Lalu Bagaimana Nasib Bayi-bayi Itu? ; Setelah Adopsi Dilarang
Edisi: 36/13 / Tanggal : 1983-11-05 / Halaman : 62 / Rubrik : HK / Penulis :
HANYA tiga pekan anak itu mengalami sesuatu yang selama ini tak pernah dikenalnya: dicintai oleh seorang ibu. Sampai pekan lalu, Iwan Setiawan, anak itu, tidak pernah lepas dari pangkuan Nyonya Venning, yang khusus datang dari Belanda untuk mengadopsi Iwan. Namun, Senin pekan ini, Nyonya Venning terpaksa meninggalkan Indonesia. Ia kembali ke negerinya dengan tangan hampa.
Iwan pun tak akan lagi bisa bergantung di leher si calon ibu yang biasanya asyik merajut sweater di lobi Hotel Raden Saleh, Jakarta Pusat- sebuah sweater untuk si bocah. Dalam umur yang sangat muda, empat tahun, Iwan harus mengalami kehilangan. "Saya merasakan ini sebagai malapetaka, " ujar Nyonya Venning, 45 tahun. Wanita Belanda ini memang bermaksud menjadi ibu Iwan. Ia tidak mendapatkan seorang anak pun dari perkawinannya yang sudah 11 tahun.
Sumber malapetaka yang dimaksud Nyonya Venning tidak lain adalah Surat Edaran Mahkamah Agung No.6/ 1983 yang dikeluarkan tanggal 30 September lalu. Surat itu praktis menutup sama sekali pintu bagi orang asing untuk mengadopsi anak-anak Indonesia. Sebab, salah satu syarat untuk pengangkatan anak dalam peraturan itu: calon orangtua angkat sudah harus berdiam di Indonesia sedikitnya tiga tahun.
Lahirnya surat edaran setebal 25 halaman dengan lima halaman lampiran itu - surat edaran terpanjang dalam sejarah Mahkamah Agung - membuyarkan segala kemudahan untuk adopsi bagi orang asing. Ketua Mahkamah Agung, Mudjono, tidak bersedia berkomentar banyak atas lahirnya produk yudikatif yang menyerupai undang-undang itu. "Yang jelas, adopsi itu ternyata lebih banyak akibat negatif daripada positifnya," ujar Mudjono pendek.
Namun, yang pasti, surat edaran itu merupakan perbaikan dari peraturan sebelumnya yang dikeluarkan tahun 1979. Peraturan lama itu muncul akibat semakin banyaknya yayasan yang mengusahakan adopsi anak untuk orang asing sejak tahun 1970. Sementara itu, peraturan yang ada, peninggalan Belanda, Staatsblad tahun 1917 - yang dijadikan dasar hukum untuk mengadopsi anak Indonesia oleh orang asing waktu itu - terasa tidak sesuai lagi dengan keadaan.
Namun surat edaran 1979 itu ternyata masih mengandung lubang-lubang untuk disalahgunakan. Ekses buruk akibat banyaknya permintaan orang asing untuk mengangkat anak Indonesia sering terjadi. Misalnya, beberapa kasus penculikan anak dan bayi terungkap di pengadilan. Salah satu peristiwa penculikan yang menghebohkan adalah kasus Kurniaty alias Mijah yang diangkat anak oleh keluarga Belanda, De Best. (TEMPO, 13 November 1982).
Kasus semacam Kurniaty terjadi pula di berbagai daerah. Seorang gadis kecil, Halimah, 6 tahun, hilang dari rumah orangtuanya di Desa Sampang, Madura, Maret 1981. Selama enam bulan ayah gadis itu, seorang petani bernama Tegil, sibuk mencari anaknya. Ternyata, si gadis telah sampai di Negeri Belanda dan menjadi anak angkat di sana.
Dari pengusutan polisi kemudian, Halimah rupanya dicuri Muslimah, seorang wanita yang masih punya hubungan keluarga dengan Tegil. Muslimah kemudian menyerahkan gadis itu kepada seseorang dengan harga Rp 100 ribu. Dalam akta notaris Muslimah mengaku sebagai ibu anak itu dan mendapatkan Halimah dari hubungan luar nikah dengan seorang lelaki yang melarikan diri, Dari orang itu kemudian Halimah berpindah tangan ke Yayasan Anak Sejahtera di Surabaya yang kemudian diadopsi orang Belanda (TEMPO, 21 Agustus 1982).
Praktek semacam itulah yang akhirnya membuat pemerintah turun tangan. Dimulai oleh gubernur Jawa Timur, Sunandar Priosudarmo, April 982, yang memerinahkan semua pengdilan di wilayahnya menghentikan adopsi anak oleh orang asing. Perintah itu diperkuat oleh surat edaran dari Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Nah, dari peraturan itulah pemerintah pusat kemudian tertarik untuk melihat masalah ramai-ramai adopsi itu secara nasional. Tahun itu juga diadakan rapat antar departemen dengan mengikutsertakan aparat keamanan. Hasilnya, Mahkamah Agung diminta menata kembali aturan hukum untuk adopsi sambil menunggu undang-undang baru dari DPR.
Barulah September lalu surat edaran itu dikeluarkan setelah digarap hampir setahun. Sejak hari itu semua kegiatan adopsi anak oleh orang asing dihentikan. "Usaha yayasan semacam itu telah mengarah ke komersialisasi," ujar Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Alamsyah menjelaskan kebijaksanaan pemerintah. Menteri Sosial Nani Soedarsono bahkan menyebutkan, ada yayasan yang kini sudah berpraktek seperti "peternakan bayi" di Malang, Jawa Timur. la tidak menyebut secara persis yayasan apa yang dimaksudnya.
Alamsyah mengakui, tidak mempunyai data pasti tentang jumlah bayi yang sudah dikirim ke luar negeri selama ini. Setiap yayasan mempunyai angka…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…
Peringatan dari Magelang
1994-05-14Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…