ATAU PENGABDI, ATAU PEMBAJAK

Edisi: 42/33 / Tanggal : 2004-12-19 / Halaman : 80 / Rubrik : DMS / Penulis : Asgart, Sofian M. , ,

Sejauh mana institusi publik mampu mengakomodasi kepentingan warga secara nyata?

Siapa bilang Soeharto tak menghargai demokrasi. Selama tiga dekade lebih pemerintahannya, ada pemilu, ada DPR dan MPR yang mewakili suara rakyat. Pertanyaannya: apakah betul ada demokrasi? Secara prosedural barangkali ya. Tapi, selama Orde Baru bertakhta, sejatinya pemilu hanya menjadi alat legitimasi perpanjangan masa kekuasaan. Dan lembaga DPR ibarat institusi yang diisi orang-orang yang lulus seleksi ketat pemerintah.

Pemilu seharusnya merupakan salah satu mekanisme demokrasi yang dapat diterapkan secara damai. Partai politik sebagai institusi demokrasi karenanya menjadi penting sebagai lembaga representatif yang mewakili kepentingan konstituen. Namun, iklim politik pada masa Orde Baru menunjukkan kepada kita, peran partai politik (parpol) telah dikebiri sehingga kehilangan elan vitalnya sebagai lembaga perwakilan yang mengakomodasi kepentingan rakyat.

Situasi itu berlanjut hingga kini. Iklim reformasi telah melahirkan kebebasan warga untuk membentuk partai baru-serta pemilu yang relatif lebih baik dan transparan. Toh, hal itu tidak serta-merta meningkatkan kualitas keterwakilan parpol secara signifikan. Pemilu 2004, yang diharapkan akan melahirkan legislatif yang lebih baik dan berkualitas, ternyata tak sesuai dengan yang diharapkan.

Ketua Umum PNBK Sumatera Selatan, Febuar Rahman, menilai salah satu persoalan mendasar adalah parpol kita masih belum sepenuhnya menjadi lembaga politik yang mewakili kepentingan konstituennya. Febuar memberikan contoh kehidupan politik di Sum-Sel yang terputus dari kehidupan rakyat pada umumnya. "Parpol hanya ingat rakyat saat menjelang pemilu. Habis itu,…

Keywords: -

---

Foto Terkait