NGOMONGIN BANG ALI

Edisi: 20/06 / Tanggal : 1976-07-17 / Halaman : 24 / Rubrik : KL / Penulis : WIROSARJONO, SUCIPTO

26 Mei 1967 SORE itu hari Jum'at malam Sabtu di Balai Desa Pondok Bambu. Dengan sandal dan kaos sport Bang Ali mengumpulkan pembantu-pembantunya. Beberapa staf seniornya hadir dengan berkain sarung. Mereka baru turun dari sembahyang magrib di Mesjid Desa.

Dengan nada santai, diajaknya semua hadirin geleng kepala. Betapa tidak, kunjungan kerja yang melelahkan di Kelurahan pinggiran Jakarta Timur itu telah mengorek banyak masalah yang Nauzubillah. Selama ini, wilayah dan masyarakat pinggiran Jakarta dianggap beres saja. Tidak diduga bahwa saat itu "musium hidup" Betawi asli sedang menanti perhatian. Masyarakatnya sangat terbelakang. Kondisi sosial ekonominya sebanding dengan Kelurahan terbelakang manapun di Jawa. Lurah-lurah banyak yang praktis buta huruf, sisa-sisa tukang pukul tuan tanah jaman baheula.

Waktu salah seorang Lurah itu berpidato awut-awutan, Bang Ali tersenyum kecut. Dipanggilnya drs. Hafiz, Kepala Direktorat Pemerintahan dan lirih tapi serius keluar instruksi-instruksi, keputusan dan program. Kondisi kesehatan dan pendidikan masyarakat jelas menunjukkan tiadanya sentuhan pembinaan. Di Kelurahan Setu, sejumlah kasus lepra (!) yang tak terurus diketemukan. Di semua Kelurahan yang dikunjungi ditemukan banyak anak-anak berperut buncit, gusi merah dan mata melotot yang selalu mengerumuni rombongan Gubernur. Dr Oh Lay Hien sibuk memejet pelupuk mata dan perut serta melongok mulut bocah-bocah itu dengan senyum yang hampa. Gedung sekolah pada rontok. Ada yang disangga bambu, karena nyaris roboh. Ada yang gentengnya berantakan. Bang Ali turut…

Keywords: Sucipto Wirosarjono, Ali Sadikin, Bang Ali, Drs. Hafiz, Oh Lay Hien, Abjandro Melchor, Rizal Park, Presiden Marcos,

Rp. 15.000