Suatu Masa Di Toko Buku Liong

Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-08-29 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :


TAK ada jejak sama bahwa dulu di situ pernah terdapat sebuah toko buku yang legendaris. Toko Buku Liong laiknya anak tiri di kawasan Kota Lama Semarang. Pada saat bangunan lain di sekitarnya bersolek, eks toko komik milik keluarga Lie itu justru terbengkalai. Hampir tak terlihat sisa kejayaan toko buku yang hidup pada 1950-an itu. Hanya ada pilar besi berkelir hijau yang menyembul dari balik pagar seng yang membentuk kerangka bangunan. Tanda bahwa ada rencana pendirian gedung baru di lokasi itu, tapi belum rampung. 
Di seberang eks lokasi toko buku itu berdiri Gereja Blenduk, tempat favorit wisatawan di kawasan Kota Lama. Sedangkan di sebelah baratnya terdapat kantor Jiwasraya, yang pada era kolonial adalah milik perusahaan asuransi Nederlandsch Indische Levensverzekerings en Lijfrente Maatschappij.

Toko Liong yang didirikan Lie Djoen Lie dan Ong King Nio ini pernah berjaya pada masanya. Di sanalah sejumlah komik tersohor diproduksi dan didistribusikan. Salah satunya Wiro, Anak Rimba Indonesia, yang digilai bocah dan remaja pada 1950-an. “Yang paling terkenal komik Dagelan Petruk Gareng, cerita rakyat yang dikemas dengan guyonan,” ujar sejarawan Kota Semarang, Jongkie Tio, Senin, 17 Agustus lalu.
Jongkie mengaku punya kenangan dengan toko buku itu. Pada 1957, saat masih menjadi pelajar sekolah menengah pertama, Jongkie kerap bertandang ke sana. Namun, sayangnya, setahun kemudian Toko Buku Liong tutup. Empunya kios hijrah ke Brasil. Yang Jongkie ingat, keluarga Lie pindah karena ada kebijakan pemerintah yang merugikan warga keturunan Cina pada masa itu. Belasan tahun kemudian, bangunan toko dirobohkan. 

Bangunan yang dulunya Toko Buku Liong di Semarang, 1994. Swanny Lie
Jongkie tak tahu apakah pembongkaran itu dilakukan atas titah keluarga Lie ataukah pemilik anyar. Namun, kata dia, proses tersebut berbuntut masalah. Sebab, Pemerintah Kota Semarang tak merestui perobohan bangunan itu, yang dianggap bersejarah. Walhasil, gedung itu sampai sekarang mangkrak. “Pembongkaran yang telanjur terjadi itu diduga tak mengantongi izin Pemkot,” ucapnya. “Namun izin tak juga dikeluarkan Pemkot sampai akhirnya kini terbengkalai.” 
Kenangan akan Toko Buku Liong itulah yang sedang dihidupkan lewat proyek kolaborasi lintas budaya antara kurator Adelina Luft (Rumania-Indonesia) dan seniman sekaligus cucu pemilik Toko Buku Liong, Daniel Lie (Brasil-Indonesia). Proyek daring (online) yang berlangsung sebulan sejak 4 Agustus lalu ini dikelola Cemeti - Institut untuk Seni dan Masyarakat. “Ini penting untuk mempelajari lagi wacana tentang politik identitas dan struktur kekuasaan pasca-kemerdekaan Indonesia,” tutur Adelina Luft saat ditemui pada Sabtu, 15 Agustus lalu, di Cemeti, Yogyakarta. 

Salah satu buku yang dibawa oleh keluarga Lie ke Brasil. Dokumentasi Keluarga Lie
Proyek Toko Buku Liong dirangkai dari empat jilid berurutan yang…

Keywords: Kota Semarang
Rp. 15.000

Artikel Majalah Text Lainnya

Z
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14

Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…

J
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12

Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…

N
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12

Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…