Suluk yang Dilupakan Keraton

Edisi: 06/34 / Tanggal : 2005-04-10 / Halaman : 74 / Rubrik : IQR / Penulis : Suyono, Seno Joko , Idayanie, Lucia , Nugroho, Heru C.


EMPAT laki-laki berpakaian peranakan, lengkap dengan iket blangkon mondolan, dan empat perempuan berkebaya janggan warna hitam, duduk bersila di Bangsal Sri Manganti, Keraton Yogyakarta. Di hadapan mereka, sebuah meja kecil dengan kitab Babad Mataram beraksara Jawa. Ya, setiap Jumat mereka memang menembang pupuh Jawa tertentu. Dan Jumat itu mereka menembangkan bagian Bedhah Madiun, sejarah Madiun.

”Di lingkungan keraton, kami tidak pernah menembangkan teks-teks Centhini,” tutur Agustina Ismurjilah, 55 tahun, salah seorang penembang kelompok macapatan Keraton. Seingat dia, selama 30 tahun mengabdi di Keraton Yogya dengan latihan rutin setiap Rabu dan Jumat sore, teks yang berkisar tentang sejarah berdirinya Keraton Yogya selalu dinyanyikan.

Entah mengapa, bagi keraton, Centhini seolah-olah masih ”tabu”. Mungkin karena naskah itu bercerita tentang hal-hal yang menyangkut perlawanan terhadap keraton. Padahal, isi Centhini menyajikan berbagai situasi mewakili perasaan manusia.

Suryanto Sastro Atmojo, misalnya, ingat kebiasaan eyangnya, Panembahan Adipati Puger di Lumajang. Menjelang makan siang dan malam, ia selalu memerintahkan dua abdinya, plus seorang penabuh gender, bergantian menyanyikan satu episode Centhini, yakni bagian yang…

Keywords: -
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

D
Dan Sang Guru Berkata...
2004-04-18

Novel filsafat sophie's world menjadi sebuah jendela bagi dunia untuk melihat dunia imajinasi dan edukasi…

E
Enigma dalam Keluarga Glass
2010-04-11

Sesungguhnya, rangkaian cerita tentang keluarga glass adalah karya j.d. salinger yang paling superior.

T
Tapol 007: Cerita tentang Seorang Kawan
2006-05-14

Pramoedya ananta toer pergi di usia 81 tahun. kita sering mendengar hidupnya yang seperti epos.…