SILAKAN KAMPANYE, JANGAN KERAS-KERAS

Edisi: 52/06 / Tanggal : 1977-02-26 / Halaman : 04 / Rubrik : NAS / Penulis :


"Marilah kita jadikan pemilihan umum yang lima tahun sekali itu, yang berjalan tertib dan jujur, yang bebas dan rahasia,* tanpa tekanan lahir dan batin, menjadi kebudayaan baru dalam kehidupan politik kita".

Presiden Soeharto, 16 Agustus 1976 di depan DPR.

MUDAH-MUDAHAN inilah hari-hari yang tanpa tekanan batin. Mulai Kamis pekan ini hingga 24 April mendatang, cuaca politik negeri ini akan ditandai dengan kegiatan kampanye pemiJihan umum. Sebanyak 1.630 calon DPR (terdiri 590 dari Partai Persatuan Pembangunan, 580 dari Golongan Karya dan 460 dari Partai Demokrasi Indonesia) telah dinyatakan "lolos" dari saringan. Mereka disahkan dalam satu upacara singkat di aula Departemen Dalam Negeri pekan lam. Para calon tersebut akan memperebutkan sejumlah 70,6 juta pemilih yang tersebar di 26 propinsi.

Dalam beberapa hal, pemilu 1977 ini tak berbeda dengan pemilu pertama dijaman Orde Baru tahun 1971. Tapi tidak seluruhnya sama. Pihak Golkar misalnya, kini dihadapkan pada tanda-tanya adakah ia mampu kembali tampil sebagai pemenang besar dan meraih paling sedikit 236 kursi seperti di tahun 1971. Soalnya kini Golkar berada dalam posisi untuk mempertanggungjawabkan apa saja yang telah dan tidak dilakukannya setelahjadi pemenang pemilu 1971. Dulu dia bisa tampil sebagai alternatif yang segar. Kini, lima tahun kemudian, yang dulu segar mungkin sudah jadi yang "itu-itu juga".

Kini, partai politik sudah dikumpulkan jadi Partai Persatuan Pembangunan, didirikan 5 Januari 1973 sebagai hasil fusi partai-partai NU, Parmusi, PSSI dan Perti. Lima hari kemudian partai-partai PNI, Parkindo, Partai Katolik, IPKI dan Murba juga berfusi dan wadah baru itu bernama Partai Demokrasi Indonesia.

Sebagai hasil "fusi" yang prosesnya agak dipaksakan, partai dalam keadaan kedodoran. Tapi mereka tak sepenuhnya tidak menarik. Kini partai politik bukan pihak yang disoroti prestasinya, atau yang bisa disalahkan jika ada ketidakberesan pemerintahan. Sebab mereka tidak ikut serta "diatas". Mereka "di bawah". Dan sebagai umumnya pihak yang dalam posisi demikian, mereka jadi penyorot. Dan tak jarang mereka nampak sebagai pihak yang perlu dibelas- kasihani. Menjelang pemilu 1977 ini, mereka malah seperti ingin selalu berteriak minta tolong — dan mohon keadilan.

Lihatlah situasi sebelum kampanye dimulai. Laporan ke alamat pimpinan pusat partai boleh dibilang tiap hari berdatangan dari daerah. H.M. Anwar Nurris hari Kamis pekan lalu - bertepatan dengan upacara penanda-tanganan calon tetap partai dan Golkar — mengeluarkan pernyataan pers tentang serentetan "tindakan penekanan". la baru mengunjungi beberapa daerah di Jawa Timur baru-baru ini. Anggota DPR dan calon PPP untuk daerah pemilihan Jawa Timur itu menyatakan lebih lanjut bahwa di Situbondo dua anggota PPP terpaksa harus dirawat di rumah sakit akibat pukulan oleh pamong desa. Masih dalam daerah Situbondo, tiga orang warga NU (PPP) - Mauddin, P. Wini, dan P. Ra'is - mengalami pemukulan 5 Pebruari lalu oleh seorang petugas yang bernama Jamal. Pengakuan itu dibuat sendiri oleh ketiga orang tersebut daiam bentuk tertulis, dilengkapi foto masing-masing.

Selain yang keras-keras begitu, ada pula yang lebih "enak". Pembantu TEMPO di Yogyakarta melaporkankeadaan desa Patuk di kawasan Kabupaten Gunung Kidul. Bulan Januari kemarin di sana diadakan semacam pemilihan umum pendahuluan. Patuk berpenduduk 1.982 jiwa. Di situ disiapkan empat Tempat Pemungutan Suara (TPS) buat 968 orang yang berhak memilih. Januari yang lalu itu rumah-rumah penduduk didatangi oleh petugas yang membawa serta sebuah kertas formulir angket. Rakyat diminta memilih golongan yang tertera dalam kertas angket yang urutannya adalah Golkar, PPP, dan PDI. Pilihan harus disertai tanda-tangah yang bersangkutan. Atau…

Keywords: KampanyePemilu 1977
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?