Muka Baru Jepang ?; Sering-sering Saja Mr. Goodwill

Edisi: 25/07 / Tanggal : 1977-08-20 / Halaman : 04 / Rubrik : NAS / Penulis :


SESAAT sebelum dimulainya konperensi pers Sabtu sore kemarin. Takeo Fukuda 72 tahun, menyalakan sebatang sigaret buatan negerinya. Di bungkusnya tertulis: Hope.

Perlawatan Perdana Menteri Jepang itu ke ASEAN dan Birma memang disertai dengan setumpuk harapan. Baik bagi para tetangganya di tenggara dan lebih lagi bagi Jepang sendiri.

Di satu fihak kelompok ASEAN ingin melihat peranan Jepang yang bisa diandalkan sebagai 'payung ekonomi', dan bukan sebagai negeri serakah yang ingin sebanyak mungkin mengeruk bahan mentah dan kemudian menjual kembali dagangannya ke tempat asal bahan mentah itu. Di lain fihak, muhibah Takeo Fukuda yang ia namakan "dari hati ke hati" itu, tak mungkin terlepas dari tujuan Jepang untuk lebih meluaskan sayap perdagangannya ke ASEAN.

Tak mudah bagi Jepang, memang. Sejak PM Kakuei Tanaka berkeliling ke ASEAN, yang disertai dengan ledakan kebencian terhadap Jepang di Bangkok dan Jakarta, mereka beranggapan pasaran di kawasan ASEAN itu sudah jenuh. Mereka kemudian lebih menggencarkan ekspornya ke negara-negara kaya seperti Amerika dan Eropa Barat. Penanaman Jepang juga makin meningkat ke negara Amerika Latin seperti Brazilia dan Arab-Saudi: sumber utama Jepang bagi kebutuhan enerjinya (minyak).

Bagi Jepang yang tetap berpegang pada motto "datang lebih dulu dan yang lainnya kemudian", masuk akal kalau ia lebih suka bermain dengan negara-negara yang banyak uang. Tapi mengapa Jepang kini ingin lebih berbaik-baik dengan Asia, khususnya ASEAN?

Banyak jawabnya. Umumnya pengamat bersepakat, gagalnya politlh AS di Vietnam -- yang membuat kawasan Indo Cina kini dikuasai komunis merupakan salah satu sebabnya. Dan ASEAN, di samping Korea Selatan dan Taiwan dipandang sebagai benteng terakhir untuk menghadapi komunis. Maka "Jepang tak ingin melihat Asia Tenggara yang tidak stabil," kata Menteri Perdagangan Radius Prawiro. Atau dalam kata-kata Menlu Adam Malik ketika menjemput PM Takeo Fukuda di bandar udara Halim Perdanakusuma, "kita memang butuh akan Jepang, tapi mereka butullnya lebih."

Kurang, atau lebih, kehadiran Takeo Fukuda di lima ibukota ASEAN itu ingin menghindari kesan bahwa dialah "Mr Money Well" (Tn. Sumur Uang) seperti digambarkan oleh karikatur harian New Straits Tiles di Malaysia sewaktu berlangsungnya KTT ASEAN di Kualalumpur. "Saya merasa tak senang dengan gambaran begitu," kata Fukuda dalam acara jamuan makan malam di Istana Merdeka Jakarta. "Saya mengharapkan disebut sebagai Mr Goodwill."

Sekalipun merasa gembira bahwa negerinya sudah bisa memberi pinjaman uang sebanyak $ 2 milyar - disertai penanaman modal dengan nilai yang sama - di Indonesia, Fukuda memberi kesan tak ingin bicara melulu soal fulus. "Saya tak merasa puas dengan hubungan bilateral antara Jepang dan Indonesia yang sekarang ini lebih terbatas pada soal uang dan benda," katanya. Maka dia tak segera menjawab ketika ditanyakan tentang gagasan untuk memb uat Central Terminal Oil Station (Pusat Penyimpanan Minyak) di Selat Lombok.

Ketika Tanaka masih jadi PM, dia kabarnya menjanjikan akan membantu rencana besar itu. Bagi Indonesia ini dianggap penting, karena dengan begitu tanker-tanker raksasa yang datang dari Timur Tengah bisa langsung ke Jepang lewat selat Lombok. Dan tak lagi perlu mengalihkan muatan minyaknya ke tanker yang berukuran lebih kecil karena harus melewati Selat Malaka yang sudah padat kapal itu.

Presiden Soeharto ada membicarakan soal itu dengan Fukuda di…

Keywords: JepangASEANTakeo FukudaKakuei TanakaRadius PrawiroAdam MalikMr Money WellMr GoodwillPresiden SoehartoHatoyama
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14

Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…

K
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14

Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…

O
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14

Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?