Menyahut Yusuf

Edisi: 33/09 / Tanggal : 1979-10-13 / Halaman : 11 / Rubrik : NAS / Penulis :


M. JASIN, Letjen (Purn).

INSTRUKSI Jusuf, "telah terlambat 5 tahun," kata M. Jasin, 58 tahun, bekas Sekjen Departemen PU yang mengundurkan diri pada 1975.

Meski terlambat, dianggapnya Jenderal Jusuf telah memberi angin baru. Instruksi itu bakal berhasil bila Menhanham mampu pula mengatasi praktek dagang terselubung. Artinya yang dilakukan anak, isteri atau keluarga yang memanfaatkan fasilitas perwira atau pejabat. Dan membersihkan penyelewengan itu hatus dilakukan dari atas, bukan dari bawah seperti yang dilakukan selama ini. Alasannya, selama ini bawahan selalu mencontoh atasannya.

Tindakan Menhankam harus pula diteliti dan diarahkan secara pragmatis agar berhasil. "Jangan sampai sekedar move politik menjelang 1982," ucapnya. Maksudnya tidak sekedar "janji baik" bagi masyarakat yang tak kunjung terlaksana. "Saya dulu mengundurkan diri sebagai Sekjen Departemen PUTL karena tidak mau menginjak-injak PP no. 6 tahun 1974 (larangan bagi pejabat untuk berdagang). Saya tahu banyak pejabat yang justru menginjak peraturan yang ditandatangam Presiden itu," katanya.

Keluar dari pemerintahan tokoh yang suka berterus terang ini langsung terjun ke dunia bisnis. "Tiga bulan pertama masih bingung, mau usaha apa," katanya. Saat itu, 1975, ia menerima gaji MPP sebesar Rp 120.000 per bulan. Turun menjadi Rp 85.000 setelah pensiun. Setelah bulat tekadnya menjadi pengusaha, 8 perusahaan mendatangi dan memintanya bergabung pada mereka. M. Jasin merasa senang. Tiap bulan ia bisa menerima Rp 1.5 juta.

TAPI kemudian ia merasa tidak senang. Mereka memakai sava cuma sebagai 'momok' saja. Nama saya dipasang di depan kantor mereka untuk keuntungannya," katanya dengan sengit. Setelah itu hanya 3 perusahaan bonafid yang diikutinya. Ketiganya adalah PT Tristar, perusahaan elektronik sebagai Direktur Utama. Di PT Hayam Wuruk Permai ia menjadi Presiden Komisaris dengan Marsekal Suwoto Sukendar sebagai Direktur Utama. Jabatan anggota Komisaris dipegangnya pula di PT Nindya Laksana bersama Letjen (Purn.) Soedirman dan bekas Kapolri Jenderal (Purn.) Sutjipto.

Dua tahun terakhir ini Jasin kurang puas pula, dan ikut perusahaan lain. Ia mulai mengembangkan usaha pribadi berupa perusahaan private consultant. Namanya cepat tersebar. Banyak perusahaan nasional dan asing yang minta bantuannya "menyelesaikan hambatan perusahaan". Hasilnya lebih besar. "Sekali pukul bisa puluhan juta rupiah," ceritanya.

Kisahnya dimulai 1976. Dengan rapat 3 atau 4 kali di rumahnya, ia bisa menyelesaikan sengketa tanah di Jalan Hayam Wuruk Jakarta. "Waktu itu saya terima imbalan Rp 50 juta." Mulailah ia terjun penuh dalam usaha ini. "Saya belajar dari pengalaman. Saya tahu masalah. Saya tahu kelemahan pejabat dan mereka kenal saya," ujarnya.

Sampai kapan ia akan mengejar duit? "Saya punya target, paling tidak bisa hidup 20 tahun lagi," katanya.…

Keywords: Perwira ABRIJenderal JusufA.H NasutionJenderal SoemitroAli SadikinDwifungsiDwi FungsiDwi Fungsi ABRIDwi Fungsi TNISejarah DwifungsiSejarah TNI
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?