Hati-hati: Jangan-jangan Anda ...
Edisi: 11/06 / Tanggal : 1976-05-15 / Halaman : 48 / Rubrik : HK / Penulis :
MUNGKIN pasangan Emilia Contesa - Rio Tambunan kini sedang asyik menikmati hidup rukun dan bahagia. Tentu sambil melupakan apa yang pernah terjadi sebelum mereka mencapai jenjang yang sekarang ini. Syukur.
Namun agaknya di tengah madu cinta mereka, masih ada tersisa 'kasus hukum' yang tertinggal diam-diam menjadi perkara. Ternyata perkara perceraian antara Rio dengan Jaoni, isteri pertamanya, yang berlangsung sejak tahun 1973, belum beres. Nyonya Oloan Jaoni Tampubolon masih mengunakan hak bandingnya atas keputusan pengadilan tingkat pertama, yang menceraikannya dari suami dan bapak anak-anaknya. Belum ada kata putus dari hakim, tapi mengapa perkawinan Rio-Emil dapat berlangsung? Soal inilah kabarnya yang akan digugat oleh calon janda Rio Tambunan.
Pernikahan mereka, tanggal 30 Maret di Gereja Bethel-Jatinegara, di samping dipersoalkan sahnya oleh Jaoni, juga diperbincangkan oleh keluarga Emil sendiri. Pihak keluarga Emil berkeberatan. Berlangsungnya pernikahan adalah tanpa seizin mereka. Emil belum mencapai umur yang bisa memberinya hak kawin tanpa ijin orang tua.
Berapa sih umur Emil sebenarnya-19 tahun seperti yang diumumkannya sendiri, atau ia lahir tahun 1952 seperti yang tertera dalam SIM-nya? Bapak Emil, M. Hasan Ali, mengatakan: pokoknya Emil belum dewasa, belum 21 tahun, yang menurut Undang-Undang Perkawinan (UUP) masih harus mendapat izin orang tuanya kalau hendak menikah. Pendeta Sapulete yang menikahkan Rio dengan Emil mengelak. Ia toh telah mendapat keterangan dari 'wali' Emil, bahwa keluarga pengantin ini nun jauh di Banyuwangi sudah setuju. Dan menurut Sapulete, 'wali' itu yang tidak lain tante Emil sendiri --yang harus bertanggungjawab jika fihak keluarganya mengajukan keberatannya.
Betapapun, fihak Kantor Catatan Sipil tampaknya tak hendak mundur dari keadaan yang sudah terjadi seperti itu. Namun juga diakui, untuk pencatatan-pencatatan berikut mereka akan lebih cermat lagi. "Bahkan bagi yang sudah berusia 21 tahun sekalipun, sedapat-dapatnya kami akan mengusahakan surat izin orang tua", kata J.Patinaya, Wakil Kepala Kantor Catatan Sipil kepada TEMPO (edisi 17 April).
Itu perkara Emil dan Rio. Secara umum jelaslah, kalau pejabat yang berwenang sudah menyatakan sesuatu perkawinan itu sah, maka itu harus diartikan, resminya, calon-calon mempelai itu sebelumnya telah memenuhi semua syarat. Dan syarat-syarat itu, oleh UUP yang berlaku efektif sejak 1 Oktober tahun lalu itu--setelah dikeluarkannya peraturan pelaksanaannya -- telah diperinci. Mula-mula, seperti pada Pasal 2 (1), "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu". Dari sini jelas, pernikahan atau perkawinan itu disandarkan pada dasar agama. Baru kemudian pengantin, diwajibkan oleh undang-undang agar mencatatkan diri pada pejabat catat nikah--lazimnya Penghulu bagi yang beragama Islam dan di Kantor Catatan Sipil bagi lainnya.
Ternyata pada praktek perkawinan, banyak hal-hal yang dapat menarik perhatian. Dan diam-diam dipersoalkan orang sebagai persoalan baru. Mula-mula yang akan terhapus oleh ketentuan ini ialah anggapan bahwa, dengan sepotong surat nikah saja--bagaimanapun cara mendapatkannya--urusan sudah beres. Bahkan ada yang merasa bangga, jika surat itu keluar dari Kantor Catatan Sipil - yang konon punya harga di atas surat nikah yang dipunyai oleh pribumi. Maklum yang bercokol di kantor itu, dulu, amtenar Belanda - namanya saja amtenar burgerlijke stand.
MALAH begitu penting surat BS yang bisa diperoleh asal memenuhi syarat administrtif itu, sehingga memberi kesempatan untuk disalahgunakan. Sudah jadi rahasia umum kejadian seperti ini: Ada wanita warganegara asing, atau yang tak berkewarganegaraan, yang berani membayar ratusan ribu rupiah untuk memperoleh sepotong surat nikah. Caranya tidak terlalu rumit. Cari saja pemuda yang bersedia dibayar untuk bersama-sama meneken,surat kawin di Kantor Catatan Sipil. Di belakang itu dibuat semacam perjanjian, biasanya di atas kertas segel,…
Keywords: UUP, Emilia Contesa, Rio Tambunan, Oloan Jaoni Tampubolon, M. Hasan Ali, Pendeta Sapulete, J.Patinaya, Gde Pudja MA, PN Harefa, Djoko Moeliono, Syarifa Syifa, Jemsar, 
Foto Terkait
Artikel Majalah Text Lainnya
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…
Peringatan dari Magelang
1994-05-14Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…