Koloni Makassar Di Benua Selatan
Edisi: 44/13 / Tanggal : 1983-12-31 / Halaman : 37 / Rubrik : SEL / Penulis :
SEKITAR 181 tahun yang silam. Tepatnya, Kamis petang 17 Februari 1803. Saat itu, Matthew Flinders, seorang mualim, merampungkan survei di Teluk Carpentaria, Australia bagian utara. Mengitari Semenanjung Wilberforce, ujung terutara Tanah Arnhem, tiba-tiba ia melihat enam perahu asing muncul di cakrawala. Itulah perahu-perahu Makassar.
Dan itulah pertama kalinya orang Barat mencatat kehadiran perahu Makassar di perairan Australia. Seperempat abad kemudian, antara 1828 dan 1829, 34 perahu lagi tampak berkeliaran di Teluk Raffles. Semuanya mengaku berpangkalan di pelabuhan Makassar, Ujungpandang sekarang. Ke-40 kapal itu pun baru sebagian saja dari seluruh armada Sulawesi Selatan yang sepanjang abad ke-19 -mungkin juga pada abad-abad sebelumnya - pulang-pergi ke Australia. Tujuan rereka: mencari teripang.
Mencari teripang, jauh-jauh dari kampung halaman, bukanlah sekadar upaya mengisi perut sendiri. Setelah melalui proses perebusan, pengeringan, dan kerap kali pewarnaan, teripang merupakan barang dagangan mahal dan laris di daratan Asia. Di tangan koki-koki Cina ia berubah menjadi masakan yang asoi. Menurut C.C. Macknight, dalam bukunya The Voyage To Marege', Melbourne University Press, 1976, teripang memang jarang dimakan bangsa lain.
Binatang itu, kalau mau tahu, termasuk jenis holothuria scabra, yang senang bermukim di laut dangkal atau perairan yang kecil ombaknya. Namun, mendapatkan teripang dengan ukuran besar tertentu dan mutu yang baik tidaklah gampang. Itulah, agaknya, yang membawa para pelaut Makassar menyeberang sampai ke benua selatan. Dan mungkin melalui orang Australia pula nama teripang terserap ke dalam bahasa Inggris, menjadi trepang mengalahkan istilah kuno Inggrisnya sendiri, swallo. Swallo malahan masih kalah populer dari beche-de-mer yang diambil dari istilah Portugis bichoda mar, lintah laut.
Di Indonesia nama teripang memiliki banyak sinonim. Tiap jenis dan bentuk ada namanya sendiri. Ini sempat menggoda seorang ahli berkebangsaan Belanda untuk berusaha mengumpulkannya, meski akhirnya "hanya" berhasil merekam 112 nama. John Crawfurd, seorang asing lain yang memiliki minat yang sama, menulis pada akhir abad ke-19: "Klasifikasi komersial untuk teripang cukup menarik dan khas. Di pasar ikan Makassar terdapat tidak kurang dari 30 nama untuk satu mata dagang teripang."
Yang dicari orang Makassar di Australia pada 1803, menurut Flinders adalah jenis-jenis teripang koro dan batu. Jenis ini baru 20 tahun kemudian didapati di Kepulauan Aru, Maluku. Teripang biasanya ditemukan dalam posisi terguling malas. Panjangnya berkisar antara 1 dan 50 cm, tetapi ada yang mencapai 1 meter lebih. Warnanya macam-macam: hitam, putih, abu-abu, cokelat, bahkan merah. Berbeda dengan binatang laut lainnya, teripang tidak dengan segera menarik perhatian orang. Tampangnya cukup menjijikkan - tapi ini relatif, tentu saja.
Begitu selesai dikumpulkan, hewan santapan itu dicuci, isi perutnya dikeluarkan. Dagingnya, yang berotot tebal, direbus atau disiram air panas. Lalu dipendam beberapa lama di bawah pasir. Usai pemendaman dikeringkan melalui pengasapan. Jika kering benar, dengan penyimpanan yang baik, makanan ini bisa tahan lama.
Orang Cina memanfaatkan teripang ini, selain sebagai masakan, juga sebagai obat. Mereka memakainya untuk campuran sop, sayuran, atau sebagai bahan gorengan. Sebagai obat, manfaatnya konon menyamai ginseng; hingga orang Cina sendiri menyebutnya hai-sen, ginseng laut. Namun, pemakaiannya sebagai lauk, di Cina, sebenarnya belum terlalu lama - baru sekitar abad ke-16. Ini menurut buku Shih-wupen-ts'ao, yang selanjutnya tidak mengupasnya lebih mendalam. Sebagai obat belum pula populer di abad itu - terbukti dari tidak disebut-sebutnya teripang dalam Pen-ts'ao kang-mu, karya utama obat-obatan Cina yang ditulis Li Shihchen antara 1552 dan 1578.
Baru pada abad ke-17 muncul berbagai referensi tentang teripang di Cina Utara dan Jepang. Pada 1715, teripang masuk dalam Wakan Sansai Tsue, ensiklopedi Jepang. Ada pula disebut-sebut Cina Selatan sebagai produsen teripang, tapi tampaknya kurang mencukupi kebutuhan, atau mutunya tidak memadai. Kalau tidak, bagaimana orang Makassar mau jauh-jauh mencarinya untuk melayani pasaran daratan Cina?
Pada masa itu, budi daya teripang memang sudah dikenal di kawasan Asia Tenggara - dan pelabuhan Makassar selalu dikaitkan dengan itu. Ini memang tidak mustahil, di lihat dari latar belakang sejarah Sulawesi Selatan dan penduduknya. Kendati pengetahuan kita tentang Sulawesi Selatan padatahun-tahun sebelum 1600 tidak lengkap, ada petunjuk bahwa daerah itu memiliki tradisi yang tua di bidang perdagangan dan maritim. Hasil-hasil hutan dan laut, kendati bukan teripang, dijual ke pusat-pusat perdagangan di bagian barat Nusantara, antaranya diangkut dengan perahu model Bugis dan Makassar.
Ketika Belanda mulai menanamkan kukunya di kepulauan kita pada awal abad ke-17, bule-bule itu segera menerapkan monopoli di bidang perdagangan. Misalnya, mengadakan pengawasan ketat terhadap perdagangan cengkih di Maluku, dan ini pada gilirannya memutuskan rantai perdagangan antara Maluku dan kawasan barat Nusantara. Kepentingan orangawa, yang menangani sebagian besar perdagangan masa itu, rusak binasa.
Dalam keadaan begitu, banyak pedagang saingan Belanda - Inggris, Denmark, Portugis, Malaya, India, dan lain-lainnya yang kelancaran lalu lintas dagangnya terganggu - melihat Makassar sebagai pelabuhan dagang yang cocok. Makassar, karenanya, bagaikan duri dalam daging bagi Belanda, yang bisa mengganggu politik monopolinya.
Dengan politik adu domba yang terkenal di antara berbagai kerajaan kecil, akhirnya Belanda memang berhasil mematahkan peranan Makassar di bidang cengkih. Namun, bukan peranannya di bidang pertukaran berbagai komoditi lain. Ini berkat letaknya yang di pusat lalu lintas: ke timur ke arah Laut Banda, ke barat menuju Laut Jawa, ke selatan ke Laut Flores, dan ke utara ke Selat Makassar. Dalam posisi demikian, Makassar men jadi pusat pengumpulan, dan dalam hubungan ini budi daya teripang di Australia Utara dapat dipandang sebagai perkembangan yang lumrah.
Dalam masa-masa itu terjadi hubungan langsung antara kawasan timur Nusantara dan Cina Selatan. Sampai dengan 1820, ada izin dari Batavia, yang dikeluarkan tiap tahun, yang memperbolehkan sebuah jung berlayar…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…