Tan Peng Nio, Si Mulan Di Geger Pecinan
Edisi: Edisi / Tanggal : 2020-11-07 / Halaman : / Rubrik : SEL / Penulis :
MAKAM yang membujur ke utara di persawahan Dukuh Jatimalang Wetan, Desa Jatimulyo, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, itu berlatar pemandangan Bukit Bangkong. Bentuknya khas bangunan makam Cina atau bong lain yang besar dan lapang. Adapun dindingnya yang berkelir merah mirip sandaran kursi yang melengkung. Di hadapan pusara terdapat altar dengan ceruk berbentuk kotak untuk meletakkan hio. Saat Tempo menyambanginya, Kamis, 29 Oktober lalu, terlihat sejumlah batang hio merah bekas pakai yang dibiarkan tetap di sana.
Di situlah Tan Peng Nio beristirahat untuk selamanya. Tan Peng Nio adalah perempuan pendekar pada pertengahan abad ke-18. Dia disebut-sebut sebagai anggota laskar Cina pimpinan Kapitan Sepanjang yang ikut dalam perang melawan kongsi dagang Hindia Belanda (VOC) di Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Ia adalah putri Tan Wan Swee, jenderal yang lari dari Cina semasa Dinasti Qing. Wan See, yang ikut berperang melawan VOC saat terjadi Geger Pecinan, disebut sebagai tokoh yang membawa beladiri kuntao atau konto ke Kebumen.
Makam Tan Peng Nio di area persawahan Dukuh Jatimalang Wetan, Desa Jatimulyo, Kebumen, Jawa Tengah. TEMPO/Pito Agustin
Di gelanggang Geger Pecinan, Tan Peng Nio ibarat Mulan, tokoh kartun Disney. Ia menyaru sebagai laki-laki dan sempat tak dikenali identitasnya di medan laga. Setelah perang berakhir, Peng Nio menikah dengan bangsawan Jawa, Raden Mas Soleman Kertawangsa, penguasa Panjer pada 1751-1790. Pernikahan inilah yang membuat sang putri Cina mendapat gelar Raden Ayu Kolopaking III. Dua nama itu, baik Cina maupun Jawa, terukir di pusara. Begitu pun nama sang suami beserta anak, menantu, dan lima cucunya. Di sisi barat makam itu ada cungkup kecil bertulisan “Fu Shen”, yang dalam mitologi Cina dipercaya sebagai dewa rezeki.
Area itu nyaris terselimuti ilalang. Tak aneh bila keberadaan makam ini terabaikan oleh lalu-lalang pejalan kaki ataupun pengendara sepeda motor. “Bahkan pernah rumput yang tinggi-tinggi sampai menutupi makam. Namun akhirnya ada juga yang membersihkannya,” kata Parwati, warga setempat, saat ditemui pada 29 Oktober lalu.
Untuk menyambangi makam istri kedua Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Kolopaking III itu pun membutuhkan perjuangan. Tak ada akses yang memudahkan perjalanan ke sana. Siapa saja mesti menyeberang melalui pematang sawah yang licin, bahkan becek di musim hujan. Sesampai di tepi fondasi makam, peziarah pun mesti melompat dulu. “Padahal yang berkunjung ke situ kebanyakan orang Cina yang sudah sepuh,” ujar Parwati, yang memiliki toko bangunan tak jauh dari makam tersebut. Para peziarah itu berasal dari berbagai…
Keywords: Sejarah Kemerdekaan, Masyarakat Tionghoa, 
Artikel Majalah Text Lainnya
Zhirinovsky, Pemimpin dari Jalanan
1994-05-14Vladimir zhirinovsky, ketua partai liberal demokrat, mencita-citakan terwujudnya kekaisaran rusia yang dulu pernah mengusai negara-negara…
Janji-Janji dari Nigeria
1994-03-12Di indonesia mulai beredar surat-surat yang menawarkan kerja sama transfer uang miliaran rupiah dari nigeria.…
Negeri Asal Surat Tipuan
1994-03-12Republik federasi nigeria, negeri yang tak habis-habisnya diguncang kudeta militer sejak merdeka 1 oktober 1960.…