Tatanan Global Pasca-perang Irak
Edisi: 08/32 / Tanggal : 2003-04-27 / Halaman : 56 / Rubrik : KL / Penulis : Wibisono, Makarim, ,
"Togetherness is oversold. Especially by politicians and statesmen, who sometimes hide their courage under the teacup of compromise and multilateralism. But these are times when all of us have to decide which side we are going to be on, not for an evening's argument but for the long haul."
Daniel Henninger
SEJAK Partai Republik belum berkuasa di Gedung Putih, kelompok neo-konservatif sudah berkampanye dan berjuang untuk melepaskan keterkaitan politik luar negeri AS dengan proses pengambilan keputusan di Dewan Keamanan PBB. Mereka kian gigih setelah 11 September 2002. Tokoh seperti George Bush, Donald Rumsfeld, Condoleeza Rice, dan Paul Wolfowitz enggan melihat kebijakan politik luar negeri satu-satunya negara adidaya di muka bumi itu terganjal oleh aturan-aturan multilateral yang membatasi kebebasan bergeraknya. Bagi mereka, proses berkepanjangan di Dewan Keamanan, dalam kerangka multilateralisme, semata-mata hanya melemahkan politik luar negeri AS. Mereka percaya kalau kepentingan AS diartikulasi dengan canggih, dikemas menarik, dan dilaksanakan di lapangan dengan determinasi tinggi, niscaya negara-negara lain akan dapat mengerti dan serta-merta akan mengikutinya.
Anggapan ini ternyata bergaung jelas dan didukung fakta di lapangan. Aksi militer AS yang diawali pada 20 Maret 2003 dan diikuti dengan kejatuhan Bagdad pada 9 April 2003 telah mendapat restu negara-negara Eropa kecuali Prancis, Rusia, dan Jerman. Liga Arab terpecah belah karena negara-negara Teluk secara terbuka mendukung AS, demikian juga halnya dengan OKI dan Gerakan Nonblok. Sikap Singapura, Filipina, dan Thailand telah menghalangi ASEAN untuk dapat mencapai kesepakatan di Karambunai, Sabah, Maret lalu guna menentang invasi AS ke Irak.
PBB, khususnya Dewan Keamanan, yang memiliki mandat untuk "memelihara perdamaian dan keamanan internasional", sungguh-sungguh tidak berdaya menahan AS. Lebih jauh lagi, meskipun korban penduduk sipil Irak mulai berjatuhan akibat serangan itu, PBB juga tidak mampu menghentikannya. Padahal Piagam PBB jelas-jelas melarang tindakan agresi menyerang negara lain kecuali untuk membela diri dari serangan…
Keywords: -
Artikel Majalah Text Lainnya
OPEC, Produksi dan Harga Minyak
1994-05-14Pertemuan anggota opec telah berakhir. keputusannya: memberlakukan kembali kuota produksi sebesar 24,53 juta barel per…
Kekerasan Polisi
1994-05-14Beberapa tindak kekerasan yang dilakukan anggota polisi perlu dicermati. terutama mengenai pembinaan sumber daya manusia…
Bicaralah tentang Kebenaran
1994-04-16Kasus restitusi pajak di surabaya bermula dari rasa curiga jaksa tentang suap menyuap antara hakim…