PILIHLAH "ANU"

Edisi: 18/01 / Tanggal : 1971-07-03 / Halaman : 06 / Rubrik : NAS / Penulis :


APAPUN jang anda pilih 3 Djuli ini katakanlah "Anu" anda belum
tentu bisa segera melihat hasilnja. Apa lagi sebelumnja. Tapi
itu lumrah. Tidak ada ramalan pendahuluan jang bisa di pegang
mengenai satu hasil Pemilihan Umum Indonesia. Negeri ini belum
tjukup modern untuk memiliki pengumpulan pendapat publik buat
memperkirakan pilihan rakjat mendjelang hari pemungutan suara.
Lagipula Pemilihan Umum di Indonesia -- karena perkembangan
politik jang belum teratur -- baru dua kali ini diadakan setjara
nasional. Jang berlangsung ditahun 1971 ini terdjadi 16 tahun
setelah Pemilihan Umum pertama, dan Pemilihan Umum pertama
ditahun 1955 itu terdjadi setelah 10 tahun Republik berdiri.
Seandainja setjara teratur tiap 5 tahun sekali orang memberikan
suaranja, maka ramalan dan perhitungan akan lebih mudah.

; Itulah sebabnja kemelesetan ramalan terdjadi ditahun 1955. PSI,
misalnja, jang menjangka -- atau disangka -- akan dapat keluar
sebagai salah satu partai besar, ternjata malahan djadi
mentjiut. Sementara itu PKI dan terutama NU muntjul mendjadi
partai besar disamping PNI dan Masjumi. Berhasilnja NU di tahun
1955 -- satu partai jang dianggap mewakili golongan Islam
ortodoks -- di Djawa djuga tak pernah terbajangkan sebelumnja.
Lebih-lebih tak terbajangkan bahwa NU djustru mendapat pemilih
jang banjak dimana djuga PKI mendapat pemilih jang banjak.
Adakah pengalaman lama akan terulang pula dalam Pemilihan Umum
kedua hari Sabtu ini? Mungkin. Keadaan belum banjak berubah
didalam susunan dan nilai-nilai masjarakat. Tapi bagaimanapun
djuga, djarak waktu dua windu tjukup pandjang, dan dasar
perhitungan dulu belum tentu akurat untuk masa kini.

; Partai-Partai Jang Melemah

; 16 tahun bangsa ini tidak pernah mengalami Pemilu setelah Pemilu
pertama 1955. Selama masa itu proses kehidupan politik sudah
berdjalan sedemikian rupa, sehingga fikiran tentang adanja
Pemilihan Umum sadja sudah djarang. Sedjak dibubarkannja
Parlemen hasil Pemilu 1955 bulan Maret 1960 oleh Presiden
Sukarno, memang Badan Perwakilan Rakjat tetap ada. Tetapi badan
perwakilan itu telah berubah dan makin sukar untuk menentukan
adakah disana tertjermin kekuatan-kekuatan sosial-politik
dimasjarakat atau hanja kekuatan jang sekedar memenuhi kebutuhan
jang sedang berkuasa. Apa jang di sebut wakil-wakil rakjat dalam
badan legislatif adalah hasil dari penundjukkan dari atas.

; Masa itu djuga menundjukkan, bahwa arti pengertian "kekuatan
sosial-politik" tidak dengan sendirinja mentjerminkan banjaknja
suara rakjat dalam Pemilu dan kursi perwakilan diparlemen.
Parlemen dan partai-partai kehilangan dajanja, berhadapan dengan
langkah-langkah Presiden Sukarno dan TNI dibawah Djenderal
Nasution. Meskipun tokoh Masjumi Prawoto Mangkusasmito
sebelumnja menulis sadjak bahwa "demokrasi tampak miring", tapi
saat itu pengertian demokrasi djustru sedang membingungkan
dimaklumkannja Demokrasi Terpimpin dari atas telah menggantikan
demokrasi parlementer jang dibulan Nopember 1945 djuga
dimaklumkan dari atas hingga melahirkan banjak partai. Dan
Demokrasi Terpimpin itu njatanja diterima oleh sebagian besar
chalajak politik, ketjuali Masjumi, meskipun tafsirannja
berbeda-beda. Orang-orang Murba menginginkan dari sistim baru
itu timbul partai tunggal. PKI menghubungkannja dengan Konsepsi
Presiden tahun 1957 untuk memasukkan orang-orang komunis dalam
Kabinet. Tentara menjokongnja karena menganggap tidak beres para
politisi sipil, sementara kesatuan negara sedang amat terganggu
oleh pergolakan daerah PNI setudju mungkin karena dekat dengan
Bung Karno-nja, dan NU mungkin karena pandangannja waktu itu
memang sering tak sama dengan Masjumi, sementara sikapnja untuk
beroposisi memang belum pernah nampak. Sementara itu banjak
orang lain terpikat oleh sembojan kembalinja "semangat
Revolusi".

; Perbedaan tendensi dalam menerima Demokrasi Terpimpin itulah
jang kelak menjebabkan timbulnja konflik-konflik mendjelang masa
sendjakala pemerintahan Sukarno. Meskipun demikian, tahun-tahun
permulaan Demokrasi Terpimpin adalah periode politik non-partai
Di Kabinet jang dipimpin Presiden Sukarno semua Menteri harus
melepaskan afiliasi kepartaian mereka, dan dari ABRI duduk 11
Menteri. Pegawai tinggi dilarang berpartai, ABRI mulai duduk
dibirokrasi non-militer dan PN-PN. Dan setelah-Parlemen hasil
Pemilu dibubarkan karena menjerang rentjana anggaran belandja,
dibentuklah Parlemen baru dengan 283 anggota, dengan wakil-wakil
partai tjuma sekitar 130 orang, meskipun diantara 131…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?