Keprak Ketoprak Bertalu-talu

Edisi: 06/35 / Tanggal : 2006-04-09 / Halaman : 51 / Rubrik : SEL / Penulis : WIJANARKO, TULUS ; SYAHIRUL, ANAS ; AMIRUDDIN, BANDELAN


Ketoprak tanggapan lebih simpel: pemain hanya berkumpul jika ada yang menanggap. Di pantai utara Jawa, grup-grup kesenian ini tumbuh dan menjadi sandaran hidup para pelakunya. Era tobong memang sudah berakhir, terutama setelah Siswo Budoyo Tulungagung tutup layar pada 2001. Yang lain bagai tercekik: penonton enggan mendatangi pementasan tobong dan menggantinya dengan sinetron dan dangdut di televisi.

Pada akhir Februari lalu sebuah festival ketoprak digelar di Solo, Jawa Tengah. Suara keprak, kentongan kayu yang dipukul untuk menandai pergantian adegan tobong, nyatanya tak pernah benar-benar surut.

SULARTO memukul-mukul kendang sendirian di bawah panggung. Ritmenya tak begitu teratur, tetapi tampak sekali lelaki 36 tahun itu begitu menikmati permainannya. Di panggung, empat lelaki bergeletakan mengaso sambil ngobrol ngalor-ngidul. Udara panas sekali. Siang itu di tobong ketoprak milik Ki H Anom Suroto, Timasan, Sukoharjo, ia bersama rekan-rekannya baru saja menuntaskan latihan. Malam nanti, mereka akan beraksi membawakan lakon legendaris berjudul Sumpah Palapa.

Sularto bukan pemain utama dalam kelompok Ketoprak Guyub Dalang Sukowati, Sragen, Jawa Tengah. Ia hanyalah pemain comotan khusus untuk adegan perang--biasa disebut wayang kepruk. Melihat postur tubuhnya yang langsing tapi liat itu, Larto memang cocok unjuk keterampilan bersilat di atas panggung. "Tetapi gara-gara itu saya belum pernah naik pangkat dalam ketoprak," katanya masam.

Bermain ketoprak sejak lulus SD pada 1987 di dusun kelahirannya, Tambakselo, Ngawi, Jawa Timur, ia memang langsung kebagian peran keprukan. Keterampilannya bersilat ia peroleh dari Darmaji, seorang pemain ludruk keliling yang suatu ketika mampir ke dusunnya. Untuk biaya latihan, "Waktu itu per hari saya cuma membayar sebungkus rokok Bentoel dan air kelapa muda," cerita Larto.

Dia lalu bergabung dengan kelompok tobong Wahyu Budoyo dan berkeliling selama sembilan tahun. Lepas dari sini, ia bertualang ke berbagai tobong dan berlabuh di Setiyo Budoyo, Ngawi, sampai sekarang.

"Tetapi saat ini sedang sepi tanggapan, maka saya mau saja diajak main Pak Eko di festival ini," katanya. Eko Wahyu adalah pimpinan Guyub Dalang Sukowati. Mereka hadir di tobong Anom Suroto pada akhir Februari lalu, sebagai peserta Festival Ketoprak Se-Jawa Tengah. Festival ini diprakarsai oleh Guyub Dalang Surakarta yang dipimpin GPH Benowo, Ki H Anom Suroto, dan Ki H Manteb Sudarsono.

Dalam kalender Jawa, bulan Pasa hingga Sura adalah masa paceklik bagi kelompok ketoprak. Pada bulan-bulan itu tak banyak orang yang memiliki hajat, dus tak ada tanggapan. Mendirikan tobong…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…