Mencari Bayang-Bayang Bung Karno

Edisi: 42/23 / Tanggal : 1993-12-18 / Halaman : 22 / Rubrik : NAS / Penulis : PTH


INI satu atraksi yang jarang terjadi. Ribuan massa, tua muda, dibungkus seragam kuning Golkar dalam beragam motif, berdiri berjajar memagari bahu jalan yang menuju makam Proklamator Bung Karno di Bendogerit, tak jauh dari pusat Kota Blitar, Jawa Timur, Jumat lalu. Di belakang pagar manusia itu, umbul-umbul dan bendera kuning bergambar beringin melambai meriah. "Ini kejutan. Biasanya yang mau berziarah ramai-ramai ke makam Bung Karno itu cuma orang PDI," ujar seorang pejabat daerah Blitar yang ikut turun ke jalan.

Sekitar pukul 08.30 suasana makin riuh. Dari kejauhan sirene terdengar meraung-raung. Pemuda-pemuda tegap berseragam loreng AMPI, Pemuda Pancasila, dan FKPPI sibuk menyibakkan jalan. Tak lama kemudian sebuah bus mini milik Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Timur melintas. Dari jendela bus sejumlah tokoh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar dari Jakarta melambai-lambaikan tangan ke arah jajaran massa.

Di antara tamu penting yang mereka sambut tampak Ketua Umum Golkar Harmoko didampingi istrinya, Ketua Ny. Siti Hardiyanti Rukmana, Sekjen Golkar Ary Mardjono, dua orang wakil sekjen Mustahid Astari dan Aulia Rahman. Bintangnya adalah Nyonya Siti Hardiyanti. "Mbak Tutut, Mbak Tutut," massa memanggil dan mengelu-elukan nama putri Presiden Soeharto itu. Tutut demikian ia sering dipanggil membalasnya dengan tebaran senyum dan lambaian tangan.

Tujuan bus sudah jelas, yakni kompleks makam Proklamator. Tokoh-tokoh Golkar, yang didampingi Bupati Blitar Siswanto Adi itu, bergegas menuju cungkup makam yang megah, beratap susun tiga setinggi 17 meter, disangga tiang-tiang berlapis perunggu, berdinding kaca tebal, dan berlantai marmer. Ritual pun berlangsung. Mereka bersimpuh di sisi pusara, berdoa, lalu menaburkan kembang. Ritual itu singkat saja, sekitar 10 menit.

Keluar dari cungkup, puluhan wartawan menyerbu peziarah "istimewa", Ny. Siti Hardiyanti. "Saya pernah nyekar ke sini, tahun 1988. Sebagai Bapak Bangsa, Bung Karno milik seluruh bangsa Indonesia. Beliau juga bapak saya," ujar Tutut. Wartawan pun mencoba menggiring putri pertama Presiden Soeharto yang kini menjadi salah satu Ketua Golkar itu ke soal Megawati. Mega dianggap mampu menyedot simpati dan popularitas dari massa PDI terutama di kongres Surabaya pekan lalu karena nama besar Soekarno ayahnya, Presiden Indonesia yang pertama. "Apa saya tidak boleh? Mbak Mega memang putri Bung Karno. Tapi sekali lagi karena Bung Karno itu Bapak Bangsa, saya juga berhak nyekar di sini," ujar Tutut, yang hari…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?