BEIRUT, POTRET SEBUAH NERAKA

Edisi: 43/13 / Tanggal : 1983-12-24 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :


BEIRUT 1983 adalah kota dengan angka pengeboman yang tertinggi di dunia. Kejadian paling kolosal adalah pada 16 Oktober lalu, tatkala suatu Ahad dibuka dengan dua letupan raksasa. Hasilnya: hampir 300 peti mati mendarat di Amerika dan Prancis, berisi jenazah para anggota pasukan multinasional. "Selama delapan tahun terakhir, penduduk kota ini hidup di tengah kekerasan yang sering tak masuk akal," tulis Thomas L. Friedman di majalah The New York Times. Friedman adalah kepala biro Times di Beirut.

Bom mobil - "gaya" yang paling disenangi belakangan ini di sana - hampir menjadi tontonan sehari-hari. Keramaian pasar tiba-tiba bisa berubah menjadi pesta api. Hiruk-pikuk pejalan kaki mendadak berganti dengan adegan panik manusia yang berlarian, orang-orang dengan darah bercucuran di pipi. Mobil Mercedes Benz menjadi kendaraan paling menakutkan, sebab para pengebom sangat menyenangi merk ini untuk melakukan pengeboman - entah mengapa - dari tingkat kecil sampai menengah.

Bangkai mobil berserakan hampir di seantero Beirut. Di sana-sini, para anggota SAR kadang-kadang tampak mengais debu dan arang, mencoba menemukan sepotong jenazah atau tanda pengenal. Di halaman kantor Departemen Penerangan Libanon, yang bagian depannya menganga dikoyak dinamit, seorang anggota Palang Merah bercerita dengan tenang perihal korban yang setengah mati. Tentang mata yang pucat, mulut yang penuh darah, dan gelembung udara yang mengisyaratkan tersisanya seutas kehidupan.

Pepohonan di Beirut pun menyajikan pemandangan yang aneh. Bom tidak memilih bulu. Ia melu ruhkan daun, merenggut tangkai dan dahan, serta mencabik kulit dan batang. Kadang-kadang, pepohonan itu menyumbangkan pemandangan fantastis, mirip adegan film horor. Bayangkan: seraut wajah tak bernyawa dengan masing-masing sehelai daun, tepat menutupi kedua mata.

Sejak 1975, Beirut identik dengan kekerasan. Kota ini juga sulit diurus dan dimengerti. Tetapi kekerasan saja ternyata bukan satu-satunya faktor yang meresahkan. Lebih berat dari itu ialah kenyataan bahwa kekerasan telah memberikan kegembiraan kepada sekelompok orang. Bahwa kekerasan telah menjadi urusan sehari -hari bagi sejumlah penduduknya.

Kehidupan di Beirut menjadi absurd bukan lantaran begitu banyak orang terbunuh. Melainkan karena mereka bisa terbunuh di mana-mana. Misalnya, ketika main tenis, berjemur di pantai, berbelanja di pasar, atau menaiki kendaraan dari rumah ke kantor. Tidak ada jaminan keamanan, bahkan di kamar tidur sendiri.

Kota ini hidup di perbatasan: antara perang dan damai, aman dan rusuh. Warganya hidup hari ini dengan sebuah pertanyaan tetap: apakah besok ia masih bisa menikmati keadaan yang sama. Apakah hari ini bukan hari yang terakhir?

Beirut adalah kota ramah, dengan pilihan makan malam yang memancing selera. Tapi itu sudah merupakan bagian masa lampau. Kini, untuk main kartu saja pun, tampaknya sudah tidak ada malam yang cukup tenang. Beirut juga mempertarungkan iklan para penata rambut dengan perusahaan yang menjajakan alat pengaman kaca jendela, yang memberikan perlindungan terhadap rupa-rupa pecahan yang tidak diharapkan. Promosinya: "Setiap waktu, di setiap tempat, ledakan bisa terjadi! " Beirut juga merupakan medan peragaan roket Kaytusha, dengan cahaya merahnya yang berkilatan di angkasa, ketika senja turun dan matahari menyuruk ke balik kesenyapan Laut Tengah.

Ketegangan hidup di tengah lingkungan seperti ini telah mengubah tradisi sehari-hari. Hampir tidak ada lagi perbedaan gaya hidup antara si miskin dan si kaya. Tuntutan terhadap ketahanan mental semakin tinggi. Di sela riuh-rendah bom dan peluru, orang toh tidak bisa menyuruk sepanjang hari di lubang perlindungan. Tapi banyak kegiatan rutin harus disesuaikan dengan keadaan. Yang tidak tabah menghadapi kenyataan ini mudah menjadi gila. Atau, paling tidak, terseret ke dalam tindak kejahatan.

"Apa yang sedang kami alami di Libanon berbeda dengan semua problem ketegangan yang dihadapi Dara psikiater atau psikolog di mana ia jadi masa lampau ," tutur Edwin Terry Prothro, direktur Pusat Riset Perilaku pada Universitas Amerika di Beirut. "Sebuah gempa bumi, atau katakanlah Hiroshima, bisa diamsalkan sebagai bencana sekali pukul. Bahkan Irlandia Utara kurang sepadan dibandingkan dengan Beirut. Di sana, pemerintah pusat masih berjalan, dan pelayanan umum bisa diharapkan sesuai dengan jadwal. Kepekaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan pun masih lumayan tinggi."

"Tapi Beirut sama sekali lain," Prothro menambahkan. Beirut adalah ketegangan delapan tahun yang berkesinambungan. Ada sejumlah buku tentang berbagai bencana kota dan cara menanggulanginya. Tapi tak sebiji pun bisa diterapkan di Beirut.

Untuk bagian terbesar penduduk Beirut, bentuk kekerasan yang paling menakutkan ialah "bom mobil". Bukan saja karena senjata yang satu ini tidak bisa membeda-bedakan sasaran juga karena ia telah mengubah sesuatu yang menjadi bagian hidup sehari-hari -dalam hal ini mobil menjadi kereta iblis yang mengerikan.

"Bom mobil itu betul-betul setan alas," ujar Kamal Salibi, sejarawan terkemuka Libanon, dan guru besar pada Universitas Amerika. "Dalam mitologi Eropa Barat, setan selalu digambarkan dalam wujud yang tampak suci, padahal ganas luar biasa."

Hampir semua toko dan kantor kedutaan di Beirut memagari diri dengan berbagai penghalang, untuk menahan bom mobil itu pada jarak tertentu. Universitas Amerika di Beirut bahkan menggunakan perkakas yang agak aneh, semacam cermin yang mampu mencium alat peledak yang diletakkan di bagian bawah chasis setiap kendaraan yang memasuki kampus universitas itu.

Banyak orang menggunakan segala upaya untuk menghindari kemungkinan terjebak di antara kendaraan yang diparkir. "Saya tidak pernah menghiraukan para penembak gelap dan penggranat," kata Lina Mikdadi, seorang pengarang dan ibu dua orang putri. "Tapi bom mobil betul-betul menakutkan. Saya bisa histeris bila tiba-tiba berada di tengah kemacetan lalu lintas. Saya memijit klakson sepanjang-panjangnya, sampai mobil saya lepas dari kemacetan itu. Dalam keadaan demikian, anak-anak sayayang duduk di bangku belakang biasanya memekik-mekik. Mereka tidak mengerti mengapa saya terus-menerus membunyikan klakson, dan saya takut menceritakan alasan yang sesungguhnya kepada mereka."

Di Beirut, sekarang ini, bagian tertentu setiap rumah dan kantor mendapat makna dan nilai tersendiri. "Saya selalu cemas dan membuat berbagai perhitungan bila berada di dalam sebuah bangunan," kata Diala Ezzedine, 21, sukarelawan Palang Merah Libanon yang ikut mencari korban pengeboman di kedutaan besar Amerika Serikat, 18 April lalu.

"Saya sering berpikir, bila sebiji bom tiba-tiba meletup, manakah tempat yang paling aman? Dekat pintu, tangga, atau dinding? Padahal, sesungguhnya, bila kemungkinan itu betul-betul terjadi, tidak banyak yang bisa dilakukan."

Para ibu rumah tangga di Beirut pun sudah terbentuk dalam tingkat kesiagaan permanen. Jika peluru dan bom mulai beterbangan, jurus pertama yang mereka lakukan ialah membuka jendela, demi mengurangi getaran yang dapat memecahkan kaca. Setelah itu, mereka memindahkan anak-anaknya ke dekat tangga, atau ke lorong-lorong, dalam percobaan menghindari peluru sesat.

Begitu banyak waktu yang dihabiskan penduduk Beirut menyuruk di lorong-lorong rumahnya, sehingga muncul anekdot khas - syukur mereka tidak kehilangan rasa humor. Alkisah, seorang warga kota Beirut pada suatu hari memasang iklan di surat kabar. Bunyinya: "Dicari! Sebuah rumah dengan kamar mandi, dapur, dan lorong yang sangat panjang. . . "

Pada zaman damai Beirut, restoran, disko, kasino, dan rumah bordil baru dibuka pukul sembilan malam. Sekarang, pukul sembilan malam merupakan akhiracara hiburan yang tak bisa ditawar. Perang saudara ini telah menyikat kehidupan malam. Beirut dilatih menghargai kegelapan.

Dengan sedikit pengecualian, para bandit politik yang beroperasi di kota ini masih memiliki sedikit perasaan kemanusiaan. Mereka ini ialah para pemasang bom, yang beraksi karena perbedaan agama, atau sekadar balas dendam karena kurang mendapat kutipan mingguan. Mereka biasanya memasang bahan peledaknya di atas jam sepuluh, dengan perhitungan bahwa pada saat itu sebagian besar penduduk sudah mengurung diri di kamar tidur.

Beberapa restoran yang bagus memang masih memberikan pelayanan di sekitar kota. Justru nafsu makanlah yang tampaknya menurun drastis. Terkadang, di sebuah restoran hanya tampak seorang tamu, makan sebatang kara, dikerumuni para pelayan yang membosankan. Kesempatan bersenang-senang secara berkelompok lebih banyak dilakukan dengan memutar video, atau makan malam, di rumah tertentu. Acaranya pun biasanya sangat singkat.

"Sekarang, lebih banyak orang memilih merayakan sesuatu di rumah sendiri," tutur Amine Halwany, manajer supermarket Goodies. "Hal itu bisa saya simpulkan lewat bisnis catering kami," katanya.

Banyak pengusaha toko makanan terkemuka, seperti halnya Halwany, harus belajar menyesuaikan persediaan barangnya dengan perkembangan keadaan. "Dalam keadaan gawat," ujar Halwany. "Setiap orang membutuhkan roti, air dan makanan kaleng - barang-barang yang gampang dipersiapkan dan tidak terlalu membutuhkan pendinginan. Orang kembali pada gaya memasak yang paling sederhana, bahkan primitif. "

Penduduk juga suka membeli kembang gula dan kacang, sebab jajanan ini bisa berfungsi sebagai penenang saraf. Sambil duduk-duduk di rumah, dan menunggu suara letupan entah di mana, mereka bisa mengunyah sekadar mengendurkan ketegangan. Baru setelah keadaan agak teduh selama beberapa hari, orang kembali teringat membeli kaviar atau salai ikan.

Setelah para penduduk surut ke tempat tinggalnya masing-masing, atau mengurung diri di kamar tidur,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…