Sawito Membisu, Para Ahli Hukum ...
Edisi: 38/07 / Tanggal : 1977-11-19 / Halaman : 56 / Rubrik : HK / Penulis :
BENARKAH terdakwa memasuki "kehidupan spirituil"? Sejak kapan? Betulkah telah melakukan lelonobroto? Kapan, di mana, dengan siapa saja, dan apa yang diperoleh? Dapat wangsit atau ndaru berupa apa? Di mana, kapan, dan oleh siapa dilantik sebagai ratu adil?
Pertanyaan majelis begitu gencar. Tapi sambil mengangkat bahu, dan sedikit menggoyangkan kursi putarnya, baik kepada hakim maupun jaksa Sawito bilang: "Saya dapat menjawab semua pertanyaan itu. Tapi tanyakanlah dulu kepada para saksi. Baru saya akan menjawab."
Sawito mulai melakukan aksi bisu. Tegas ia menyatakan: baru akan menjawab semua pertanyaan, setelah para saksi diperiksa lebih dulu.
Perdebatan kecil tapi panas berlangsung. Sawito pintar berkilah: "Kalau sama saja mengapa saksi tak diperiksa lebih dulu - bukankah hukum mengatur begitu?"
Dan seperti diduga, karena bisunya Sawito memang bukan kejutan baru, hakim tetap pada pendiriannya. Terdakwa diperingatkan. Kalau tak mau menjawab pertanyaan, itu memang haknya tapi ya salah sendiri. Pokoknya hakim dan jaksa terus mengajukan berbagai pertanyaan. Bahkan jaksa Mapigau sempat menggertak. Mengetok meja, mempersetankan terdakwa, sambil mengancam hendak memeriksakan pesakitannya ke dokter jiwa.
Sawito ngotot karena ada pasalnya dalam undan-undang. "Kita toh dapat membacanya," katanya.
Pasalnya memang masih tercetak di buku undang-undang hukum acara pidana (HIR). Dan masih laku: "Sesudah semua saksi diperiksa, maka hakim memeriksa pesakitan . . . (HIR 289). Pembela Sawito, Mr Yap, berani bertaruh "tak akan ada penafsiran yang lain dari apa yang tegas-tegas tercantum dalam undang-undang ."
Apalagi bila hal itu dikaitkan dengan hak dan perlindungan bagi si terdakwa. "Coba saja," kata Yap. "Terdakwa diseret ke pengadilan tentu bukan atas kemauannya sendiri." Jaksalah yang mengajukannya ke muka hakim. "Jadi azasnya," kata pengacara bersemangat ini "yang mendakwa harus membuktikan dakwaannya - dan bukan sebaliknya."
Advokat ini juga menganggap "tak pantas mendesak-desak, malah kadang menjebak terdakwa, dengan berbagai pertanyaan untuk memeras pembuktian." Yang betul, katanya, adalah seperti yang dikehendaki hukum. "Periksa para saksi dulu, ajukan semua bukti, dan biarkan terdakwa menggunakan haknya: diam atau membantah."
Pembuktian cara begitu, menurut Yap, dipakai di hampir semua negara. "Bahkan di Eropa sana - tempat nenek moyang hukum kita."
Yap cukup berpengalaman mengutik-utik 'pelanggaran' hukum acara semacam itu. Asep Suryaman, terdakwa dalam mahmilub tahun 1975 - setelah 'dinasehati' oleh Yap - juga pernah membisu dalam pengadilan. Hakim, waktu itu TM Abdullah SH (yang kini sedang diperiksa sehubungan dengan peristiwa penembakan di Cawang baru-baru ini), menolak permintaan terdakwa agar…
Keywords: Pengadilan, Subversi, Sawito, Lelonobroto, Hakim, Jaksa, Terdakwa, HIR 289, Mr Yap, Asep Suryaman, TM Abdullah SH, Oci Tju Tat, H. Sadili, Dr Wirjono Prodjodikoro SH, S. Tasrif SH, DPP Peradin, Palti Raja Siregar, IKAHI, Mr. Tjiam Djoe Khiam, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…
Peringatan dari Magelang
1994-05-14Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…