BINTANG YANG TAK PERNAH REDUP

Edisi: 10/34 / Tanggal : 2005-05-08 / Halaman : 123 / Rubrik : SOS / Penulis : Dewanto, Nugroho , Meuko, Nurlis E. ,


JIKA peta dunia dihamparkan ke langit, maka Christine Hakim adalah bintang yang tak kunjung selesai menyinari Indonesia. Pertemuannya dengan sutradara Teguh Karya pada tahun 1973 adalah awal sebuah sejarah, bukan hanya bagi dirinya yang masih gadis belia berusia 16 tahun, tetapi juga bagi perfilman Indonesia.

Teguh Karya bukan hanya sutradara Cinta Pertama—film pertama Christine Hakim tempat dia berpasangan dengan aktor Slamet Rahardjo—tetapi dialah yang melempar nama Christine Hakim ke langit. Menjadi bintang. Menjadi aktris terbaik Festival Film Indonesia tahun itu. Dan seterusnya adalah sejarah, bukan hanya di Indonesia, tapi dunia. Dan itulah sebabnya, sebulan silam, perjalanan kariernya selama 30 tahun di dunia film diganjar oleh Gubernur Kota Deauville, Prancis, dengan peniti emas. Selain dia aktris Indonesia yang paling bersinar, Christine juga dianggap berhasil menampilkan citra perempuan Indonesia yang tegas dan mandiri. Tak hanya itu, lima filmnya diputar dalam festival film yang digelar di sana. Masing-masing adalah Putri Gunung Ledang, Daun di Atas Bantal, Tjoet Nja’ Dhien, Di Balik Kelambu, dan Ponirah Terpidana. Ia juga mendapat kehormatan memberikan pidato pada acara pembukaan festival.

***

Lahir di Kuala Tungkal, 48 tahun silam, Christine masih tampil muda dan bercahaya. Siang itu, di rumahnya yang luas dan teduh di kawasan Cibubur, Jakarta Selatan, Christine berbincang sepanjang siang bersama Tempo. Rumahnya yang penuh dengan kaligrafi bertulisan Allah memperlihatkan aktris ini sungguh religius dan serius menjalankan agamanya. Siang itu Christine terlihat santai mengenakan celana gombrong, dan rambut ikalnya yang sebagian dicat hijau tergerai di bahu.

”Suami saya menyebut rumah ini Pondok Kodok,” tuturnya berkisah tentang suaminya, Jeroen Lezer, pria Belanda yang ia nikahi lima tahun lalu di Tanah Suci. Sebutan itu muncul karena bila matahari mulai terbenam, suara kodok dan serangga lain terdengar bersahut-sahutan. ”Ayo kita makan dulu,” ia berbicara sambil menggiring kami menuju ruang makan.

Christine berjumpa dengan Jeroen pertama kali dalam pembuatan film Belanda berjudul Gordel van Smaragd (Jamrud…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

S
Sang Peroboh Menara Gading
2007-11-04

Ia pionir dalam bidang telekomunikasi satelit indonesia. insinyur juga harus pandai berbisnis.

M
Membesarkan Indonesia dengan Musik
2005-07-10

Erwin gutawa adalah musisi cemerlang. jenjang karier sebagai seorang musisi telah lengkap ia lakoni.

M
Menjaga Bali dengan Hati
2005-08-14

Luh ketut suryani terus berikhtiar menjaga bali dari gerusan efek negatif pariwisata. anak-anak korban pedofilia…