KETIKA RAKYAT HANYA MENJADI PELENGKAP

Edisi: 42/33 / Tanggal : 2004-12-19 / Halaman : 76 / Rubrik : DMS / Penulis : Stanley , ,


KAKAK-beradik itu hanya ingin menunjukkan kesetiaan kepada partai yang didukungnya. Hari itu, 26 Oktober 2003, ulang tahun Partai Golkar di Bali diperingati secara besar-besaran. Bersaudara itu pasti tidak pernah menyangka bahwa dukungan dan kesetiaan mereka harus dibayar dengan nyawa. Keduanya diserbu pendukung partai lain yang marah kepada partai yang mereka dukung-yang oleh lawan politiknya dituduh melakukan pengerahan massa.

Nasib tragis itu menimpa I Putu Negara dan I Ketut Agustana, kader Partai Golkar Buleleng yang tewas dengan luka-luka di sekujur tubuhnya dalam bentrokan dengan kader PDI Perjuangan (PDIP). Mereka harus tewas di tangan pengeroyoknya, yang mungkin adalah tetangga atau saudara mereka sendiri. Keduanya tewas, dua-tiga mobil dan tiga motor hangus terbakar, kantor dewan pimpinan daerah partai itu rusak, juga tiga posko berantakan.

Fanatisme yang berkobar akhirnya memang "membakar" dan membawa korban. Tapi politik tidak mengenal musuh yang abadi. Yang ada hanyalah persamaan atau perbedaan kepentingan. Pengorbanan Negara dan Agustana barangkali, di mata para petinggi partai, adalah semacam "tumbal" yang menandai sebuah perhelatan besar. Menjelang putaran dua pemilu presiden 2004, partai yang mereka bela dengan nyawa sudah bersalin kepentingan dan karenanya…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

I
Ibarat Menunggu Godot
2005-07-24

Pemilihan langsung kepala daerah (pilkada) ditunggu banyak orang dengan antusiasme tinggi. ada harapan bahwa pilkada…

D
Dua Wajah dalam Pilkada
2005-07-24

Pemilihan kepala daerah diharapkan dapat memperbaiki representasi politik rakyat. faktanya, pemilihan itu tak mencerminkan keinginan…

P
Pilkada: Kegagalan 'Crafting Democracy'
2005-07-24

Sejak 1999 dan menjelang sidang tahunan mpr 2000, cetro (centre for electoral reform), yang didukung…