Masa Baru Dalam Dakwah, Mudah-mudahan

Edisi: 24/08 / Tanggal : 1978-08-12 / Halaman : 54 / Rubrik : AG / Penulis :


SUDAH dua setengah bulan yang lalu terdengar berita itu. Surat Keputusan Menteri Agama Alamsyah, bernomor 44/1978, menyatakan bahwa da'wah agama, sebagaimana juga kuliah subuh lewat radio, tidak lagi memerlukan izin. SK yang dikeluarkan 23 Mei itu dinyatakan Menteri merupakan hasil pertemuannya dengan Pangkopkamtib tiga hari sebelumnya.

Dan dengan itu diharapkan terjadi perobahan. Khotbah Jum at, seperti di beberapa daerah -- misalnya Bali -- tak perlu lagi harus didahului penyerahan naskah kepada lurah, camat dan Kanwil Departemen Agama. Mubaligh dari Bandung yang cuma hendak memberikan akad nikah di Subang, tak perlu dibatalkan oleh pihak otorita setempat. Prof. Hamka sendiri dahulu, di kampungnya, Payakumbuh, sudah naik mimbar toh disuruh berhenti bicara, Demikian juga Jawa Timur misalnya terkenal sebagai daerah yang banyak menghadapi kasus perizinan da'wah.

Dan sekarang, di hari-hari awal bulan puasa, bagaimanakah perkembangan di daerah? Berikut ini sekedar laporan dari berbagai pelosok.

Awal Juli kemarin, mesjid Cupak di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, dipadati pengunjung. Organisasi Wirid Remaja Cupak malam itu melakukan peringatan Isra' Mi'raj. Yang akan bicara sudah datang: seorang dosen IAIN dari Padang, drs. Amirsyah namanya. Tapi pengajian tak kunjung bisa dimulai -- dan memang takkan bisa dimulai, sebab tiba-tiba Letda Pol. Sulono, Dan Sek setempat bersama Wali Negeri memberitahukan, bahwa izin Dan Res 309 Kabupaten Solok tidak keluar. Pengunjung dipersilakan pulang.

Masih di Sumatera Barat, di Pesisir Selatan peraturannya lebih ketat. Pembicara dari luar daerah tetap tak dibolehkan masuk -- seperti dituturkan seorang mubaligh kepada TEMPO Polisi akan selalu menolak argumentasi bahwa sudah ada instruksi Kopkamtib untuk tak perlu lagi menuntut permohonan izin kecuali dengan pihak KUA.

Sisa-sisa pelarangan masa lampau sendiri, khususnya terhadap para da'i yang dinilai "keras," belum lagi hilang -- kalau tidak malah akan tetap dan menjadi kebijaksanaan baru. Bukan saja yang bisa berkhotbah di mesjid besar hanya melulu para da'i (juru da'wah) yang "nak" -- seperti di Banda Aceh, di Mes Ampel Surabaya, dan praktis di sem: mesjid agung di kota kabuparen. Tetapi juga satu-dua kasus pelarangan da'i "garis keras" masih terjadi. Di Kalimantan Selatan H. Birahsani, bulan Rajab kemarin tiba-tiba dilarang Camat Awayan. Padahal, "saya dilahirkan dan dibesuk di Awayan," kata Pak Haji --- sedang isi ceramahnya sehari sebelumnya (yang, diketahuinya ada direkam oleh seseorang) menurut pengakuannya sendiri "sama sekali tidak meremehkan hasil-hasil pembangunan," katanya.

Tentu saja perobahan tak mungkin datang serta-merta. Seperti dikatakan Menteri Alamsyah sendiri -- di depan Lokakarya Peningkatan Da'wah yang diikuti utusan ulama se-Sumatera Barat masih dibutuhkan waktu.…

Keywords: AlamsyahProf. HamkaOrganisasi Wirid Remaja CupakDrs. AmirsyahSulonoH. BirahsaniAwayanLaksusda JayaMuhammad Ghazali HasanMoh. NatsirYusuf Hasyim
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

M
Menyebarkan Model Kosim Nurzeha
1994-04-16

Yayasan iqro menyiapkan juru dakwah, ada di antaranya anggota abri berpangkat mayor, yang mengembangkan syiar…

S
Sai Baba, atau Gado-Gado Agama
1994-02-05

Inilah "gerakan" atau apa pun namanya yang mencampuradukkan agama-agama. pekan lalu, kelompok ini dicoret dari…

S
Siapa Orang Musyrik itu?
1994-02-05

Mui surabaya keberatan sebuah masjid dijadikan tempat pertemuan tokoh dari berbagai agama, berdasarkan surat at…