Pendulum itu Tak Kunjung Bergoyang

Edisi: 01/34 / Tanggal : 2005-03-06 / Halaman : 76 / Rubrik : DMS / Penulis : Asgart, Sofian M. , Samadhy, Willy P. ,

ERNEST Renan, si pujangga besar Prancis, berkata ada dua hal pokok yang mendasari terbentuknya suatu bangsa: kesamaan sejarah dan keinginan untuk bersatu (le desire d’entre ensamble). Lahirnya Indonesia sebagai bangsa mungkin dapat dilekatkan pada konsep itu. Penderitaan panjang akibat penjajahan selama tiga setengah abad telah mempersatukan suku-suku dalam wilayah Nusantara. Persatuan itu terjadi karena ada keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan diri dari penjajah.

Artinya, konsepsi nasionalisme Indonesia tak semata-mata lahir dari solidaritas asal-usul, suku-bangsa, agama, bahasa, geografi, tetapi juga dari pengalaman sejarah dan persamaan nasib (l’esprit de corps) bangsa terjajah. Kesadaran akan pentingnya persatuan menjadi motor penggerak dalam memadukan seluruh potensi membangun nasionalisme Indonesia menjadi bangsa yang merdeka—suatu kondisi ideal yang jarang terjadi dalam pandangan sosiolog Arief Budiman.

Arief menilai, nasionalisme merupakan sesuatu yang fleksibel: bisa digunakan untuk diri sendiri, bisa untuk kepentingan bangsa. Dalam pandangan Arief, analisis nasionalisme harus dilihat secara kasuistik dari segi situasi, tempat, waktu, serta siapa yang menggunakannya. Terkadang nasionalisme dipakai secara manipulatif untuk macam-macam kepentingan. Pengkultusan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), misalnya, adalah contoh betapa nasionalisme dipersepsikan begitu sempit. NKRI seolah identik dengan nasionalisme, sembari federalisme divonis sebagai barang haram yang mengancam. Peta wacana yang tak sehat ini justru…

Keywords: -

---

Foto Terkait