Generasi Berotak Kosong
Edisi: 17/34 / Tanggal : 2005-06-26 / Halaman : 36 / Rubrik : NAS / Penulis : Meuko, Nurlis E. , Akbar, Faidil ,
DOKTER Hardiono D. Pusponegoro terperanjat. Begitu memasuki Ruang Dahlia di Rumah Sakit Umum Mataram, Nusa Tenggara Barat, dia melihat seorang anak di bawah usia lima tahun yang disuapi nasi bungkus, Rabu pekan lalu. Lauknya sambal dan ikan asin. Kenapa anak ini diberi nasi? Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia ini bertanya pada seorang ibu. Anak ini suka, kok, jawab perempuan itu enteng. Dia juga ikut mengunyah nasi bungkus yang sama.
Jika si anak bergizi bagus, Hardiono tak akan terkejut. Apalagi mereka mengaku sudah sering memberi makan anaknya dengan nasi, katanya. Masalahnya, bocah bernama Yando yang baru berusia 28 bulan itu menderita kurang energi-protein (KEP) alias bergizi buruk. Dia bertubuh ceking dengan berat badan 5,8 kilogram. Yando berada satu ruang dengan 15 anak lainnya yang bernasib sama.
Menurut Rachmat Sentika, seorang dokter anak dari Jakarta yang ikut ke Ruang Dahlia bersama Hardiono, anak yang kurang energi-protein tak bisa diberi makanan orang dewasa. Enzim dalam perutnya belum kuat untuk menghancurkan makanan. Sama saja dengan mencekiknya. Bisa membahayakan jiwanya, kata Rachmat.
Penyakit kurang energi-protein, yang diderita Yando dan kawan-kawannya, berjenjang kadarnya. Yang paling ringan disebut kurang gizi. Pada tahap…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
Setelah Islam, Kini Kebangsaan
1994-05-14Icmi dikecam, maka muncul ikatan cendekiawan kebangsaan indonesia alias icki. pemrakarsanya adalah alamsjah ratuperwiranegara, yang…
Kalau Bukan Amosi, Siapa?
1994-05-14Setelah amosi ditangkap, sejumlah tokoh lsm di medan lari ke jakarta. kepada tempo, mereka mengaku…
Orang Sipil di Dapur ABRI
1994-05-14Sejumlah pengamat seperti sjahrir dan amir santoso duduk dalam dewan sospol abri. apa tugas mereka?