Simbah Darah Guatemala

Edisi: 37/12 / Tanggal : 1982-11-13 / Halaman : 35 / Rubrik : SEL / Penulis :


BANYAK cara menghadapi perang. Apalagi di kawasan Amerika Selatan dan Tengah, yang seolah tak pernah sepi dari letupan peluru. Sebagian reporter meliput perang di negeri asing sebagai kesempatan unjuk aksi, atau barangkali mengejar reputasi," kata Julia Preston, dalam tulisannya di majalah Rolling Stone Mei lalu. "Tapi aku tidak."

Ia sedang bicara tentang Guatemala, kancah perang baru di Amerika Tengah. "Aku datang ke sana dengan harapan menemukan kejernihan," katanya. Memahami "sisi baik dan buruk" perang sipil yang semakin panas itu, "demi memperbarui kepercayaan ku."

Biar sajalah. Tapi setelah dua bulan di Guatemala, ia mulai mafhum apa yang sebenarnya sedang terjadi. "Aku tak lagi terkejut bila mendengar, misalnya, Jenderal Efrain Rios Montt mempercayakan dirinya kepada Tuhan." Tokoh yang tampil di puncak kekuasaan melalui kup tak berdarah itu, Maret lalu, bahkan menyebut Tuhan ′Penguasa dan Rajaku′.

Kembali ke tahun 1979. RiosMontt,yang juga tampaknya "mencari kejernihan", keluar dari dinas militer aktif dan menggabungkan diri dengan Gereja Sabda. Ini adalah sekte fundamentalis yang berpusat di Eureka, California. Adalah Henry Gomez, diaken gereja yang beranggotakan 700 orang di Guatemala itu, yang menyatakan bahwa tujuan Rios Montt mencapai kekuasaan tak lain "pelaksanaan sabda Tuhan".

Dan awal tahun ini, konon, para ketua gereja tersebut menerima semacam ramalan perihal Rios Montt. Isinya: jenderal tersebut tak holeh mencalonkan diri dalam pemilihan presiden--7 Maret lalu. Ia harus menunggu, "sampai datang panggilan." Dan Rios Montt menunggu.

Maka "panggilan" pun akhirnya datang-- melalui para perwira muda yan melancarkan kudeta. Pada 23 Maret mereka mendesak sang jenderal untuk berangkat ke Istana Nasional.

"Namun sebenarnya tetap tak jelas, di pihak mana Tuhan berada di Guatemala," tulis Julia Preston. Sebab setelah bertahun-tahun, Tuhan tampaknya "tidak terlalu baik untuk setiap orang di sana."

Teror dan pembantaian merajalela. Terutama empat tahun terakhir, di bawah Jenderal Romeo Lucas Garcia. Tokoh ini telah membuktikan dirinya, di depan mata dunia, sebagai pelindung pasukan pembunuh sayap kanan. Ia malah didakwa ikut menyiapkan daftar korban yang akan dihabisi, dan memberangkatkan unit-unit polisi paramiliter langsung dari kantornya.

Setahun menjelang kejatuhan Romeo Lucas Garcia, para anggota pasukan pembunuhnya semakin beringas dan unjuk gigi. Mereka tak lagi merasa perlu menyembunyikan identitas.

Seorang pengunjung negeri itu menceritakan pengalamannya. Suatu hari, ia sedang meluncur di dalam taksi sepanjang bulevard yang indah di kota Guatemala. Tiba-tiba ia menyaksikan pemandangan yang agak ganjil. Tampak empat orang berpakaian preman, menyembunyikan wajah di balik topeng yang biasa dipakai untuk karnaval. Tapi keempatnya menyandang senapan otomatis.

"Masya Allah! " ia begitu terkejut. "Apa itu?" Sopir taksi yang ditumpanginya melengos, kemudian menjawab getir. "Saya tak tahu, tapi jelas bukan karnaval."

KINI ′Kanan Iblis′ sudah pergi. Dan ′Kanan Ilahi′ datang menggantikannya. Dalam jumpa persnya yang pertama, Rios Montt, seraya berjanji akan menumpas korupsi yang berkembang di masa Lucas, juga menjelaskan dirinya bukan seorang pasifis. Ia mengingatkan pasukan paramiliter kanan dan gerilya kiri: jika mereka tidak meletakkan senjata, tentara pemerintah akan bertindak.

"Dengarkan baik-baik," tegur jenderal berperawakan besar dan berkumis melintang itu. "Tidak ada lagi pembunuhan rakyat tak semena-mena. Siapa yang melanggar hukum akan dieksekusi."

Para pejabat Kedutaan Besar Amerika di Guatemala memang agak terkesima melihat pengorbitan Rios Montt yang agak mendadak dan "khotbah-khotbah"-nya yang menyusul kemudian. Sejak 1977, lantaran pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilakukan pemerintahan Lucas, Amerika Serikat menghentikan bantuan militernya kepada Guatemala. Padahal gangguan keamanan yang ditimbulkan pasukan gerilya makin berkembang.

Tapi sementara itu kawasan perbatasan Guatemala, yang berhampiran dengan ladang-ladang minyak raksasa Meksiko, cukup menitikan liur para pengusaha Amerika. Sekitar US$ 250 juta modal mereka ditanamkan di situ. Sebuah kemenangan golongan kiri di wilayah ini akan mengubah keseimbangan politik di Amerika Tengah. Adalah CIA yang mendalangi kudeta 1954 di negeri ini--menurut Julia Preston--dan yang menghapuskan pemilihan demokratis dan mengakhiri pemerintahan yang condong ke kiri. Kemudian mulai menegakkan rezim baru dengan garis kanan. Pokoknya, asal jangan kepentingan modal AS terganggu.

Kini para pejabat Amerika mengharapkan kudeta terakhir itu akan menampilkan seorang pemimpin dengan semangat reformis. Dan melalui pemimpin tipe ini mereka mengharapkan terbukanya kembali kesempatan memperbarui bantuan. Adapun Rios Montt, jika ia teguh pada keyakinannya, ia boleh mencoba mengubah Guatemala secara spiritual." Namun, menurut si wartawan, hanya spiritual. Distribusi pendapatan negara tetap merupakan hal lain.

Dan tampaknya pihak gereja justru memberi tekanan khusus pada "penyelamatan iman" itu. Seperti dikatakan Henry Gomez, diaken gereja tempat Rios Montt terhisab, "kami tidak sedang memerangi darah, daging dan tulang. Kami sedang memerangi musuh-musuh spiritual."

Hampir di tiap kota di Guatemala terdapat lebih dari satu gereja. Pada petang hari, jemaat bertepuk tangan, menggoyang-goyangkan badan dan meneriakkan "hosanna" penuh semangat. Mereka mendendangkan himne yang khas, dan menyanyikan kalimat-kalimat yang mereka yakini sebagai "bagian dari sabda Allah."

SEMENTARA itu cuaca mendung. Sekitar 11 ribu orang terbunuh dalam kekerasan politik di sana tahun lalu. Dan sebagian besar korban itu kalangan miskin. Mereka dibantai oleh pasukan pembunuh kanan, plus tentara yang bergerak menindas kekacauan. Dalam kesumat nasional berdarah ini, semua pihak mengaku mencari berkah Tuhan--meski dalam tindakan ia dilupakan.

Untuk satu dekade, kota Indian Panajachel, yang terletak di tepi danau itu, bagai nirwana kaum hippies. Kota itu dikitari gunung api yang tak lagi bekerja. Ketlka pertama kali singgah di sana awal musim panas lalu, Julia Preston melihat, jalan raya dipenuhi orang Amerika yang berjalan seenaknya, dalam pakaian Indian. Dan sebaliknya beberapa Indian tampak hilir-mudik dengan bangganya mengenakan pakaian Amerika.

Di sebuah bar, Julia bersua dengan seorang California yang tampak santai, seolah bukan sedang berada di negeri yang kacau-balau. "Kudengar perang bakal datang," ujar Julia mengingatkan si pelancong. "Ya," jawabnya, tidak bergeming. "Perang boleh datang dan pergi, toh tak ada pengaruhnya terhadap kita."

Alasan pertama untuk tenang, konon, karena kekerasan di Guatemala sudah menjadi penyakit sosial yang abadi. Alasan kedua: tentara reguler Guatemala tak suka mengganggu orang asing. Bagaimana dengan gerilyawan kiri? "Mereka memang pernah lewat di sini," ujar si California. "Kami berjumpa di luar kota. Mereka hanya tertarik pada dompetku."…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…