AHMADIYAH, SEBUAH TITIK YANG DILUPA

Edisi: 29/04 / Tanggal : 1974-09-21 / Halaman : 44 / Rubrik : AG / Penulis :


JAKARTA, 1933. Pada tanggal 29 September malam orang berjejal di
sebuah tempat di gang Kenari, Salemba. Mereka mengikuti
perdebatan antara dua orang tokoh: Nama terkenal A. Hassan yang
mewakili Pembela Islam dan Abu Bakar Ayub Ahmadiyah Qadian. Pada
akhir itu juga fihak Pembela Islam menerbitkn rekaman debat
tersebut yang kemudian dicetak ulang 40 tahun kemudian. Pada
halaman-halaman pertama boleh dibaca keterangan yang
menggambarkan jalannya perdebatan:

; Rapat dihadiri oleh lebih kurang 2.000 orang Wakil pers yang
datang: Keng Po, Sin Po, Pemandangan, BintangTimur, Sikap Adil.
Sumangat, Senjata Pemuda Jawa Barat, Ceto Welo-Welo. Wakil-wakil
perkumpulan yang datang: Persatuan Islam, Pendidikan Islam,
AnNadil Islamie, Persatuan Islam Garut, MAS Garut, Persatuan
Islam Leles, Islamiyah Jatinegara, Perukun Kebon Sirih,
Salamatul- Insan, Al Irsyad, PBO. Pukul 8 rapat dibuka oleh
Ketua, tuan Mohd. Muhyidin dengan lebih dahulu mengucapkan
seperti berikut.

; Tuan-tuan putera dan puteri. Saya mengucapkan teimakasih atas
kedatangan sekalian. Ternyatalah perdebatan ini dapat perhatian
yang penting. Melainkan saya harap supaya tuan-tuan sekalian
akan tinggal dengan iman, seperti kemaren. Sekarang akan
diperingati lagi kepada tuan-tuan supaya janganlah mencela atau
mengeluarkan perkataan atau isyarat-isyarat yang memihak ke
salah satu partai yang sedang berdebat. Barang siapa tiada
menurut akan aturan ini, saya akan ambil tindakan. Ingatlah,
walaupun tidak setuju juga impan sahaja dalam hati. Tetaplah
memegang aturan seperti kemaren malam.

; Pembicaraan ini malam akan dibicarakan, apakah sesudah Nabi
Muhammad s.a.w. akan ada lagi Nabi atau tidak. Fihak Ahmadiyah
akan mengasih keterangan, dalil-dalil yang menguatkan
pendiriannya, bahwa sesudah Nabi Muhammad, ada Nabi lagi yang
tidak membawa syare'at. Pembela Islam akan kasi keterangan
sesudah Nabi Muhammad tidak akan ada Nabi lagi, walaupun yang
tiada membawa syare'at baru. Saya persilahkan tuan Abu Bakar
Ayub; waktunya 1 jam paling lama; janganlah menyimpang dari rel.

; Tuan A. Hassan: Tuan Ketua dan Yuri! Saya minta bicara.
; Tuan Ketua: Apa panjang?
; Tuan A. Hassan: Cuma perkara yang kemaren malam sahaja
; Tuan Ketua: Jangan sekarang dibicarakan.
; Tuan A. Hassan: Saya majukan pertanyaan, apakah aturan tetap
seperti kemaren atau ada robahnya, karena praktek kemaren tidak
baik.
; Tuan Ketua: Saya tidak mengizinkan. Saya pegang aturan yang
sudah ditetapkan oleh kedua belah fihak.
; Tuan A. Hassan: Karena tuan Rahmat Ali mendustakan saya.
; Tuan Ketua: Saya minta tuan tunduk kepada aturan.
; Tuan Hassan lalu duduk.

; Itu bukanlah satu-satunya debat antara Ahmadiyah dengan kaum
muslimin umumnya. Zaman itu adalah zaman ketika kebebasan mimbar
terbuka penuh. Sedang munculnya organisasi-organisasi
pembaharuan Islam di awal abad 20 seperti Muhammadiyah Al-lrsyad
atau Persatuan Islam telah menyebarkan satu udara di mana
kegemaran berdebat secara terbuka tumbuh menjadi satu institusi
yang di belakang hari boleh mengejutkan para penyelidik yang
kurang teliti. Namun dari besarnya perhatian -- baik pers maupun
para pengunjung luar kota -- terhadap debat di atas diketahui
bahwa pada tahun 30-an itu masalah Ahmadiyah bukan masalah yang
asing bagi rakyat muslimin umumnya. Bahkan boleh dipastikan ia
lebih aktuil di masa-masa tersebut dibanding sekarang ketika
sudah begitu banyak soal-soal lain yang lebih merebut minat umat
beragama. Orang seakan-akan baru diingatkan kembali ketika dari
Makkah dari satu mutamar organisasi-organisasi Islam sedunia
beberapa waktu yang lalu datang keputusan yang mengkalirkan
Ahmadiyah Qadian. Disusul dengan berita remang-remang tentang
beberapa kericuhan di Pakistan negeri asal Ahmadyah akibat
keputusan tersebut. Tidak begitu banyak yang diketahui orang
tentang perincian peristiwa tersebut secara jelas. Namun dari
berita-berita kecil di koran-koran didapat kesan bahwa di negeri
yang baru pecah dua itu gumpalan sentimen yang rupanya sangat
berakar -- antara kaum Ahmadiyah Qadian dan umat muslim umumnya
-- memang cukup kuat untuk menimbiukan ledakan setiap waktu. Dan
bagaimana di Indonesia?

; Tak ada ledakan apapun. Syukurlah. Di kalangan muslimin
Indonesia sekarang Ahmadiyah kurang-lebih hanya menduduki tempat
pengenalan samar-samar. Mereka tahu ada Ahmadiyah Qadian dan ada
Ahmadiyah Lahore. Bedanya tak begitu jelas; tapi yang pasti
Ahmadiyah Qadian meyakini Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) sebagai
Nabi -- meskipun hanya Nabi yang menghidupkan kembali ajaran
Rasulullah Muhammad S.A.W. dan bukan Nabi yang membawa syari'at
baru. Sedang yang Lahore menganggap Ghulam Ahmad sekedar seorang
Mujaddid Pembaharu untuk abad ini -- tak beda dengan
pembaharu-pembaharu untuk abad-abad terdahulu seperti Iman
Syafi'i Al-Ghazali. Ibnu Taimiah dan lain-lain. Para pembaharu
ini menurut mereka juga menerima wahyu hanya saja bukan wahyu
kenabian (TEMPO 18 September 1971). Terhadap Ahmadiyah Lahore
memang bukan tidak pernah terjadi serangan dari kalangan
muslimin selebihnya. Bahkan pada masa hidupnya HOS Tjokroaminoto
bapak pergerakan rakyat itu sendiri pernah terlibat dalam satu
debat terutama dengan kalangan Muhammadiyah: tentang penilaian
terhadap tafsir Qur'an yang ditulis Maulana Muhammad Ali bapak
aliran Lahore. Meski begitu reaksi yang lebih berat tentulah
ditujukan kepada Ahmadiyah Qadian. Debat A. Hassan lawan AlBakar
Ayub sendiri hanyalah salah-satu bentuk reaksi tersebut. Di
Sumatera Barat misalnya tujuh tahun sebelum itu telah tampil aji
Rasul -- nama ppuler Dr. Abdul Karim Amrullah ayah Hamka -- yang
menulis sebuah buku berbahasa Arab berjudul Al-Qaulush Shahieh
(Sabda Yang Benar) buat menyerang habis kaum Qadian. Buku
tersebut lantas dibalas oleh lawannya dengan judul yang juga
dalam bahasa Arab Izharul aqq (Kumandang Kebenaran). Sementara
itu majalah seperti Pedoman Masyarakat yang terbit di Medan
(1937) maupun Panji II/Masyarakat di Jakarta tak ayal pula
memuat tulisan-tulisan yang "menguliti" Ahmadiyah. Pada 1936
misalnya majalah ini memuat tulisan keras yang kemudian dibalas
oleh Abu Bakar Ayub (lawan debat A Hassan) dengan brosurnya
berjudul Bantahan Lengkap. Beberapa bulan lalu janji juga memuat
terjemahan Ali Aman dari ulama An-Nadi yang juga merupakan
serangan kepada kaum Qadiani. Tetapi mengapa Sumatera Barat
dalam hal Ahmadiyah lebih dahulu terdengar beritanya daripada
Jakarta misalnya?

; Imam Bonjol

; Orang tahu, daerah peninggalan Imam Bonjol ini pusat pergerakan
dau pembaharuan keagamaan. Dan memang disinilah pertama kali
Ahmadiyah Qadian menjejakkan kaki. Sudah sejak tahun 20-an
perguruan Sumatera Thawalib lembaga pendidikan Islam yang
bersejarah melihat-lihat keluar untuk memperluas orientasi bagi
memperkaya idham modernisme Islam. Sebagaimana Imam Bonjol pada
abad sebelumnya berlayar ke jazirah Arab dan berkenalan dengan
aliran Wahabi demikianpun beberapa orang murid Sumatera Thawalib
pada 1922 pergi berlayar -- tetapi bukan ke Mekah. Atas anjuran
Labai ElYunusiyah ulama besar dan ayah Rahmah El-Yunusiyah yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16

Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…

S
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05

Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…

S
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05

Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…