Pdi Bukan Kalah. Tapi Akan Habis ?

Edisi: 12/07 / Tanggal : 1977-05-21 / Halaman : 05 / Rubrik : NAS / Penulis :


MEROSOTKAH PDI? Kesan pertama, ya. Menurut angka Lembaga Pemilihan dan Umum sampai akhir pekan lalu, partai ini cuma mendapat 8,7% dari jumlah suara yang masuk, sementara dua kontestan lain berada di atas 20% (Golkar: 62,1%, PPP: 29,2%). Sementara itu. di daerah seperti Nusa Tenggara Timur, misalnya, tampak penurunan presentase suara yang menyolok dibanding dengan dua pemilu sebelumnya. Juga di Maluku dan Sulawesi Utara.

Namun para tokoh PDI, seperti misalnya dikatakan TAM Simatupang dari DPP PDI pekan lalu dalam diskusi dengan TEMPO, tidak setuju untuk memakai kata "kemerosotan". Bahkan ketua Umum PMKRI Chris Siner Key Timu - seraya mengatakan bahwa dia bukan anggota PDI. dan menyatakan beberapa kritiknya kepada PDI - menegaskan bahwa "sebenarnya PDI justru menang, kemenangan moril". Baginya kemenangan Golkar justru kemenangan dalam tanda kutip. Dengan fasilitas macam-macam dengan mengerahkan hampir semua menteri dan pejabat daerah, kata Chris, presentase suara Golkar malah kurang dibanding pemilu 1971. Sementara itu, BN Marbun, sarjana lulusan Jerman yang ikut berkampanye buat PDI di Sumatera Utara, PDI baru bisa dibilan merosot nanti kalau meman turun angkanya dalam pemilu 1982.

Jika lebih teliti memperhatikan grafik presentase suara PDI di daerah basis partai-partai terkuatnya (lihat: Grafik, hal. 6) memang "kemerosotan" itu tak terjadi benar. Bahkan di Bali meskipun di situ ada "penggarapan" hebat dari Golkar dan aparat pemerintah daerah, ada kenaikan sedikit dibanding pemilu 1971. Juga di Sumatera Selatan dan Jawa Barat.

Anehnya, ada beberapa daerah Lampung dan Irian Jaya misalnya justru tak ada kampanye PDI, malah suara yang didapat bertambah. Menurut kalangan PDI, di daerah di mana tak ada atau sangat sedikit PDI kampanye, dianggap sepi oleh Golkar, "hingga tak ada tekanan-tekanan". Itulah sebabnya DPP PDI lantas mengambil kebijaksanaan melaksanakan kampanye dengan cara getok-tular, bisik-bisik dari rumah ke rumah.

Jauh sebelum saat kampanye sudah "kami perhitungkan akan adanya penyalahgunaan kekuasaan", kata TAM Simatupang. "Karena itu kami menghindari kampanye terbuka dan lebih cenderung kampanye secara getok tular, seperti di Jawa Barat. Hasilnya Jawa Barat naik 200%". Sebaliknya dengan Jawa Tengah dan Bali. Mula-mula getok-tular. Setelah merasa kuat, lantas kampanye terbuka. "Akibatnya tekanan-tekanan pun menjadi-jadi", tambahnya.

Padahal, PDI "belum siap mengnadapi pemilu" seperti diakui oleh drs. Suryadi, bekas ketua umum GMNI. "Selain belum mampu mengemukakan identitasnya, soal-soal intern akibat dari fusi juga belum selesai", kata Suryadi pula.

Lebih dari itu di pinggiran Jakarta PDI dianggap sebagai "partai Kristen". Anggapan seperti itu juga terdapat di daerah lain. Di Kalimantan Timur tak sedikit orang-orang PNI (beragama Islam) yang tak begitu berkenan melihat daftar calon PDI yang banyak pendetanya. Sementara itu masyarakat Sumatera Barat menganggap PDI identik dengan kristen dan Tionghoa. Parkindo punya basis di Mentawai, sedang Katolik berakar di kalangan Tionghoa.

Kalangan bekas partai yang berfusi sendiri pun tampaknya ragu-ragu menghadapi PDI. Misalnya Virga Belan bekas tokoh LKN yang juga suka bicara politik. Baginya, PDI "tidak punya pedoman politik yang jelas, hingga massa pun tidak tegas menghadapi pemilu", katanya. Bekas tokoh katolik. Lo SH Ginting, bahkan menyatakan, "dari segi idiil saya tidak yakin akan program PDI, karena tidak jelas".

Karnarajasa, putera bekas tokoh PNI Ali Sastroamidjojo almarhum bahkan menyebut "PDI tak punya guts (nyali)". Mungkin itu sebabnya selain ada tokoh seperti Lo Ginting yang menusuk Ka'bah dan Banteng ("untuk memperbaiki keseimbangan politik"), banyak pula kaum nasionalis yang justru memilih PPP lantaran ingin memberikan anti government vote.

Tapi sebab serius juga lantaran tiadanya dana. "Selain dana dari pemerintah sebanyak Rp 175 juta, kami tak minta bantuan sepeser pun. Bantuan itu dibagi rata, setiap DPD Rp 1 juta, dan masing-masing Rp 300.000 untuk 280 cabang", kata TAM Simatupang, ketua DPP PDI. Meskipun ada tokoh-tokoh…

Keywords: Tam SimatupangChris Siner Key TimuBN MarbunDrs. SuryadiLo SH GintingAli Sastroamidjojo
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?