Uup, Buat Si Siti

Edisi: 47/03 / Tanggal : 1974-01-26 / Halaman : 46 / Rubrik : HK / Penulis :


BEBERAPA waktu sebelum kerusuhan berkobar di Jakarta, dua ulama
besar di sini -- Dr. Hamka dan Habib Al-Habsyi -- mengirim kawat
kepada Presiden Soeharto. Isinya kurang-lebih terimakasih dan
rasa syukur, bahwa Undang-Undang Perkawinan telah selamat lahir
tanpa merugikan para pemeluk agama. Dad radio amatir, terdengar
pula beberapa undangan: untuk melaksanakan shalat Idul Adha dan
sekalian upacara pernyataan syukur -- bahwa pengamalan keyakinan
terhadap hukum Islam seperti yang selama ini berjalan
alhamdulillah bisa terus lestad melewati ujian kasus RUU
Perkawinan yang lalu. Menarik, undangan juga datang dari
wanita-wanita muslimat yang kali ini rupanya ada
menyelenggarakan ibadat Idul Adha tersendiri.

; Bahwa para muslimat mengadakan upacara syukur, boleh saja
diperkirakan tidak hanya-disebabkan oleh "selamatnya agama".
Dengan sedikit berlebihlebihan boleh dikatakan: ada sesuatu yang
sebenarnya juga diinginkan para wanita muslimat -- dalam hal
yang biasanya disebut sebagai "menyangkut nasib wanita" -- yang
sedikit-banyak tercapai lewat UU Perkawinan yang baru lahir.
Lihatlah. Pada saat ramai-ramamya penolakan terhadap RUUP tempo
hari, wanita-wanita Islam dengan berteriak membantah bahwa itu
RW dimaksud untuk menaikkan derajat wanita. Dengan misalnya
menunjuk bagian RUU yang "tidak ada menyebutkan batas maksimal
jumlah isteri dalam poligami", dan menuduhnya sebagai
pelonggaran batas empat yang "dengan segala catatan" dibedakan
oleh agama, boleh saja dianggap teriakan mereka lebih merupakan
senjata politis: pokoknya tidak suka kepada kepada RUU yang
non-agamis.

; Tapi dengarlah apa yang dikatakar seorang ustazah (wanita) dalam
pengajian. Setengah menangis menolak RUU dan membela hukum
Islam, setengah menangis pula ia menyerukan, pokok nya: "Hukum
Islam itu melindungi wanita. Karena itu laki-laki Islam jangan
menyia-nyiakan isteri", dan sebagainya Ini ustazah boleh
dibilang memisahkan antara hukum Islam dengan praktek laki-laki
Islam. Padahal, bila ternyata seperti dari kasus Rachmawati
Soekarno maupun Syarifa Syifa -- praktek san laki-laki justru
didukung oleh kitab kitab fiqh, dia bisa bilang apa? Tampak si
uslazah sebenarnya ingin tidak memakai kitab-kitab fiqh - tapi
iapun ingin agar "tidak keluar dari Islam". Itulah persoalannya.

; Mendaya-gunakan fasal. Keinginan seperti itu boleh dipercaya.…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…