Hukuman Mati ; Pasal Itu Ditembakkan Lagi

Edisi: 46/09 / Tanggal : 1980-01-12 / Halaman : 49 / Rubrik : HK / Penulis :


UNTUK berbisik-bisik pun waktu agaknya sudah tak ada lagi. Memang tidak diperlukan sesuatu upacara. Dan ketika jarum arloji di tangannya menunjukkan tepat jam 04.30, eksekutor -- setelah, katanya belakangan, membaca "bismillah" --mengacungkan kedua ibu jarinya ke atas.

Isyarat itu disambut cepat dan sigap tapi tcgang oleh gerakan lain: sebuah ayunan pedang dari atas ke bawah. Lalu kegiatan yang dimulai menjelang subuh dan tidak memakan waktu sampai 15 menit itu seolah berakhir dengan terdengarnya suara 12 bedil secara serempak.

Sekelompok manusia 5 Januari 1980 menentukan akhir hidup seseorang Henky Tupanwael terbunuh atas nama hukum -- yang oleh pengadilan sebelumnya disebut "demi keadilan yang berdasarkan Ketuhanan YME". Dua buah peluru tepat menembus jantungnya. Tiga lainnya mengenai dada bagian tengah, sebelah kanan dan lengan Beberapa detik kemudian barulah hadirin, yang terdiri dari pejabat kejaksaan, kepolisian dan Ditjen Pemasyarakatan, mengangkat kepala dan berhenti meremas-remas jari tangan mereka yang berkeringat.

Sebelum pukul 7 semuanya sudah beres. Mayatnya dipetikan bersama sejumput kembang dan sandal jepit yang sempat dipakainya pagi itu. Selembar handuk disusulkan sebelum peti bersalib tersebut ditanam di halaman belakang penjara di Pamekasan (Madura). Pendeta Subroto, yang sudah melayani Henky selama dua tahun -- tapi belakangan ditolak sebagai perawat rohani dalam eksekusi --membacakan beberapa ayat dari Injil.

Sejak malam tiga hari sebelumnya, tahun baru kemarin, Henky menerima kabar final diingatkan kembali apa yang pernah diputuskan pengadilan sekitar 16 tahun yang lalu. Dan permohonan grasinya, untuk mengubah hukuman matinya dengan bentuk pidana yang lain, telah ditolak Presiden sejak 2 Januari tahun sebelumnya.

Petugas penjara tidak melihat sesuatu perubahan sikap yang ditampilkan Henky dalam menyambut "hadiah tahun barunya" tersebut. Enteng saja ia berkata: "Itu sudah takdir saya."

Permintaan terakhirnya tak banyak: ingin makan ikan bandeng dan tongkol. Selain itu juga minta dipertemukan dengan ayahnya, J.M Tupanwael dan adiknya, Benny. Semuanya dipenuhi. Ayah dan adiknya juga didatangkan dari Bandung, dengan pesawat terbang.

Sikapnya tetap tak terlunakkan. Ayahnya tak bisa membujuknya untuk berdoa bersama. Perawat rohani yang disediakan untuknya juga ditolak. Katanya, seperti diceritakan seorang petugas, "kalau orang lain mencapai sorga dengan jalan berbuat baik, biarlah saya mencapainya dengan jalan kejahatan."

TIDURNYA pun tidak terganggu oleh batas umur yang sudah ditentukan manusia lain. Ia tidak sempat melihat matahari tenggelam untuk yang terakhir kalinya. Sebab,…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…