Aroma Tak Sedap Impor Sampah

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-04-25 / Halaman : / Rubrik : HK / Penulis :


BERSAMA tiga belas anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Dedi Mulyadi bertandang ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada akhir Januari lalu. Wakil ketua komisi yang salah satunya membidangi lingkungan hidup dan kehutanan itu memimpin rombongan meninjau kontainer-kontainer sampah plastik yang sudah beberapa bulan teronggok di pelabuhan. Tak lama setelah tiba di sana, para anggota Dewan menyaksikan dua kontainer dibuka petugas Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. “Ternyata itu sampah dari tempat pembuangan akhir dari luar negeri,” kata Dedi saat ditemui awal Februari lalu.
Selain anggota Dewan, turut dalam rombongan tersebut sejumlah pejabat kementerian terkait. Mereka di antaranya Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati; Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani; Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardana; serta otoritas pelabuhan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Ada juga tim PT Sucofindo (Persero) selaku surveyor.
Kepada rombongan, Sucofindo mengklaim impor sampah dari luar negeri itu untuk didaur ulang menjadi bahan baku. Mereka menyatakan scrap plastik bekas yang didatangkan dari Amerika Serikat, Inggris Raya, Australia, dan beberapa negara lain itu dalam kondisi bersih sehingga sudah sesuai dengan aturan impor bahan baku. Namun dua kontainer yang dibuka sebagai sampel itu menunjukkan sampah plastik tampak sangat kotor dan tercampur bahan berbahaya. Menurut Dedi, seharusnya perusahaan pelat merah mitra Kementerian Perdagangan ini menjadi penyaring barang impor, tapi malah lalai membiarkan sampah masuk ke Tanah Air. “Kalau untuk industri seharusnya bahan baku bersih,” ujarnya.
Seribuan kontainer itu teronggok di pelabuhan sejak Mei tahun lalu. Sebagian besar kontainer itu milik PT New Harvestindo International, yang beralamat di Tangerang, Banten. Pada Mei-Agustus 2019, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menahan 2.041 kontainer, termasuk milik dua perusahaan di Tangerang itu, karena bercampur limbah berbahaya dan beracun yang melebihi ketentuan pemerintah. Kontainer scrap plastik yang ditahan tersebar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya; Batam; Pelabuhan Tanjung Priok; dan Tangerang. “Beberapa sudah kami kembalikan ke negara asal,” kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi saat rilis pada September 2019.
Ketentuan mengenai impor scrap plastik tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 92 Tahun 2019 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun sebagai Bahan Baku Industri. “Dalam peraturan itu sudah jelas bahwa bahan baku tidak boleh bercampur dengan sampah, tidak berasal…

Keywords: Direktorat Jenderal Bea CukaiLimbah Bahan Berbahaya Beracun (B3)Limbah Industri
Rp. 15.000

Foto Terkait


Artikel Majalah Text Lainnya

V
Vonis Menurut Kesaksian Pembantu
1994-05-14

Tiga terdakwa pembunuh marsinah dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. pembela mempersoalkan tak dipakainya kesaksian yang…

H
Hitam-Hitam untuk Marsinah
1994-05-14

Buruh di pt cps berpakaian hitam-hitam untuk mengenang tepat satu tahun rekan mereka, marsinah, tewas.…

P
Peringatan dari Magelang
1994-05-14

Seorang pembunuh berencana dibebaskan hakim karena bap tidak sah. ketika disidik, terdakwa tidak didampingi penasihat…