Suatu Hari Di Simatalu

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-04-18 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :


Desa Simatalu di Pulau Siberut adalah salah satu desa di Kepulauan Mentawai yang budaya tradisional dan lingkungannya masih terjaga. Saat budaya Mentawai mulai tergerus modernisasi, bahkan di desa-desa lain nyaris punah, masyarakat di Simatalu masih menjalankan tradisinya. Mereka menjalankan ritual pengobatan oleh sikerei (dukun atau tabib) dengan ramuan tumbuhan obat, ritual untuk beternak babi, dan ritual lain yang terkait dengan kehidupan komunal.
Masyarakatnya pun masih mengandalkan hutan alami dan lingkungannya untuk hidup. Boleh dibilang area konservasi Taman Nasional Siberut telah ikut menyelamatkan tradisi alam mereka dari kerusakan. Pada Maret lalu, atas dukungan Dana Jurnalisme Hutan Hujan Tropis (Rainforest Journalism Fund) dari Pulitzer Center, koresponden Tempo Febrianti menelusuri dan merekam denyut kehidupan Desa Simatalu.
***AROMA buah-buahan menguar ketika kami memasuki kawasan hutan Simatalu, Siberut Barat, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, pada pertengahan Maret lalu. Di jalan setapak, durian toktuk—durian khas Mentawai yang berduri lunak—berjatuhan karena matang di pohon, menebarkan aroma yang tajam dari buahnya yang kuning. Nangka hutan yang masak merekah di atas pohon tampak dikerubuti ngengat. Dari kejauhan, pohon rambutan yang tumbuh di tepi sungai terlihat memerah karena buahnya yang serentak matang menutupi daun hijaunya. Pohon duku juga tengah berbuah. Buahnya yang kuning cerah berderet dari tangkai-tangkai daun.
Saat itu, musim buah memang sedang memasuki masa puncaknya di hutan Simatalu. Siapa pun boleh mengambil buah-buahan itu. Kami yang sedang melintas memakan buah sepanjang perjalanan menuju Simatalu. Dalam perjalanan itu, saya ditemani Viator Simanri Sakombatu atau biasa dipanggil Bajak Letcu, seorang seniman tato Mentawai. Selain itu, saya ditemani Teu Taloi, seorang sikerei (dukun dan ahli pengobatan tradisional Mentawai) dari Simatalu, dan anak lelakinya, Cristian, yang baru tamat sekolah menengah atas.
Boleh dibilang tidak mudah mencapai Desa Simatalu. Jika lewat laut, risikonya berhadapan dengan ombak pantai barat yang sangat besar dan berbahaya dari Samudra Hindia. Apalagi saat memasuki Muara Simatalu, pintu masuk ke Desa Simatalu, banyak terdengar cerita tentang speedboat yang karam dan penumpangnya hilang tenggelam. Selain itu, di pintu Muara Simatalu terkenal banyak ikan hiunya.

Jalur ke kawasan Taman Nasional Siberut, Mentawai, Sumatera Barat./Tempo/Febrianti
Kami akhirnya memilih lewat jalur darat melalui sungai dari pantai timur Siberut ke Muara Sikabaluan di Siberut Utara. Dari Muara Sikabaluan bisa naik pompong, perahu lesung kecil yang ramping bermesin tempel, sampai Desa Bojakan di perbatasan Siberut Utara dan Barat. Perjalanan selanjutnya dengan pompong mengalami banyak gangguan karena air sungai sedang surut. Pompong lebih sering ditarik daripada dinaiki. Perjalanan pun kami teruskan dengan berjalan kaki di dalam sungai, mendaki bukit yang curam dan licin, turun lagi ke sungai berjalan tanpa alas kaki karena sepatu terasa begitu berat. Batu-batu sungai yang seruncing gigi buaya membuat luka-luka di kaki.
Setelah bermalam di rumah penduduk di sekitar tepian hulu Sungai Bojakan,…

Keywords: Kabupaten Kepulauan Mentawai
Rp. 15.000

Foto Terkait


Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…