GULA: TAK SELALU MANIS

Edisi: 00000 / Tanggal : 1971-01-12 / Halaman : 13 / Rubrik : EB / Penulis :

BAGI mereka jang tidak banjak menggunakan gula pada air tehnja
seperti orang Sunda misalnja meningkatnja harga gula achir tahun
lalu mungkin tidak memusingkan. Tidak demikian dengan jang harus
selalu minum manis. Sekalipun pengaruhnja kurang begitu terasa,
kenaikan harga gula pasir memaksa mereka menambah belandja
dapur. "Kenaikan simanis tjukup tjepat dan paling tinggi
diantara delapan kebutuhan pokok lainnja", kata Ajat Ruhajadi
pedagang gula di Senen. Ruhajadi tidak salah. Tahun 1969 pasaran
gula pasir masih sekitar Rp. 65 sekilo. Meskipun dibulan-bulan
Djuli dan Agustus tahun itu terdjadi kenaikan sampai Rp. 100 per
kilo, Departemen Perdagangan melalui sindikat-sindikat gulanja
dapat menekan kembali harga itu ketingkat semula. Akan tetapi
tahun 1970 harga itu bergerak meningkat lagi. Dari Rp. 67
perkilo melalui Rp. 70,50 selama kwartal ketiga 1970, harga gula
menandjak terus djadi Rp. 88 dibulan Nopember. Dan mendjelang
achir 1970 harga itu malahan melampaui Rp. 100. Tingkat harga
ini tidak banjak berobah dibulan pertama 1971 bahkan terlihat
tanda-tanda akan meningkat lagi.

; Chas. Mengapa gula selalu digoda kenaikan harga? Djawabnja
terbentang mulai dari turunnja produksi sampai kepada masalah
distribusi. Tahun lalu produksi dalam negeri ditaksir hanja
mentjapai 75.000 ton, 5.000 ton dibawah produksi tahun 1969.
Turunnja produksi ini difihak lain diikuti meningkatnja
permintaan gula dalam negeri karena mulai berdjalannja pabrik
baru jang memerlukan gula seperti Indomilk misalnja. Selama ini
seperempat dari kebutuhan gula dalam negeri harus dipenuhi
dengan impor dan bitjara soal impor adalah bitjara soal
ketergantungan harga dipasaran internasional jang tahun lalu
djuga mengalami kenaikan. Mengapa naik? "Volume gula jang masuk
kepasaran…

Keywords: -

---

Foto Terkait