Jawa-islam: Keasingan Dan Pertemuan

Edisi: 47/07 / Tanggal : 1978-01-21 / Halaman : 17 / Rubrik : AG / Penulis :


DI Pulau Jawa, 1918, didirikanlah Tentara Kangjeng Nabi Muhammad. Tak ada perang yang terjadi. Yang diserang hanyalah sebuah koran berbahasa Jawa terbitan Surakarta, Djawi Hisworo. Koraul ini memuat tulisan yang dianggap menghina Nabi Muhammad. Protes mengalir dalam bentuk surat. Bahkan di Surabaya diadakan rapat akbar. Orang Islam menghimbau pemerintah Hindia Belanda untuk menghukum mereka yang bikin gara-gara. Himbauan ini tak dipenuhi.

Sebenarnya Martadaisana, pemimpin redaksi Djawi Hisworo, ada menambahkan catatan untuk artikel yang menghebohkan itu, bahwa orang yang tak faham memang bisa tersingguug oleh isinya. Sebab di sana dikesankan seolah-olah Nabi berhubungan dengan arak dan candu. Padahal, kata Martadarsana, kalimat semacam itu jelas tidak bermaksud menghina jika ditafsirkan tidak secara harfial dan jika orang kenal baik sastra Jawa.

Dalam karya sastra Jawa seperti Sutuk Catoloco, keadaan fly oleh sebab candu memang hanya suatu metafora untuk menggambarkan kenikmatul jiwa dan terungkapnya secara terang-benderang kenyataan yang lebih luhur. Namun artikel Djawi Hisworo betapa pun sudah salah posisi. Ini terutama nampak ketika Ketua Sarekat Islam waktu itu. R. Umar Said Cokroaminoto tampil memimpin protes. Martadarsana adalah pendukung Sarekat Islam cabang Surakarta yang masih dipimpin Haji Samanhudi yang menentang Cokroaminoto. Dan pada saat itu Coklo sedang harus menghadapi sayap kiri SI yang dipimpin Semaun.

Akhir dari Tentara Kangjeng Nabi Muhammad tak jelas betul. Pokoknya kemarahan kemudian mereka: Sarekat Islam tahun itu sibuk berkongres. di mana Semaun ternyata tak dapat digeser. Tapi setidaknya tahun 1918 menunjukan tanda-tanda pertama ketegangan antara golongan Islam dengan mereka yang berkecenderungan kejawen. Ketika Suluk Gatoloco terbit dalam bentuk buku di Surabaya tahun 1889. waktu itu tak ada protes. Agaknya benar juga kata Prof. G.W.J. Drewes dalam The Struggle Between Javanism and Islam yang dimuat dalam majalah ilmiah Bijdragen Kon. Inst. No. 122 (1966): "Apa yang bisa lewat tanpa diacuhkan di tahun 1889 tak dapat lagi demikian di tahun 1918."

Kesadaran Islam makin kuat di kalangan muslimin Indonesia, peran media massa makin efektif dan hidupnya gerakan politik kian jelas. Ketika penerbit Buning milik orang Belanda di Yogya di tahun 19 menerbitkan sebuah…

Keywords: Tentara Kangjeng Nabi MuhammadDjawi HisworoMartadarsanaR. Umar Said CokroaminotoHaji SamanhudiSemaunProf. G.W.J. DrewesDarmagandulTan Khoen SwieSunan Bonang
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16

Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…

S
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05

Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…

S
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05

Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…