LEBIH BEBAS, TAPI LEBIH TAK TERWAKILI

Edisi: 42/33 / Tanggal : 2004-12-19 / Halaman : 78 / Rubrik : DMS / Penulis : Edwin, Donni , Wijaya, Agung ,

Lembaga politik demokrasi bermasalah dan dikuasai kekuatan anti-demokrasi. Mengapa kelompok prodemokrasi cenderung menjauh dari kegiatan politik formal?

PROSES demokratisasi tidak selalu berbuah demokrasi. Di tengah jalan, masa transisi sering menemui bahaya laten-yang beragam bentuk dan penyebabnya. Meski begitu, demokratisasi dikatakan gagal manakala semua instrumen demokrasi telah diambil alih oleh kekuatan anti-demokrasi.

Salah satu instrumen terpenting demokrasi adalah lembaga-lembaga perwakilan: pemilu, parlemen, dan kepartaian. Di sinilah ditentukan ukuran demokratis atau tidaknya suatu sistem politik. Ukuran ini menentukan seberapa mampu lembaga-lembaga politik formal itu merepresentasikan isu dan kepentingan masyarakat. Serta, seberapa baik partisipasi politik rakyat telah diakomodasi oleh lembaga-lembaga tersebut.

Hasil penelitian DEMOS menunjukkan bukan saja kinerja aspek keterwakilan yang bermasalah, tapi ada kecenderungan bahwa lembaga-lembaga politik formal dikuasai oleh kekuatan anti-demokrasi. Sementara itu, pada saat yang sama, para aktor demokrasi cenderung menjauh dari urusan politik formal. Dalam situasi demikian, demokrasi formal dan elektoral, yang dicoba dibangun secara elitis sejak jatuhnya kekuasaan Soeharto, benar-benar sedang menghadapi krisis.

Demokrasi formal dan elektoral dicoba dibangun dalam apa yang dikenal dengan istilah crafting democracy alias rekayasa lembaga demokrasi. Istilah ini sering kali juga menunjuk pada mereka yang getol mempromosikan perbaikan kelembagaan politik formal, misalnya pemilu, parlemen, dan kepartaian. Kegiatan inilah yang mendominasi skenario demokratisasi Indonesia selama ini.

Proyek rekayasa demokratisasi-yang paralel dengan tesis modernisasi pasca-Perang Dunia Kedua-hanya melibatkan pakta elitis, yaitu kaum reformis…

Keywords: -

---

Foto Terkait