Hancur Aturan Dikandung Dewan
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-05-23 / Halaman : / Rubrik : EB / Penulis :
KARANGAN bunga dukacita berjajar di depan gerbang utama gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Selasa, 12 Mei lalu. Pengirimnya beragam, dari civitas academica yang tergabung dalam kelompok “Mahasiswa Bersama Rakyat” hingga himpunan pegiat kelautan dan perikanan dengan nama “Masyarakat Bahari/Kiara”. Siang itu, Dewan sedang menggelar sidang paripurna. Beberapa hari sebelumnya santer terdengar bahwa rapat itu akan mengesahkan hasil pembahasan kilat revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Sore itu, menjelang waktu buka puasa, ketukan palu Ketua DPR Puan Maharani yang memimpin sidang mengkonfirmasi kabar tersebut. “Delapan fraksi setuju, satu fraksi menolak, apakah ada perubahan? Apa itu dapat disetujui pandangan mini fraksi dapat menjadi dasar persetujuan? Setuju, ya?” kata Puan, disambut kompak puluhan anggota DPR yang hadir. Dalam sidang itu tercatat 296 anggota parlemen hadir, sebanyak 255 orang di antaranya secara virtual. Dalam pandangan mini fraksi, hanya Fraksi Partai Demokrat yang menolak pengesahan dengan alasan perlunya pembahasan yang lebih mendalam terhadap Rancangan Undang-Undang Minerba.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani (kanan) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 12 Mei 2020. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja.
Di luar sidang, penolakan disuarakan sejumlah pegiat lingkungan dan prodemokrasi. Sejak kembali dibahas pada 13 Februari lalu—ditandai dengan pembentukan panitia kerja pembahasan daftar inventarisasi masalah—proses RUU ini dianggap tak transparan. Di masa pandemi Covid-19, pembicaraan antara panitia kerja dan wakil pemerintah dilakukan secara virtual. “Pembahasannya meniadakan partisipasi publik dan keterbukaan informasi,” ucap anggota Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Dwi Sawung. RUU Minerba merupakan satu di antara sejumlah rancangan undang-undang yang menuai penolakan dalam aksi massa September 2019. Kala itu, gelombang demonstrasi bertajuk #ReformasiDikorupsi pecah di sejumlah daerah setelah pemerintah dan DPR mengebut pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dianggap melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Adapun RUU Minerba punya sejarah sendiri. Sejak awal, banyak kalangan menilai perubahan undang-undang itu hanya sebagai jalan mengistimewakan segelintir raksasa tambang batu bara yang mengantongi perjanjian karya pengusahaan batu bara (PKP2B). Pasalnya, sejumlah isi RUU ini memuat niat rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang hendak mengecualikan kontraktor PKP2B dari sejumlah kewajiban yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. RPP yang disiapkan di era Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan itu urung diterbitkan setelah KPK mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo pada akhir Mei 2019 tentang draf RPP yang bertentangan dengan undang-undang. Namun, belakangan, menjelang berakhirnya pemerintahan 2014-2019, pemerintah dan DPR justru menjadwalkan pembahasan revisi undang-undang. Di tengah ramainya penolakan publik, Jokowi pun memutuskan menunda pembahasan tersebut pada akhir September 2019. Namun kejutan berlanjut pada Januari lalu. Pemerintahan baru kembali menyiapkan pembahasan revisi Undang-Undang Minerba yang ditandai dengan masuknya rancangan…
Keywords: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral | ESDM, Pertambangan, 
Artikel Majalah Text Lainnya
SIDANG EDDY TANSIL: PENGAKUAN PARA SAKSI ; Peran Pengadilan
1994-05-14Eddy tansil pembobol rp 1,7 triliun uang bapindo diadili di pengadilan jakarta pusat. materi pra-peradilan,…
Seumur Hidup buat Eddy Tansil?
1994-05-14Eddy tansil, tersangka utama korupsi di bapindo, diadili di pengadilan negeri pusat. ia bakal dituntut…
Sumarlin, Imposibilitas
1994-05-14Sumarlin, ketua bpk, bakal tak dihadirkan dalam persidangan eddy tansil. tapi, ia diminta menjadi saksi…