Pangeran Dari Tanah Jawa
Edisi: 09/35 / Tanggal : 2006-04-30 / Halaman : 63 / Rubrik : IQR / Penulis : Suriaji, Yos Rizal , Kalim, Nurdin, Suditomo, Kurie
KAUM bangsawan di Belanda menjulukinya Pangeran dari Tanah Jawa. Raden Mas Panji Sosrokartono, kakak R.A. Kartini, selama 29 tahun, sejak 1897, mengembara ke Eropa. Ia bergaul dengan kalangan intelektual dan bangsawan di sana. Mahasiswa Universitas Leiden itu kemudian menjadi wartawan perang Indonesia pertama pada Perang Dunia I.
Di Indonesia, Sosrokartono mendirikan sekolah dan perpustakaan. Ia juga membuka rumah pengobatan Darussalam di Bandung. Tempo menelusuri jejak sang intelektual dan spiritualis ini dari orang-orang yang pernah bersinggungan dengan Sosrokartono, juga dari berbagai bukunya, termasuk surat-surat Kartini dan adik-adiknya, dan dari naskah pidatonya yang masih tersimpan di Leiden.
FOTO hitam putih seukuran kartu pos itu masih ia simpan rapi. Saat itu Kartini Pudjiarto masih delapan tahun. Ia bersama ibunya RA Siti Hadiwati dan kakeknya PAA Sosro Boesono berfoto bersama RM Panji Sosrokartono di rumah pengobatan Darussalam di Jalan Pungkur 7, Bandung, milik Sosrokartono.
Sosrokartono (1877-1952) adalah adik kandung Boesono. Keduanya adalah kakak RA Kartini, pahlawan emansipasi wanita yang setiap tanggal 21 April selalu dirayakan di seluruh pelosok Indonesia. Mereka adalah anak Bupati Jepara Raden Mas Adipati Ario Samingoen Sosroningrat untuk periode 1880-1905 dari perkawinannya dengan Ngasirah. Pasangan ini memiliki delapan anak.
Foto yang menjadi koleksi tak ternilai Kartini Pudjiarto itu dipotret pada 1950, dua tahun menjelang Sosrokartono wafat. Eyang Sosro, begitu Kartini memanggil, duduk di sebuah kursi. "Eyang Sosro lebih sering duduk di kursi, karena separuh tubuhnya sudah lumpuh," ucapnya kepada Tempo pekan lalu.
Ia masih ingat, setiap kali berkunjung ke rumah panggung yang dindingnya terbuat dari bambu itu, ia selalu dicium dan diusap kepalanya. Eyang Sosro sering berpuasa. Jika tak berpuasa, ia jarang makan. "Eyang sering hanya minum air kelapa," tutur Kartini.
Meski separuh lumpuh, Kartono--begitu RA Kartini dan adik-adiknya memanggil--masih menerima ratusan tamu yang datang dengan berbagai kepentingan, mulai dari sekadar meminta nasihat, belajar bahasa asing, hingga mengobati berbagai macam penyakit.
Pada setiap pengobatan, Kartono biasanya memberikan air putih dan secarik kertas bertulisan huruf Alif (singkatan dari Allah) kepada pasien. Kartini Pudjiarto masih menyimpan lukisan sederhana berbingkai kayu yang berisi goresan Alif di kertas putih pemberian Eyang Sosro. "Katanya buat jaga-jaga," ujar Kartini.
Ada pula secarik kertas putih yang berisi nasihat Eyang Sosro bertulisan "Sugih tanpa banda/ Digdaya tanpa aji/ Nglurug tanpa bala/ Menang tanpa ngasorake" (Kaya tanpa harta/ Sakti tanpa azimat/ Menyerbu tanpa pasukan/ Menang tanpa merendahkan yang dikalahkan)…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…