kaveling, dengan nilai transaksi Rp 205 miliar, atau hampir Rp 30 miliar sehari. Bahwa permintaan rumah masih kuat, semua orang mengetahuinya. Tingkat pertambahan supplai masih jauh ketinggalan dari jumlah pertambahan penduduk. Tapi fenomena yang baru muncul adalah kuatnya permintaan terhadap apartemen, terutama apartemen mewah dan kondomonium.

Pembangunan apartemen mewah, bagi beberapa developer semula hanya merupakan eksperimen. Faktor kultural, bahwa orang Indonesia tidak betah tinggal di apartemen, dan lebih betah tinggal di rumah tinggal biasa, menyebarkan ketidak pastian prospek bisnis ini. Karena itu banyak yang terkejut, ketika melihat bisnis apartemen mewah meledak di Jakarta pada 1992. Mereka yang telah berani mengambil risiko terjun ke bisnis ini, bagaikan penambang yang menemukan tambang emas. Beberapa developer, berhasil menjual apartemennya, dalam keadaan proyek belum selesai.Bahkan yang masih berupa gambarpun sudah laku terjual. PT Procon Indah, salah satu agen penjualan apartemen ini, tak jarang menerima seratus telepon sehari dari para calon pembeli.

Meledaknya penjualan apartemen mewah membuka mata para developer, bahwa sebuah perobahan sedang berlangsung di industri properti di Jakarta. Pembangunan apartemen selama ini tidak pernah dipikirkan serius karena adanya asumsi pada tradisi, dan nilai kultural.Tapi dengan perkembangan cepat yang terjadi di Jakarta, para developer mulai yakin bahwa golongan menengah dan atas yang makin mengalami kesulitan mencari tempat tinggal yang memadai, akan dipaksa menembus hambatan kultural. Lalu lintas di Jakarta yang makin semrawut akan memaksa mereka mencari lokasi tempat tinggal yang praktis, yang tak terlalu jauh dari tempat bekerja. Mereka telah menderita dari kemacetan lalu lintas yang melelahkan dan menegangkan. Satu hal yang bisa menimbulkan "stress" dan mengakibatkan penurunan produktivitas.

Semula, pembangunan apartemen terpusat di kawasan Jakarta Selatan, karena disinilah sebagian besar para eksekutip dan golongan profesional, domestik dan asing bertempat tinggal. Tapi kemudian, pembangunan apartemen ini menyebar ke daerah lain. Daerah bisnis "Chinatown", seperti Mangga Dua, Pasar baru, Pecenongan, mulai menandingi dominasi Jakarta Selatan. Berbeda dengan Jakarta Selatan, daerah ini dekat dengan kawasan bisnis. Didaerah ini, kelompok perusahaan Agung Sedayu sedang membangun apartemen Sea View Park. Kelompok Sinar Mas, akan hadir dengan apartemen Mangga Dua Court dan Green View. Di Juanda sudah muncul Juanda Regency. Di Jakarta Barat akan hadir Westwood Tower dan Meruya Grand Villa. Jakarta Timur akan memiliki Kelapa Gading Apartment. Dan dikawasan Menteng sudah hadir Menteng Park Apartment.

Namun kekuatan dibelakang meledaknya pasar apartemen mewah adalah pembeli, yang melakukan investasi dengan harapan memperoleh imbalan yang merarik. Mereka membeli apartemen untuk disewakan lagi, syukur bisa disewakan kepada orang -orang asing. Jaman orang-orang asing mengontrak rumah di daerah Menteng atau Kebayoran nampaknya makin berlalu. Apartemen memberi sesuatu yang lebih menarik kepada orang-orang asing ini. Fasilitas pokok, seperti listrik, telepon, dan keamanan lebih terjamin. Beberapa apartemen juga memberi fasilitas olahraga.

Kuatnya permintaan untuk menyewa apartemen, tentu saja menyebabkan tingkat sewa dan tingkat hunian cukup tinggi. Para developer umumnya menikmati tingkat hunian 90-95% sekarang ini. Ini lebih tinggi dari tingkat hunian yang dicapai gedung perkantoran.Tergantung dari kualitas dan lokasi, tarip sewa apartemen sekitar $ 19- $27 per meter pesegi per bulan. Tarip ini lebih tinggi dibanding tarip sewa kantor yang rata rata berkisar $ 13-$15 per mp per bulan.Tarip sewa sekarang ini dilaporkan 15% lebih tinggi dari tarip tahun lalu, yang merupakan indikasi masih kuatnya permintaan sewa apartemen. Di Palm Court, misalnya, apartemen yang terletak dekat Senayan, anda harus membayar $ 2850 untuk menyewa apartemen satu kamar, satu bulan, untuk masa sewa dua tahun.

Tahun lalu sekitar 360 unit apartemen masuk pasar. Tahun 1993 ini, jumlah yang selesai untuk dipasok ke pasar naik sekitar 630 unit, tapi jumlah ini diperkirakan belum cukup untuk memenuhi pertambahan permintaan. Baru tahun depan, pasar apartemen mungkin akan melemah, karena jumlah apartemen yang selesai dibangun cukup besar. Menurut survei yang dilakukan Jones Lang Wooten, pada 1994 nanti, jumlah apartemen yang selesai akan mencapai 2575 unit, dan tahun berikutnya akan selesai 640 unit.

Hal baru yang muncul dari bisnis apartemen ini adalah timbulnya sistim jual (strata title), yang mungkin muncul tanpa sengaja. Developer, yang waktu itu menanggung beban bunga pinjaman bank 23-25% harus segera memperoleh penghasilan dari unit yang dibangunnya untuk mengurangi beban bunga ini. Bahkan ketika kebijaksanaan kredit ketat (TMP) diberlakukan, suku bunga untuk beberapa saat sempat mencapai 34%. Sistim penjualan ini dimulai pada 1991, ketika 17 proyek terdiri dari 3200 unit menawarkan untuk menjual apartemen yang selesai dibangunnya. Harga yang ditawarkan, memang diatas jangkauan golongan menengah. Disamping itu, sejumlah 1500 unit dilaporkan terjual dari Juanda Regency dan Palace View, didaerah kota, dan dari Emerald apartment, Nash Imperial, Parkway Apartment yang terletak dijalan arteri, Seaview Apartment di Mangga Dua, dan Park View Apartment di Slipi.

Bagi developer, sistim menjual apartemen merupakan cara yang tercepat untuk memperoleh pengembalian. Atas dasar kalkulasi harga jual yang direalisir, investor mempunyai kesempatan untuk memperoleh tingkat perolehan 9-11% per tahun, sedang jangka…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

J
JALANNYA MULUS LAGI
1994-03-05

Survei industri otomotif di indonesia, mulai gejolak pasar hingga industri komponen. kijang diangap mobil keluarga…

K
KEBANGKITAN BANK SWASTA?: SURVEY PERBANKAN
1994-06-04

Riset dan analisa pdat tentang dunia perbankan, dari soal bank yang melonjak, bank yang menurun,…

B
Bukan Industri Mainan
1993-07-10

Beberapa industri strategis indonesia sudah mencapai kemajuan teknologi yang berarti, namun masih mengalamai keterbatasan dana…